Jakarta (Antara) - Ketidaksiapan tenaga dosen menjadi faktor utama kegagalan pengusulan program studi (prodi), kata Direktur Pengembangan Kelembagaan Perguruan Tinggi Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ridwan

"Hampir 95 persen kegagalan pengusulan program studi di dosen," kata Ridwan dalam dalam Forum Konsultasi Publik Layanan Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, di Jakarta, Selasa

Ia mengatakan meskipun perguruan tinggi yang diusulkan untuk didirikan memiliki fasilitas dan daya dukung lain, tetapi jika tenaga dosen tidak siap, maka tetap belum memenuhi syarat pendirian perguruan tinggi.

Oleh karena itu, dia meminta agar setiap pengusul pembukaan program studi dan pendirian perguruan tinggi memperhatikan syarat ketersediaan dosen yang ditentukan. "Kami minta dosennya siap," ujarnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemristekdikti Patdono Suwignjo mengatakan tenaga dosen masih banyak dibutuhkan.

"Di Indonesia itu cari dosen itu sulit meskipun banyak pengangguran karena kan untuk S2 dosen harus S2 kebanyakan yang S2 itu tidak berminat jadi dosen," ujarnya.

Karena itu, Patdono mengatakan pihaknya menyederhanakan sejumlah persyaratan untuk menciptakan kondisi agar perguruan tinggi terutama politeknik bisa bertambah, yakni jumlah program studi yang sebelumnya diharuskan lima dapat dikurangi jadi tiga.

Lalu jumlah dosen yang dulunya per prodi harus enam dosen, sekarang bisa lima dosen dengan setidaknya tiga dosen tetap dan dua dosen bantuan.

Baca juga: Perguruan Tinggi kekurangan 38.000 dosen kesehatan