Sulitnya menjangkau mereka yang terisolir pascagempa Lombok
25 Agustus 2018 13:56 WIB
Mataram, 25/8 (Antara) - Keluarga Jumain, warga Dusun Pelolat, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu, tetap menganggap gula aren sumber kehidupannya sehingga tetap memproduksinya meski baru saja tertimpa gempa bumi. Mereka menjual gula aren itu Rp25 ribu per batok kelapa.
Mataram (ANTARA News) - Selepas jalan tanah antarkecamatan yang tengah dikeraskan, kendaraan roda dua pun harus berbelok ke kiri dengan mulut jalan hanya cukup untuk satu motor saja.
Semula terpikirkan yang ada di mulut jalan itu adalah mulut jalan ke dusun. Tapi ternyata itu pintu masuk awal perjalanan menantang menuju Dusun Pelolat, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jalan setapak yang sudah dibeton itu, hanya cukup untuk satu motor saja. Mengikuti kontur naik turun dan kelokan tajam.
Memang perlu keahlian tersendiri dalam melintasi jalan itu, kalau tidak ingin terjerembab ke dalam jurang ratusan meter yang berada di kanan jalan. Jika berpapasan dengan sepeda motor, mau tidak mau harus ada yang mengalah. Mengalahnya dengan menempelkan motor ke tebing tanah jalan setapak itu.
Setelah 15 menit yang bikin jantung dag dig dug itu setelah melewati tanjakan panjang, tepat di bawah jalan setapak itu, terlihat atap rumah seng.
Maju sedikit lagi, sampailah ke rumah kedua di jalur itu. Memang Dusun Pelolat ini, tidak terlalu berdampak atas gempa 6,9 Skala Richter (SR) namun ancaman tanah longsor mengintai.
Bagaimana tidak, rumah-rumah di dusun itu berada di di lereng curam dengan memanfaatkan umpakan tanah rata. Dan rumah-rumahnya itu, tampak bersusun ke bawah. Jika sedang berada objek wisata kenamaan di nusantara maupun internasional yakni Pantai Senggigi dan menengok ke belakang, terhampar perbukitan.
Itulah dusun mereka yang sudah dihuni turun temurun. "Saat gempa terasa juga goyangannya dari sini," kata Jumain, warga setempat.
Baca juga: BNPB: situasi di Lombok dalam masa transisi
Sebenarnya dia sempat khawatir akan terjadi longsoran dari puncak bukit, namun dia yakin orang tuanya sudah mengajarkan bahwa tinggal di dusun itu aman. "Khawatir tetap khawatir, tapi aman. Lihat saja rumah saya dari batu, tidak rubuh," katanya.
Sebenarnya dusun yang ditinggali Jumain itu baru dusun awal, karena masih ada dusun lainnya di jalan setapak yang melingkari setengah Bukit Batu Layar. Tidak terbayangkan jalur itu di depannya.
Dia mengaku sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah terutama bantuan. "Sekarang mengandalkan makanan yang ada saja," katanya.
Setelah mengunjungi Dusun Pelolat, perjalanan dilanjutkan kembali ke Dusun Apit Aiq, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Perjalanan ini juga tidaklah mudah, dari jalan antar kecamatan yang akan diaspal itu, turun ke arah lembah dengan membelah hutan bambu sampai ke dasar kemudian berbelok ke kanan dan melintas jembatan. Di situlah dusun Apit Aiq berada.
Perjalanan turun ke Dusun Orong, Desa Batu Layar, dari Ait Aiq, tidak kalah menegangkan karena di kiri jalan terpampang jurang dalam dan di seberang terlihat punggungan gunung yang tadi telah dilewati menuju Dusun Pelolat. Dari atas terlihat tenda-tenda bertebaran di lereng punggung seberang.
Untuk dusun yang satu ini, saat ini menyisakan hanya tinggal enam rumah saja dari 132 rumah yang ada, sisanya warga terpaksa tinggal di tenda alakadarnya di sela-sela bangunan yang sudah roboh.
Rumah tembok milik warga tampak berserakan saat kendaraan menjelang mencapai dusun tersebut. Lokasi setiap rumah itu, tidak bergerombol melainkan berjauhan atau paling tidak sekitar 10 sampai 20 meter. Warga pun mendirikan rumah dengan memanfaatkan tanah berkontur rata.
Warga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh bangunan, saat ini tinggal di tenda darurat. Tenda yang dimiliki itu memanfaatkan terpal bekas karena sampai sekarang bantuan dari pemerintah tak kunjung tiba.
Warga menyebutkan rumah di dusun itu hancur lebur pasca terjadi gempa 7 Skala Richter yang terjadi pada Minggu (5/8), sampai masjid yang selama ini dimanfaatkan warga tidak luput rusak.
"Sekarang ini, tinggal tersisa enam rumah saja dari 132 rumah yang semula ada," kata mantan Kepala Dusun Apit Aiq, Bahrain Arhap Hidayat di lokasi.
Baca juga: Korban gempa Lombok tetap produksi gula aren
Selain itu, terdapat beberapa warga juga yang memanfaatkan kandang merpati yang panjangnya seukuran orang dewasa, dijadikan rumah tempat tinggal sementara. "Burung merpatinya di luar saja, kita bersihkan. Lumayan untuk beristirahat," kata Alamin.
Ironisnya, sampai sekarang warga baru mendapatkan bantuan beras saja dari pemerintah yakni sebanyak tiga kilogram untuk enam kepala keluarga, untuk lauk pauknya tidak ada. "Kami pun memanfaatkan talas, bagi yang tidak punya talas makan kelapa muda," katanya.
Dia sudah beberapa kali mencoba mendatangi kantor desa untuk meminta bantuan makanan. Tapi sampai sekarang tidak ditanggapi, katanya.
"Sampai-sampai kami berasumsi bahwa dusun kami ini memang anak tiri, bayangkan saja dusun yang ada di bawah dan rumahnya yang roboh hanya sedikit, tapi mendapatkan makanan yang cukup," katanya.
Warga pun sudah frustasi dengan ketidakpedulian pemerintah atas nasibnya. "Saat ini kami tinggal di tenda darurat, terpal saja tidak ada. Bapak bisa lihat itu tenda yang ada, bekas penampungan air hujan di kolam," katanya.
Target Pemerintah
Pemerintah menargetkan pembangunan kembali rumah-rumah warga yang rusak akibat gempa bumi Lombok dapat selesai paling lama enam bulan mulai pekan depan, kata Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Minggu depan bisa dimulai. Enam bulan, seluruhnya harus selesai. Jadi setelah tanggap darurat, Presiden minta rehabilitasi. Saya katakan tadi, dari menangis ke berkeringat untuk membangun Lombok kembali," kata Wapres Kalla.
Wapres mengatakan Pemerintah Pusat siap membantu masyarakat Lombok dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa.
"Gubernur, bupati akan dibantu oleh kementerian-kementerian dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai selesai, enam bulan harus selesai untuk rekonstruksi rumah. Untuk fasilitas umum, seperti sekolah, rumah sakit, masjid itu setahun," jelasnya.
Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk uang rekonstruksi dan juga pendampingan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam memberikan petunjuk teknis membangun rumah tahan gempa.
Dana rekonstruksi tersebut diberikan sesuai dengan kerusakan rumah yang dialami masyarakat, yakni rusak berat sebesar Rp50 juta, rusak sedang Rp25 juta dan rusak ringan Rp10 juta.
Untuk penyediaan material konstruksi, bahan bangunan akan didatangkan dari Surabaya, dengan kerja sama antara pengusaha-pengusaha di NTB dan Surabaya di bawah koordinasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) setempat.
"Kita akan minta pengusaha-pengusaha dan Kadin di sini untuk ikut bertanggung jawab, kerja sama dengan pengusaha industri di Surabaya; karena umumnya semen dan material lainnya itu datang dari Surabaya," jelasnya.
Baca juga: BNPB: Tanggap darurat penanganan gempa Lombok berakhir
Baca juga: Tak ada beras, talas pun jadi bagi korban gempa Lombok
Baca juga: Rekonstruksi bangunan pascagempa mulai awal September
Semula terpikirkan yang ada di mulut jalan itu adalah mulut jalan ke dusun. Tapi ternyata itu pintu masuk awal perjalanan menantang menuju Dusun Pelolat, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jalan setapak yang sudah dibeton itu, hanya cukup untuk satu motor saja. Mengikuti kontur naik turun dan kelokan tajam.
Memang perlu keahlian tersendiri dalam melintasi jalan itu, kalau tidak ingin terjerembab ke dalam jurang ratusan meter yang berada di kanan jalan. Jika berpapasan dengan sepeda motor, mau tidak mau harus ada yang mengalah. Mengalahnya dengan menempelkan motor ke tebing tanah jalan setapak itu.
Setelah 15 menit yang bikin jantung dag dig dug itu setelah melewati tanjakan panjang, tepat di bawah jalan setapak itu, terlihat atap rumah seng.
Maju sedikit lagi, sampailah ke rumah kedua di jalur itu. Memang Dusun Pelolat ini, tidak terlalu berdampak atas gempa 6,9 Skala Richter (SR) namun ancaman tanah longsor mengintai.
Bagaimana tidak, rumah-rumah di dusun itu berada di di lereng curam dengan memanfaatkan umpakan tanah rata. Dan rumah-rumahnya itu, tampak bersusun ke bawah. Jika sedang berada objek wisata kenamaan di nusantara maupun internasional yakni Pantai Senggigi dan menengok ke belakang, terhampar perbukitan.
Itulah dusun mereka yang sudah dihuni turun temurun. "Saat gempa terasa juga goyangannya dari sini," kata Jumain, warga setempat.
Baca juga: BNPB: situasi di Lombok dalam masa transisi
Sebenarnya dia sempat khawatir akan terjadi longsoran dari puncak bukit, namun dia yakin orang tuanya sudah mengajarkan bahwa tinggal di dusun itu aman. "Khawatir tetap khawatir, tapi aman. Lihat saja rumah saya dari batu, tidak rubuh," katanya.
Sebenarnya dusun yang ditinggali Jumain itu baru dusun awal, karena masih ada dusun lainnya di jalan setapak yang melingkari setengah Bukit Batu Layar. Tidak terbayangkan jalur itu di depannya.
Dia mengaku sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah terutama bantuan. "Sekarang mengandalkan makanan yang ada saja," katanya.
Setelah mengunjungi Dusun Pelolat, perjalanan dilanjutkan kembali ke Dusun Apit Aiq, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Perjalanan ini juga tidaklah mudah, dari jalan antar kecamatan yang akan diaspal itu, turun ke arah lembah dengan membelah hutan bambu sampai ke dasar kemudian berbelok ke kanan dan melintas jembatan. Di situlah dusun Apit Aiq berada.
Perjalanan turun ke Dusun Orong, Desa Batu Layar, dari Ait Aiq, tidak kalah menegangkan karena di kiri jalan terpampang jurang dalam dan di seberang terlihat punggungan gunung yang tadi telah dilewati menuju Dusun Pelolat. Dari atas terlihat tenda-tenda bertebaran di lereng punggung seberang.
Untuk dusun yang satu ini, saat ini menyisakan hanya tinggal enam rumah saja dari 132 rumah yang ada, sisanya warga terpaksa tinggal di tenda alakadarnya di sela-sela bangunan yang sudah roboh.
Rumah tembok milik warga tampak berserakan saat kendaraan menjelang mencapai dusun tersebut. Lokasi setiap rumah itu, tidak bergerombol melainkan berjauhan atau paling tidak sekitar 10 sampai 20 meter. Warga pun mendirikan rumah dengan memanfaatkan tanah berkontur rata.
