Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Perempuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Devi Anggraini menegaskan perempuan adat dan alam merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Devi di Jakarta, Selasa, mengatakan hal yang tidak bisa dipisahkan itu misalnya dalam soal air besih, di mana perempuan membutuhkan akses lebih banyak guna mencukupi kebutuhan untuk merawat seluruh keluarga.

Selain itu, perempuan adat saat pergi berladang atau mencari sumber makanan di hutan, menurut Devi, tidak hanya sekadar mengupayakan ketersediaan pangan, tetapi melanjutkan pengetahuan alam lokal ke generasi berikutnya.

"Karena saat membawa anak-anaknya ke ladang atau hutan akan banyak pengetahuan tentang keanekaragaman hayati disalurkan perempuan adat ke anak-anak mereka. Selama perjalanan, mereka sambil mengajarkan anak-anaknya berbagai jenis tanaman khas di sana dan manfaatnya," ujar dia.

Ini bentuk pengetahuan lokal atau adat yang kurang terakomodasi dalam kehidupan modern, ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, banyak kesempatan pembelajaran dari perempuan adat itu yang hilang saat hutan juga hilang.

Hak kolektif perempuan adat, seperti salah satunya mempraktikkan keterampilan menganyam juga sering harus dihadapkan dengan keterbatasan bahan baku setelah hutan dan lahan dipegang konsesi.

Pemerintah dengan berbagai cara masuk ke ranah masyarakat adat dan menetapkan standar baru dengan membawa pengetahuan sendiri dan meletakkannya di komunitas masyarakat adat, namun akhirnya tidak bisa diikuti.

Anak-anak mereka pergi ke sekolah dan tidak lagi mempraktikkan adat istiadat dan pengetahuan yang dipegang orang tuanya.

Ini paradoks, ujar Devi. Situasi ini perlu serius diakomodasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sekarang dalam proses pembahasan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

"Sulit bagi perempuan adat untuk muncul karena masyarakat adat sebagai entitas dalam negara juga belum diakui. Di AMAN, kami lebih dalam menyikapi persoalan ini, bukan hanya berjuang meyakinkan DPR dan pemerintah saja tapi juga internal," ujar dia.

Kriminalisasi, kekerasan hingga perkosaan, menurut dia, juga dihadapi perempuan-perempuan adat yang menjadi buruh perkebuhan maupun tinggal di sekitar proyek-proyek infrastruktur.

Baca juga: AMAN bawa isu masyarakat adat ke pertemuan iklim global
Baca juga: Draf RUU berpotensi hilangkan hak masyarakat adat