Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Jambi 2016-2021 Zumi Zola didakwa menyuap 52 orang anggota DPRD Jambi 2014-2019 senilai Rp16,49 miliar agar menyetujui Rancangan Perda APBD TA 2017 menjadi Perda APBD TA 2017 dan Raperda APBD TA 2018 menjadi Perda APBD TA 2018.

"Terdakwa Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021 bersama-sama dengan Apif Firmansyah, Erwan Malik selaku Plt Sekretaris Daerah Pemda Jambi, Arfan selaku Plt Kepala Dinas PUPR Jambi dan Saipudin selaku Asisten 3 Sekretariat Jambi memberikan sejumlah Rp13,09 miliar dan Rp3,4 miliar kepada pimpinan dan anggota DPRD Jambi periode 2014-2019 dengan maksud agar pimpinan dan anggota DPRD Jambi menyetujui Rancangan Perda APBD TA 2017 dan 2018," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Tri Anggoro Mukti di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Sekitar November 2016 pada saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi TA 2017 terdakwa Zumi Zola memperoleh laporan Kadis PUPR Dody Irawan mengenai adanya permintaan uang dari pimpinan DPRD Cornelis Buston dan Ketua Komisi III DPRD Zainal Abidin terkait pengesahan RAPBD TA 2017 untuk seluruh anggota DPRD dengan rincian anggota biasa masing-masing Rp200 juta, anggota badan anggaran (banggar) Rp225 juta dan anggota Komisi III sejumlah Rp375 juta.

Zumi lalu memerintahkan bendahara tim sukses pemilihan Gubernur Jambi sekaligus sebagai asisten pribadi Zumi Zola yaitu Apif Firmansyah untuk menyelesaikan permintaan tersebut dengan cara mengumpulkan uang dari rekanan dengan catatan tidak mengurangi persentase "fee" milik Zumi sekaligus mengingatkan Apif agar memperhatikan rekanan yang membantu supaya dapat memperoleh proyek di TA 2017.

Apif, Dody dan seorang rekanan yaitu Muhammad Imaduddin alias Iim lalu mengumpulkan nama-nama rekanan yaitu Joe Fandy Yoesman alias Asiang, Hartono alias Aliang, Kendry Arion alias Akeng, Rudy Lidra, Ismail alias Mael, Andi Putra Wijaya alias Andi Kerinci, Muhammad Imaduddin alias Iim, Hendri Atas alias Ateng, Abeng, Paut Syakarin, Musa Effendi.

Pada November 2016, Apif menemui pimpnan DPRD dan menyepakati besaran uang ketok palu masing-masing anggota DPRD sejumlah Rp200 juta yang diserahkan secara bertahap sedangkan besaran untuk pimpinan yaitu Cornelis Buston sejumlah Rp1 miliar, Abdulrahman Ismail Syahbandar sejumlah Rp600 miliar, Chumaidi Zaidi sejumlah Rp650 juta serta Zeerman Manap sehingga seluruhnya mencapai Rp15,4 miliar.

Pada 26 November 2016, kembali ada tambahan untuk 13 orang anggota Komisi III yakni Rp175 juga sehingga keseluruhannya sejumlah Rp2,3 miliar yang diberikan oleh Paut Syakarin selaku kontraktor.

"Setelah ada kesepakatan uang ketok palu dari terdakwa, maka rapat paripurna pada 30 November 2016 berjalan lancar dan quorum sehingga mengesahkan RAPBD TA 2017 menjadi Peraturan Daerah APBD TA 2017 dilanjutkan penandatangan perda APBD oleh terdakwa selaku gubernur dan Cornelis Buston selaku pimpinan DPRD," ungkap jaksa Tri.

Untuk memenuhi uang ketok palu itu, Apif meminta Dody dan Iim menerima uang dari para rekanan seluruhnya berjumlah Rp9,125 miliar dari kebutuhan Rp15,4 miliar.

Untuk memenuhi kekurangan tersebut, Apif menggunakan uang fee (ijon) proyek APBD TA 2017 yang dikumpulkan dari rekanan yang rencananya akan diserahkan kepada pimpinan dan anggota DPRD pada penyerahan tahap kedua.

"Sebagai realisasi uang ketok palu, sejak Januari-Mei 2017, Kusdinar membagikan uang kepada anggota DPRD Jambi secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp8,9 miliar kepada fraksi Demokrat, Golkar, PDIP, Gerindra, PKB, PAN, PPP, Bintang Reformasi, Restorasi Nurani," ungkap jaksa.

Pimpinan DPRD juga mendapatkan uang ketok palu APBD TA 2017 yaitu kepada Cornelis Buston, Zoerman Manap, AR Syahbandar, Chumidi Zaidi. Doddy juga meminta Iim untuk menyerahkan tambahan uang ketok palu sejumlah Rp140 juta untuk 27 orang anggota DPRD Jambi sehingga keseluruhan realisasinya mencapai Rp13,09 miliar tapi masih ada 8 orang yang belum menerima uang ketok palu TA 2017.

Selanjutnya pemberian terkait APBD TA 2018 juga dimintakan oleh Ketua Fraksi PAN Supriyono kepada orang kepercayaan Zumi Asrul Pandapotan Sihotang dengan besaran anggota biasa Rp200 juta, anggota Komisi III sejumlah Rp300 juta, pimpinan Komisi III Rp600 juta.

"Supriyono sendiri meminta proyek senilai Rp100 miliar untuk anggota PAN guna menghidupi partai," kata jaksa Tri.

Terkait permintaan proyek senilai Rp100 miliar, Zumi keberatan karena nilainya terlalu besar, sehingga ia mengatakan akan memberikan proyek kepada DPW PAN senilai Rp50 miliar saja dan pelaksanaannya agar Supriyono berkoordinasi dengan Plt Kadis PUPR Jambi Arfan.

Pimpinan dewan juga meminta proyek dan jatah "fee" sebesar 2 persen dari nilai proyek tahun jamak Jalan Layang Simpang Mayang dalam kota Jambi. Disepakti uang panjar sejumlah Rp50-100 juta kepada setiap anggota DPRD.

"Terdakwa menyetujuinya dengan harapan Erwan Malik dan Arfan menyelesaikan permintaan uang ketok palu bagi anggota DPRD tersebut, dengan pesan 'yang penting jangan pakai uang saya'. Selain itu terdakwa juga berpesan agar Erwan Malik tidak membuat malu dirinya, apabila APBD tidak disahkan karena terdakwa sebelumnya mengetahui cara menghadapi Anggota DPRD terkait dengan pengesahan APBD 2017 dengan memberikan sejumlah uang kepada anggota DPRD Provinsi Jambi yang dikoordinir oleh Apif Firmansuah yang diserahkan melalui Kusdinar," tambah jaksa Tri.

Uang diserahkan pada 27 November 2017 di almart daerah Simpang Tehok kota Jambi senilai Rp5 miliar. Uang diterima Arfan dari Ali Tonang alias Ahui.

Uang kemudian diantarkan kepada Kepala UPTD Peralatan dan Perbekalan Dinas PUPR Provinsi Jambi Wasis Sudibyo untuk membagi-bagi uang yang terbungkus dalam kardus ke dalam beberapa kantong plastik yang akan diberikan kepada seluruh perwakilan Fraksi di DPRD Provinsi Jambi dengan besaran uang yang jumlahnya bervariasi.

Uang tersebut dibagikan ke fraksi Hanura sebagai perwakilan Fraksi Restorasi Nurani, PDIP, PPP, Golkar, PKB sedangkan sisa untuk 3 perwakilan fraksi yang belum menerima uang ketok palu yaitu PAN, Demokrat dan Gerindra.

Atas perbuatannya, Zumi didakwa pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Selain didakwa memberikan suap, Zumi juga didakwa menerima gratifikasi Rp40,477 miliar dolar ditambah 177,3 ribu dolar AS (sekira Rp2,594 miliar) serta 100 ribu dolar Singapura (sekira Rp1,067 miliar) sehingga totalnya Rp44,138 miliar dan mobil Alphard.

Baca juga: Zumi Zola akan segera disidang

Baca juga: KPK tetapkan Zumi Zola sebagai tersangka suap RAPBD Jambi 2017

Baca juga: KPK dalami peran keluarga Zumi terkait gratifikasi