Tokoh Pers Leo Batubara Selalu Tekankan Pentingnya Integritas
30 Agustus 2018 03:26 WIB
DPR - Pemred Media Wakil Ketua DPR Pramono Anung (kedua kanan) berjabat tangan dengan Ketua Dewan Pers Indonesia Bagir Manan (kedua kiri) disaksikan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso (tengah), Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa (kanan) dan anggota Dewan Pers Indonesia Leo Batubara (kiri) ketika pertemuan antara pimpinan DPR dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (25/6). Pertemuan tersebut untuk mengawasi jalannya pemilu presiden yang digelar pada 9 Juli mendatang. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta, (ANTARANews) - Tokoh pers nasional Sabam Leo Batubara yang wafat pada Rabu (29/8) selalu menekankan kepada keluarga dan kerabat tentang pentingnya integritas dalam mejalani profesi apapun.
Menurut Bobby Batubara, anak ketiga dari Leo, ayahnya mengajarkan bahwa setiap profesi termasuk profesi wartawan, harus dijalani sepenuh hati dengan integritas yang tinggi demi menjaga nilai-nilai etik profesi tersebut.
"Kami selalu diajari untuk jaga integritas kami dalam menjalani hidup," kata Bobby di Rumah Duka Sentosa Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta, Kamis dini hari.
Leo juga mewariskan karakter pekerja keras dan pejuang sejati kepada anak-anak dan kerabatnya. Menurut Bobby, hingga akhir hayatnya, Leo tanpa kenal lelah selalu berdiri paling depan untuk kebebasan pers dan menjaga produksi pers yang berkualitas.
Kemerdekaan pers, kata Bobby menirukan pesan Leo, harus terus dijaga untuk memperkuat fondasi demokrasi.
"Di akhir masa hayatnya pun Ayah selalu 'fight', padahal dia masih dalam masa berkabung setelah ditinggal istrinya," ujar dia.
Istri Leo, Lintong Tambunan, wafat lebih dulu pada 30 Juli 2018.
Leo merupakan sosok yang berjuang melahirkan era kebebasan pers seperti yang dinikmati insan pers saat ini. Bobby mengatakan Ayahnya sangat bangga dengan hal itu. Ayahnya ingin menjaga dan melanjutkan era kebebasan pers dengan produk-produk pers yang berkualitas dan mampu membangun negara.
"Kebebasan pers itu menjadi warisan dari Leo untuk insan pers generasi saat ini," ujar dia.
Leo masih memiliki satu keinginan sebelum dia wafat yakni ingin menerbitkan edisi lanjutan bukunya yang berjudul "Indonesia Bergelut dalam Paradoks". Buku itu pertama kali diterbitkan pada 2009. Buku lanjutan "Indonesia Bergelut dalam Paradoks" akan berisi kumpulan tulisan-tulisan Leo tentang dinamika perjalanan bangsa.
"Ayah ingin melanjutkan itu, namun sempat tertunda karena kepergian Ibu," ujar dia.
Leo Batubara merupakan tokoh pers nasional yang aktif mengabdi pada Dewan Pers. Dia pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Pers pada 2007-2010. Semasa hidupnya, Leo juga pernah menjadi Sekretaris Jenderal Serikat Penerbit Suratkabar (SPS, yang kini menjadi Serikat Perusahaan Pers, asosiasi media cetak nasional satu-satunya di Indonesia sejak 1946 hingga kini)
Leo terpeleset di Gedung Dewan Pers, Rabu sore ini, yang menyebabkan kepalanya terbentur dan terluka. Leo sempat dirawat di IGD Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, sebelum wafat. Dia wafat pada usia 80 tahuh. Leo baru saja berulang tahun ke-80 pada 26 Agustus 2018 lalu. Leo akan dikebumikan Sabtu (1/9) di pemakaman San Dieo, Karawang, Jawa Barat.
Baca juga: Sabam Leo Batubara dikenang para koleganya
Baca juga: In Memoriam - Pencetus istilah pers abal-abal, Leo Batubara
Menurut Bobby Batubara, anak ketiga dari Leo, ayahnya mengajarkan bahwa setiap profesi termasuk profesi wartawan, harus dijalani sepenuh hati dengan integritas yang tinggi demi menjaga nilai-nilai etik profesi tersebut.
"Kami selalu diajari untuk jaga integritas kami dalam menjalani hidup," kata Bobby di Rumah Duka Sentosa Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta, Kamis dini hari.
Leo juga mewariskan karakter pekerja keras dan pejuang sejati kepada anak-anak dan kerabatnya. Menurut Bobby, hingga akhir hayatnya, Leo tanpa kenal lelah selalu berdiri paling depan untuk kebebasan pers dan menjaga produksi pers yang berkualitas.
Kemerdekaan pers, kata Bobby menirukan pesan Leo, harus terus dijaga untuk memperkuat fondasi demokrasi.
"Di akhir masa hayatnya pun Ayah selalu 'fight', padahal dia masih dalam masa berkabung setelah ditinggal istrinya," ujar dia.
Istri Leo, Lintong Tambunan, wafat lebih dulu pada 30 Juli 2018.
Leo merupakan sosok yang berjuang melahirkan era kebebasan pers seperti yang dinikmati insan pers saat ini. Bobby mengatakan Ayahnya sangat bangga dengan hal itu. Ayahnya ingin menjaga dan melanjutkan era kebebasan pers dengan produk-produk pers yang berkualitas dan mampu membangun negara.
"Kebebasan pers itu menjadi warisan dari Leo untuk insan pers generasi saat ini," ujar dia.
Leo masih memiliki satu keinginan sebelum dia wafat yakni ingin menerbitkan edisi lanjutan bukunya yang berjudul "Indonesia Bergelut dalam Paradoks". Buku itu pertama kali diterbitkan pada 2009. Buku lanjutan "Indonesia Bergelut dalam Paradoks" akan berisi kumpulan tulisan-tulisan Leo tentang dinamika perjalanan bangsa.
"Ayah ingin melanjutkan itu, namun sempat tertunda karena kepergian Ibu," ujar dia.
Leo Batubara merupakan tokoh pers nasional yang aktif mengabdi pada Dewan Pers. Dia pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Pers pada 2007-2010. Semasa hidupnya, Leo juga pernah menjadi Sekretaris Jenderal Serikat Penerbit Suratkabar (SPS, yang kini menjadi Serikat Perusahaan Pers, asosiasi media cetak nasional satu-satunya di Indonesia sejak 1946 hingga kini)
Leo terpeleset di Gedung Dewan Pers, Rabu sore ini, yang menyebabkan kepalanya terbentur dan terluka. Leo sempat dirawat di IGD Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, sebelum wafat. Dia wafat pada usia 80 tahuh. Leo baru saja berulang tahun ke-80 pada 26 Agustus 2018 lalu. Leo akan dikebumikan Sabtu (1/9) di pemakaman San Dieo, Karawang, Jawa Barat.
Baca juga: Sabam Leo Batubara dikenang para koleganya
Baca juga: In Memoriam - Pencetus istilah pers abal-abal, Leo Batubara
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: