Kemenristekdikti: 70 persen PT Indonesia berskala kecil
28 Agustus 2018 16:04 WIB
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengumumkan klasterisasi perguruan tinggi Indonesia tahun 2018 bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-73 (17/8/2018) (Foto Kemristekdikti)
Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 70 persen dari total perguruan tinggi (PT) di Indonesia berskala kecil sehingga perlu dilakukan merger atau penggabungan untuk meningkatkan kualitas dan kinerja perguruan tinggi yang baik, kata pejabat Kemenristekdikti.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknolog dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo di Jakarta, Selasa menuturkan jumlah perguruan tinggi di Indonesia saat ini terlalu banyak yakni 4.529 perguruan tinggi pada Januari 2017 dan sekarang angkanya sudah bertambah.
"Sekitar 70 persen perguruan tingginya itu kecil-kecil yang bentuknya akademi yang cuma satu program studi, dua program studi, sehingga meskipun jumlahnya itu banyak daya tampungnya itu cuma sedikit sehingga masih banyak yayasan yang ingin mendirikan perguruan tinggi swasta," kata Patdono.
Patdono mengatakan dari 4.529 perguruan tinggi di Indonesia itu, 14 persen dari total itu merupakan perguruan tinggi yang kurang sehat.
"Maka kurang sehat itulah, kita minta untuk merger di samping merger, bisa diakuisisi," ujarnya.
Untuk itu, Kemristekdikti mendorong penyatuan (merger) antar perguruan tinggi sehingga menjadi perguruan tinggi yang lebih sehat, berkualitas dan memiliki kekuatan finansial berkelanjutan.
"Saya sudah tidak mengeluarkan izin mendirikan universitas.kemudian kita membuat program merger dan akuisisi. Jadi, perguruan tinggi yang kecil-kecil itu silakan bergabung untuk menjadi perguruan tinggi yang lebih sehat dan lebih bermutu," tuturnya.
Dia mengatakan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menginginkan pada 2019, jumlah perguruan tinggi di bawah Kemristekdikti berkurang sebanyak 1.000 PT.
"Kami sudah merasa jumlah perguruan tinggi terlalu banyak tetapi kecil-kecil itu tidak bagus. Kita melihat kebijakan yang ada di Korea, China itu kan mengurangi jumlah perguruan tingginya, kita kan sekarang juga mengurangi," ujarnya.
Saat ini, ia mengatakan pihaknya sedang memproses 200 usulan untuk melakukan merger perguruan tinggi, antara lain ada tiga perguruan tinggi ingin menyatu, empat perguruan tinggi ingin menyatu dan dua perguruan tinggi ingin bergabung menjadi satu.
Terkait usulan itu, pihaknya akan memeriksa apakah merger itu mampu membuat perguruan tinggi yang menyatu menjadi lebih sehat dan bermutu secara kualitas dan faktor finansial.
Salah satu persyaratan pendirian perguruan tinggi adalah kemampuan finansial. Pada lima tahun pertama, suatu perguruan tinggi yang baru berdiri masih mengembangkan dan mempromosikan diri untuk menarik lebih banyak mahasiswa berkuliah di sana.
Jika tidak memiliki cadangan finansial yang cukup, maka dalam lima tahun pertama itu, perguruan tinggi itu dapat saja mengalami hambatan untuk melanjutkan kegiatan operasional.
"Karena pada tahun pertama jumlah pendaftarnya tidak banyak karena kan belum banyak masyarakat yang tahu, tahun kedua ketiga tambah,biasanya itu sampai lima tahun nanti jumlah mahasiswanya cukup untuk membiayai operasional," tuturnya.
Di samping itu, Patdono mengatakan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah yakni 31,5 persen. Sementara, Malaysia sebesar 38 persen, Thailand sebesar 52 persen, Singapura sebesar 78 persen dan Korea sebesar 92 persen.
"Jadi memang persentase penduduk usia kuliah di Indonesia itu masih rendah," ujarnya.
Baca juga: Kemristekdikti percepat proses izin perguruan tinggi
Direktur Jenderal (Dirjen) Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknolog dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo di Jakarta, Selasa menuturkan jumlah perguruan tinggi di Indonesia saat ini terlalu banyak yakni 4.529 perguruan tinggi pada Januari 2017 dan sekarang angkanya sudah bertambah.
"Sekitar 70 persen perguruan tingginya itu kecil-kecil yang bentuknya akademi yang cuma satu program studi, dua program studi, sehingga meskipun jumlahnya itu banyak daya tampungnya itu cuma sedikit sehingga masih banyak yayasan yang ingin mendirikan perguruan tinggi swasta," kata Patdono.
Patdono mengatakan dari 4.529 perguruan tinggi di Indonesia itu, 14 persen dari total itu merupakan perguruan tinggi yang kurang sehat.
"Maka kurang sehat itulah, kita minta untuk merger di samping merger, bisa diakuisisi," ujarnya.
Untuk itu, Kemristekdikti mendorong penyatuan (merger) antar perguruan tinggi sehingga menjadi perguruan tinggi yang lebih sehat, berkualitas dan memiliki kekuatan finansial berkelanjutan.
"Saya sudah tidak mengeluarkan izin mendirikan universitas.kemudian kita membuat program merger dan akuisisi. Jadi, perguruan tinggi yang kecil-kecil itu silakan bergabung untuk menjadi perguruan tinggi yang lebih sehat dan lebih bermutu," tuturnya.
Dia mengatakan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menginginkan pada 2019, jumlah perguruan tinggi di bawah Kemristekdikti berkurang sebanyak 1.000 PT.
"Kami sudah merasa jumlah perguruan tinggi terlalu banyak tetapi kecil-kecil itu tidak bagus. Kita melihat kebijakan yang ada di Korea, China itu kan mengurangi jumlah perguruan tingginya, kita kan sekarang juga mengurangi," ujarnya.
Saat ini, ia mengatakan pihaknya sedang memproses 200 usulan untuk melakukan merger perguruan tinggi, antara lain ada tiga perguruan tinggi ingin menyatu, empat perguruan tinggi ingin menyatu dan dua perguruan tinggi ingin bergabung menjadi satu.
Terkait usulan itu, pihaknya akan memeriksa apakah merger itu mampu membuat perguruan tinggi yang menyatu menjadi lebih sehat dan bermutu secara kualitas dan faktor finansial.
Salah satu persyaratan pendirian perguruan tinggi adalah kemampuan finansial. Pada lima tahun pertama, suatu perguruan tinggi yang baru berdiri masih mengembangkan dan mempromosikan diri untuk menarik lebih banyak mahasiswa berkuliah di sana.
Jika tidak memiliki cadangan finansial yang cukup, maka dalam lima tahun pertama itu, perguruan tinggi itu dapat saja mengalami hambatan untuk melanjutkan kegiatan operasional.
"Karena pada tahun pertama jumlah pendaftarnya tidak banyak karena kan belum banyak masyarakat yang tahu, tahun kedua ketiga tambah,biasanya itu sampai lima tahun nanti jumlah mahasiswanya cukup untuk membiayai operasional," tuturnya.
Di samping itu, Patdono mengatakan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah yakni 31,5 persen. Sementara, Malaysia sebesar 38 persen, Thailand sebesar 52 persen, Singapura sebesar 78 persen dan Korea sebesar 92 persen.
"Jadi memang persentase penduduk usia kuliah di Indonesia itu masih rendah," ujarnya.
Baca juga: Kemristekdikti percepat proses izin perguruan tinggi
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: