Mataram (ANTARA News) - Suasana Sabtu (25/8/2018) malam di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang biasanya ramai, mendadak sepi.

Bagi sebagian warga Kota Mataram, suasana sepi ini diduga akibat dampak kabar "hoax" (berita bohong) yang menyebarkan isu akan adanya gempa susulan dahsyat yang akan terjadi pada Minggu (26/8/2018).

"Mungkin karena isu gempa itu, makanya sepi begini, memang biasanya ramai, tapi tidak seperti malam biasanya," kata Mahmudin, salah seorang pedagang kaki lima yang berada di Jalan Airlangga, Kota Mataram.

Dari pantauan Antara sekitar pukul 20.00 Wita, suasana sepi dapat dilihat dari volume kendaraan yang berlalu lalang sepanjang ruas jalan utama perkotaan.

Jalan Airlangga, Majapahit dan Pejanggik, yang biasanya di akhir pekan padat dengan kendaraan, nampak lebih lengang.

Begitu juga dengan tempat tongkrongan anak muda dan pusat perbelanjaan, tidak banyak pengunjung yang datang dan menghabiskan akhir pekannya di sana. Bahkan banyak di antaranya terlihat tutup lebih awal.

Seperti salah satu kedai tongkrongan favorit anak muda yang ada di Jalan Majapahit, Kota Mataram. Tempat tongkrongan yang berada dekat dengan Kampus Universitas Mataram ini hanya terlihat satu meja yang dipenuhi sekelompok muda-mudi.


Menangkal "Hoax"

Sebelumnya BMKG Stasiun Geofisika Mataram, pada 22 Agustus 2018, telah mengeluarkan surat edaran resmi yang menegaskan bahwa informasi gempa susulan dahsyat pada Minggu (26/8) tersebut tidak benar.

Karena itu BMKG meminta masyarakat untuk tenang namun tetap waspada di segala kondisi. Begitu juga diharapkan untuk tidak mempercayai berita-berita yang tersebar tanpa informasi yang jelas dari sumber terpercaya.

Melalui surat edarannya, disebutkan bahwa setiap harinya gempa bumi selalu terjadi di seluruh belahan dunia, namun tidak semua gempa bumi tersebut dirasakan.

Bahkan sampai saat ini, belum ada negara dengan teknologi apa pun di dunia yang mampu memprediksi kapan, di mana dan berapa kekuatan gempa bumi yang akan terjadi secara tepat di hari dan tanggalnya.

BMKG pun menegaskan bahwa tidak semua gempa bumi besar terjadi pada tanggal 26, termasuk pada Minggu, 26 Agustus 2018.

Untuk menyanggah kabar "hoax" ini pun, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho juga menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar.

Sutopo Purwo Nugroho meminta masyarakat mengabaikan "hoax" mengenai gempa susulan berkekuatan 7,5 Skala Richter (SR) yang dikabarkan bakal terjadi malam ini.

"Di Lombok masih banyak beredar hoax atau informasi menyesatkan di sosial media. Isinya bahwa nanti malam pukul 22.30 Wita hingga 23.59 Wita diperkirakan akan terjadi gempa susulan berkekuatan 7,5 SR dan diharapkan tidak berada di dalam rumah," kata Sutopo dalam pernyataan tertulisnya.

"Itu semua 'hoax', tidak benar. Ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia saat ini belum bisa memprediksi gempa secara pasti, di mana, kapan, berapa besar gempanya. Abaikan dan jangan ikut-ikutan menyebarkan," tegas Sutopo.

Ada juga hoax yang disebarkan dengan mencantumkan foto dan nama Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB berisi ramalan orang Belanda yang memperingatkan akan ada gempa besar.

"Jika masyarakat menerima informasi dalam bentuk apa pun mengenai akan terjadi gempa dengan menyebutkan waktu, kekuatan, lokasi, itu tidak benar," ungkap Sutopo.

Dalam akun media sosialnya di Twitter @Sutopo_PN, dia mengatakan bahwa "Harap diperhatikan. Jangan percaya dengan informasi-informasi yang menyesatkan tentang gempa".

Sutopo juga mengaku saat ada bencana pasti banyak beredar "hoax" sehingga dia mengingatkan masyarakat untuk selalu melakukan pengecekan dan tidak asal menyebarkan isu. Alangkah baiknya, masyarakat selalu mengacu kepada informasi dari badan yang berwenang menangani hal tersebut.

"Untuk urusan gempa, percayakan pada BMKG," tegas Sutopo.


Menelusuri Dalang

Terkait dengan kabar "hoax" yang sudah berhasil menghipnotis sebagian besar warga Kota Mataram untuk exodus ke luar daerah, Polda NTB mengambil peran dengan menelusuri jejak penyebarnya.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Kombes Pol Syamsuddin Baharuddin pada Jumat telah menegaskan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Mabes Polri sedang menyelidiki identitas pelaku yang menyebabkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat jadi terganggu.

"Situs-situs penyebar berita bohong yang membuat kepanikan warga sudah kita upayakan dengan menelusurinya. Tim Cyber Crime Polda NTB bersama Tim Cyber Crime Mabes Polri sekarang sedang bekerja," kata Syamsuddin.

Jika penyebarnya tertangkap, maka akan ada sanksi yang cukup berat. Pelaku dapat diancam dengan pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman enam tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Kepolisian bertekad menindak tegas siapa pun yang membuat dan menyebarkan informasi bohong (hoax).

Di sisi lain, warga Mataram dan masyarakat NTB pada umumnya, tampaknya sudah mulai terbiasa mendengar berbagai kabar tidak jelas yang "berseliweran" lewat berbagai media sosial dan lain-lain.

Musibah yang datang bertubi-tubi tentu akan lebih bijak disikapi dengan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa, ketimbang meladeni isu-isu tidak jelas yang dihembuskan pihak tak bertanggung jawab.

Baca juga: Kapolri: masyarakat Lombok jangan percaya "hoax"
Baca juga: BMKG : prediksi gempa magnitudo 7,0 hoax sesat