Warga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh bangunan, saat ini tinggal di tenda darurat. Tenda yang dimiliki itu memanfaatkan terpal bekas karena sampai sekarang bantuan dari pemerintah tak kunjung tiba.
Warga menyebutkan rumah di dusun itu hancur lebur pasca terjadi gempa 7 Skala Richter yang terjadi pada Minggu (5/8), sampai masjid yang selama ini dimanfaatkan warga tidak luput rusak.
"Sekarang ini, tinggal tersisa enam rumah saja dari 132 rumah yang semula ada," kata mantan Kepala Dusun Apit Aiq, Bahrain Arhap Hidayat di lokasi.
Baca juga: Korban gempa Lombok tetap produksi gula aren
Selain itu, terdapat beberapa warga juga yang memanfaatkan kandang merpati yang panjangnya seukuran orang dewasa, dijadikan rumah tempat tinggal sementara. "Burung merpatinya di luar saja, kita bersihkan. Lumayan untuk beristirahat," kata Alamin.
Ironisnya, sampai sekarang warga baru mendapatkan bantuan beras saja dari pemerintah yakni sebanyak tiga kilogram untuk enam kepala keluarga, untuk lauk pauknya tidak ada. "Kami pun memanfaatkan talas, bagi yang tidak punya talas makan kelapa muda," katanya.
Dia sudah beberapa kali mencoba mendatangi kantor desa untuk meminta bantuan makanan. Tapi sampai sekarang tidak ditanggapi, katanya.
"Sampai-sampai kami berasumsi bahwa dusun kami ini memang anak tiri, bayangkan saja dusun yang ada di bawah dan rumahnya yang roboh hanya sedikit, tapi mendapatkan makanan yang cukup," katanya.
Warga pun sudah frustasi dengan ketidakpedulian pemerintah atas nasibnya. "Saat ini kami tinggal di tenda darurat, terpal saja tidak ada. Bapak bisa lihat itu tenda yang ada, bekas penampungan air hujan di kolam," katanya.
Target Pemerintah
Pemerintah menargetkan pembangunan kembali rumah-rumah warga yang rusak akibat gempa bumi Lombok dapat selesai paling lama enam bulan mulai pekan depan, kata Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Minggu depan bisa dimulai. Enam bulan, seluruhnya harus selesai. Jadi setelah tanggap darurat, Presiden minta rehabilitasi. Saya katakan tadi, dari menangis ke berkeringat untuk membangun Lombok kembali," kata Wapres Kalla.
Wapres mengatakan Pemerintah Pusat siap membantu masyarakat Lombok dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa.
"Gubernur, bupati akan dibantu oleh kementerian-kementerian dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai selesai, enam bulan harus selesai untuk rekonstruksi rumah. Untuk fasilitas umum, seperti sekolah, rumah sakit, masjid itu setahun," jelasnya.
Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk uang rekonstruksi dan juga pendampingan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam memberikan petunjuk teknis membangun rumah tahan gempa.
Dana rekonstruksi tersebut diberikan sesuai dengan kerusakan rumah yang dialami masyarakat, yakni rusak berat sebesar Rp50 juta, rusak sedang Rp25 juta dan rusak ringan Rp10 juta.
Untuk penyediaan material konstruksi, bahan bangunan akan didatangkan dari Surabaya, dengan kerja sama antara pengusaha-pengusaha di NTB dan Surabaya di bawah koordinasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) setempat.
"Kita akan minta pengusaha-pengusaha dan Kadin di sini untuk ikut bertanggung jawab, kerja sama dengan pengusaha industri di Surabaya; karena umumnya semen dan material lainnya itu datang dari Surabaya," jelasnya.
Baca juga: BNPB: Tanggap darurat penanganan gempa Lombok berakhir
Baca juga: Tak ada beras, talas pun jadi bagi korban gempa Lombok
Baca juga: Rekonstruksi bangunan pascagempa mulai awal September
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018
Tags: