Pakar lingkungan raih anugerah LIPI Sarwono Award XVII
23 Agustus 2018 10:51 WIB
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko (kiri) menyerahkan anugerah LIPI Sarwono Award XVII kepada Prof. Dr. Daniel Murdiyarso (kanan) yang merupakan pakar bidang perubahan iklim dan lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) di Jakarta, Kamis (23/8/2018).
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan anugerah LIPI Sarwono Award XVII kepada Prof. Dr. Daniel Murdiyarso sebagai pakar bidang perubahan iklim dan lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto saat membacakan petikan keputusan Kepala LIPI untuk Anugerah LIPI Sarwono Award 2018 di Jakarta, Kamis, mengatakan pemberian anugerah ini mempertimbangkan jasa Prof. DR. Daniel Murdiyarso dalam melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan kepakaran perubahan iklim dan linkungan hidup.
Penganugerahan LIPI Sarwono Award merupakan penghargaan kepada perorangan yang telah menunjukkan prestasi luar biasa dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kemanusiaan. Penghargaan ini diberikan bagi para ilmuwan yang mendedikasikan diri dan mengabdikan hidupnya untuk kemajuan sains.
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko dalam penyerahan penghargaan mengatakan beliau ilmuwan Indonesia yang merupakan Guru Besar Ilmu Atmosfir Fakuktas MIPA IPB.
Daniel Murdiyarso sebagai penerima LIPI Sarwono Award XVII sebagai pakar iklim kehutanan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, lanjutnya, juga merupakan salah satu peneliti yang berkontribusi terhadap Nobel Perdamaian 2007 untuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Ia juga merupakan penerima Ahmad Bakrie Award di bidang Sains pada tahun 2010 dan merupakan salah satu peneliti senior di Center for Internation Forestry Research (CIFOR).
Pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah, ini aktif pula dalam penelitian terkait perubahan tata guna lahan, siklus biogeokimia, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Sejak 2002, pria berkacamata ini juga aktif sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Pada 2000, pakar yang sekarang sedang fokus dengan perlindungan lahan basah di Indonesia ini pernah menjabat sebagai Deputi Kementrian Lingkungan Hidup. Secara pendidikan, menurut Handoko, Daniel menamatkan pendidikan sarjana di Fakultas Kehutanan IPB dan mendapatkan gelar PhD pada tahun 1985 dari Universitas Reading, Inggris.
NFP UNFCCC ini punya 122 publikasi ilmiah dan berbagai buku terkait iptek perubahan iklim. "Beliau sangat pantas dianugerahi LIPI Sarwono Ward XVII," ujar Handoko.
Penerima LIPI Sarwono Award XVII Prof. Dr. Daniel Murdiyarso mengatakan perjalanan sepi peneliti sering menolong untuk memahami hidup. "Biasanya cukup membosankan dan membuat bertanya apakah ini memang yang dipilih".
Sering kali topik penelitian tidak populer dan membahayakan pihak lain. Namun, menurut dia, sains memberikan tempat terhormat, terlebih jika dikaitkan dengan persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi setiap tahun di Indonesia.
"Bukti sains sering kali dimintakan kepada peneliti terkait isu ini. Sains diminta bicara soal proyek sejuta hektare lahan gambut di Kalimantan Tengah. Kita juga sedang mencari tahu dampak pembangunan jalan tol di Teluk Benoa, Bali," ujar Daniel.
Terkait perubahan iklim, ia mengatakan konservasi hutan sangat penting selain melakukan rehabilitasi. Sedangkan untuk penyebab perubahan iklim, dirinya menyebut penggunaan energi fosil yang terlalu besar untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara selain juga deforestasi yang besar terjadi di Indonesia maupun di dunia.
Perlu iptek dan peralatan yang memungkinkan untuk melakukan assessment kandungan karbon biomassa yang saat ini dikurangi secara besar-besaran, ujar dia.
Baca juga: Azyumardi Azra sang penerima LIPI Sarwono Award bicara soal kebhinekaan
Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto saat membacakan petikan keputusan Kepala LIPI untuk Anugerah LIPI Sarwono Award 2018 di Jakarta, Kamis, mengatakan pemberian anugerah ini mempertimbangkan jasa Prof. DR. Daniel Murdiyarso dalam melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan kepakaran perubahan iklim dan linkungan hidup.
Penganugerahan LIPI Sarwono Award merupakan penghargaan kepada perorangan yang telah menunjukkan prestasi luar biasa dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kemanusiaan. Penghargaan ini diberikan bagi para ilmuwan yang mendedikasikan diri dan mengabdikan hidupnya untuk kemajuan sains.
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko dalam penyerahan penghargaan mengatakan beliau ilmuwan Indonesia yang merupakan Guru Besar Ilmu Atmosfir Fakuktas MIPA IPB.
Daniel Murdiyarso sebagai penerima LIPI Sarwono Award XVII sebagai pakar iklim kehutanan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, lanjutnya, juga merupakan salah satu peneliti yang berkontribusi terhadap Nobel Perdamaian 2007 untuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Ia juga merupakan penerima Ahmad Bakrie Award di bidang Sains pada tahun 2010 dan merupakan salah satu peneliti senior di Center for Internation Forestry Research (CIFOR).
Pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah, ini aktif pula dalam penelitian terkait perubahan tata guna lahan, siklus biogeokimia, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Sejak 2002, pria berkacamata ini juga aktif sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Pada 2000, pakar yang sekarang sedang fokus dengan perlindungan lahan basah di Indonesia ini pernah menjabat sebagai Deputi Kementrian Lingkungan Hidup. Secara pendidikan, menurut Handoko, Daniel menamatkan pendidikan sarjana di Fakultas Kehutanan IPB dan mendapatkan gelar PhD pada tahun 1985 dari Universitas Reading, Inggris.
NFP UNFCCC ini punya 122 publikasi ilmiah dan berbagai buku terkait iptek perubahan iklim. "Beliau sangat pantas dianugerahi LIPI Sarwono Ward XVII," ujar Handoko.
Penerima LIPI Sarwono Award XVII Prof. Dr. Daniel Murdiyarso mengatakan perjalanan sepi peneliti sering menolong untuk memahami hidup. "Biasanya cukup membosankan dan membuat bertanya apakah ini memang yang dipilih".
Sering kali topik penelitian tidak populer dan membahayakan pihak lain. Namun, menurut dia, sains memberikan tempat terhormat, terlebih jika dikaitkan dengan persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi setiap tahun di Indonesia.
"Bukti sains sering kali dimintakan kepada peneliti terkait isu ini. Sains diminta bicara soal proyek sejuta hektare lahan gambut di Kalimantan Tengah. Kita juga sedang mencari tahu dampak pembangunan jalan tol di Teluk Benoa, Bali," ujar Daniel.
Terkait perubahan iklim, ia mengatakan konservasi hutan sangat penting selain melakukan rehabilitasi. Sedangkan untuk penyebab perubahan iklim, dirinya menyebut penggunaan energi fosil yang terlalu besar untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara selain juga deforestasi yang besar terjadi di Indonesia maupun di dunia.
Perlu iptek dan peralatan yang memungkinkan untuk melakukan assessment kandungan karbon biomassa yang saat ini dikurangi secara besar-besaran, ujar dia.
Baca juga: Azyumardi Azra sang penerima LIPI Sarwono Award bicara soal kebhinekaan
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: