Asian Games 2018
Anang Yulianto, Tembus final dengan peluru pinjaman
25 Agustus 2018 17:17 WIB
Petembak Anang Yulianto menembak di final nomor 25 meter rapid fire pistol Asian Games 2018, di Jakabaring Sport City, Palembang, Sabtu (25/8). (ANTARA FOTO/INASGOC/Iggoy el Fitra.)
Palembang (ANTARA News) - Petembak Indonesia Anang Yulianto, memang gagal di final 25 meter rapid fire putra Asian Games (AG) 2018. Namun, di balik itu, ia sudah tampil habis-habisan untuk membela nama Indonesia dengan persiapan yang minim dan bermodal peluru pinjaman.
“Iya peluru pinjaman, mohon maaf,” kata Anang kepada Antara usai pertandingan di Jakabaring Sport City, Palembang, Sabtu.
Anang berada di ranking terakhir pada partai final karena hanya bisa mengumpulkan tujuh poin. Sementara itu, China merajai nomor ini karena dua petembaknya, yakni Zhaonan Yao dan Junmin Lin berhasil meraih emas dan perak dengan skor masing-masing 34 dan 33. Atlet Korea Selatan Junhong Kim meraih perunggu dengan 29 poin.
Baca juga: Dukung Anang, suporter Indonesia padati arena menembak
Penampilan Anang di babak kualifikasi nomor ini sebenarnya sudah cukup bagus. Petembak 41 tahun ini mendapatkan 579 poin dan bertengger di ranking empat. Selain itu, poin tersebut juga jauh lebih tinggi dari prestasinya di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 Jawa Barat.
“Saat PON 2016 saya mendapat 569 poin, dan di babak kualifikasi kali ini poin saya lebih tinggi. Saya memecahkan rekor pribadi sendiri,” ujarnya.
Ia mengatakan kegagalannya di final lebih disebabkan kurangnya persiapan untuk kejuaraan antar-bangsa di Asia itu. Pria yang juga anggota Korps Gegana Brimov Kelapa Dua ini hanya punya waktu dua bulan untuk berlatih, dan itu pun latihan tanpa peluru.
“Karena memang kita tidak pakai persiapan. Saya atlet nekad tanpa persiapan, datang langsung bertanding dan hanya modal mental saja,” ujarnya.
Selama dua persiapan jelang AG di Palembang, Anang hanya berlatih mengangkat pistol dengan posisi menembak tapi tidak menggunakan peluru. Amunisi baru bisa didapatkannya saat latihan resmi AG 2018. Itu pun karena petembak asal Palembang yang bernama Maharani Ardi, berbaik hati meminjamkan 200 butir peluru untuk Anang.
“200 butir peluru itu untuk PET (latihan), dan tanding kualifikasi dan final,” katanya.
Ketika ditanya bagaimana ia akan mengembalikan 200 peluru pinjaman itu, padahal dirinya gagal di final? “Gampang nanti untuk kembalikannya, kalau dapat peluru saya kembalikan,” kata Anang Yulianto.
Selama pertandingan AG 2018, semua petembak memang membawa perlengkapan dan amunsisi masing-masing. Namun, untuk Indonesia, hanya petembak binaan PB Perbakin yang mendapat perlengkapan lomba dan dibiayai oleh pemerintah Indonesia untuk Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas).
Sementara itu, petembak seperti Anang dan lainnya dari nomor senjata shotgun harus membiayai pelatihan mereka sendiri.
Dengan kegagalan Anang ini, maka Indonesia hanya meraih satu medali perak pada hari ini lewat petembak Muhammad Sejahtera Dwi Putra di nomor 10 meter running target campuran.
Baca juga: Indonesia akhirnya raih medali cabang menembak
Baca juga: Cabang menembak, "lumbung" emas Asian Games yang diabaikan
“Iya peluru pinjaman, mohon maaf,” kata Anang kepada Antara usai pertandingan di Jakabaring Sport City, Palembang, Sabtu.
Anang berada di ranking terakhir pada partai final karena hanya bisa mengumpulkan tujuh poin. Sementara itu, China merajai nomor ini karena dua petembaknya, yakni Zhaonan Yao dan Junmin Lin berhasil meraih emas dan perak dengan skor masing-masing 34 dan 33. Atlet Korea Selatan Junhong Kim meraih perunggu dengan 29 poin.
Baca juga: Dukung Anang, suporter Indonesia padati arena menembak
Penampilan Anang di babak kualifikasi nomor ini sebenarnya sudah cukup bagus. Petembak 41 tahun ini mendapatkan 579 poin dan bertengger di ranking empat. Selain itu, poin tersebut juga jauh lebih tinggi dari prestasinya di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 Jawa Barat.
“Saat PON 2016 saya mendapat 569 poin, dan di babak kualifikasi kali ini poin saya lebih tinggi. Saya memecahkan rekor pribadi sendiri,” ujarnya.
Ia mengatakan kegagalannya di final lebih disebabkan kurangnya persiapan untuk kejuaraan antar-bangsa di Asia itu. Pria yang juga anggota Korps Gegana Brimov Kelapa Dua ini hanya punya waktu dua bulan untuk berlatih, dan itu pun latihan tanpa peluru.
“Karena memang kita tidak pakai persiapan. Saya atlet nekad tanpa persiapan, datang langsung bertanding dan hanya modal mental saja,” ujarnya.
Selama dua persiapan jelang AG di Palembang, Anang hanya berlatih mengangkat pistol dengan posisi menembak tapi tidak menggunakan peluru. Amunisi baru bisa didapatkannya saat latihan resmi AG 2018. Itu pun karena petembak asal Palembang yang bernama Maharani Ardi, berbaik hati meminjamkan 200 butir peluru untuk Anang.
“200 butir peluru itu untuk PET (latihan), dan tanding kualifikasi dan final,” katanya.
Ketika ditanya bagaimana ia akan mengembalikan 200 peluru pinjaman itu, padahal dirinya gagal di final? “Gampang nanti untuk kembalikannya, kalau dapat peluru saya kembalikan,” kata Anang Yulianto.
Selama pertandingan AG 2018, semua petembak memang membawa perlengkapan dan amunsisi masing-masing. Namun, untuk Indonesia, hanya petembak binaan PB Perbakin yang mendapat perlengkapan lomba dan dibiayai oleh pemerintah Indonesia untuk Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas).
Sementara itu, petembak seperti Anang dan lainnya dari nomor senjata shotgun harus membiayai pelatihan mereka sendiri.
Dengan kegagalan Anang ini, maka Indonesia hanya meraih satu medali perak pada hari ini lewat petembak Muhammad Sejahtera Dwi Putra di nomor 10 meter running target campuran.
Baca juga: Indonesia akhirnya raih medali cabang menembak
Baca juga: Cabang menembak, "lumbung" emas Asian Games yang diabaikan
Pewarta: FB AnggoroAnggoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018
Tags: