Jakarta (Antara News) - Tingginya biaya akuisisi pada asuransi umum kembali menjadi bahan diskusi antara pelaku industri asuransi dan reasuransi umum dan perusahaan pialang. 


Hal ini menjadi topik utama pembahasan pada majalah Reinfocus, majalah terbitan BUMN reasuransi, Indonesia Re, untuk edisi khususnya yang akan diterbitkan pada perhelatan konferensi asuransi dan reasuransi tahunan berskala internasional, Indonesia Rendezvous ke-24 di Bali, pada tanggal 24 Oktober 2018 mendatang. 




Direktur Indonesia Re Kocu A. Hutagalung mengatakan, permasalahan biaya akuisisi telah menjadi isu lama yang hingga saat ini belum ada solusinya. 




"Biaya akuisisi semakin tinggi dari tahun ke tahun," ujarnya di Jakarta, Selasa. "Hal ini tentunya mengikis profitabilitas perusahaan."




Sadar akan pentingnya isu ini untuk terus digaungkan, lanjut Kocu, pihaknya berharap dapat turut menggaungkan isu tingginya biaya akuisisi kepada para pelaku industri asuransi dan reasuransi internasional di ajang Indonesia Rendezvous ke-24.




"(Tingginya biaya akuisisi) harus terus digaungkan. Kita ingin tahu pandangan industri internasional terhadap isu ini," ungkapnya.




Sebelumnya, menurut laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Februari 2018, meski premi asuransi umum mengalami pertumbuhan sebesar 18,8 persen YoY atau Rp. 9,67 triliun, beban komisi juga melonjak 18,7 persen atau sebesar Rp. 1,5 triliun.




Pasa kesempatan berbeda, ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dadang Sukresna mendorong pemerintah agar segera mengatur besaran biaya akuisisi guna mencegah semakin besarnya kerugian di kalangan perusahaan asuransi dan reasuransi.




"Ini (engineering fee) masih terus dibahas di industri. Semoga ke depannya, besaran engineering fee akan tetap, tidak fluktuatif," tukas Dadang.