Warga Mandayin mengungsi lagi pascagempa 6,9 SR
22 Agustus 2018 13:52 WIB
Seorang warga membersihkan puing-puing rumahnya yang roboh pascagempa di Desa Padak Guar, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB, Senin (20/8/2018). Pascagempa bumi yang berkekuatan 7 Skala Richter mengguncang Lombok pada Minggu malam pukul 22.56 Wita mengakibatkan sejumlah rumah di daerah tersebut roboh dan puluhan warga mengungsi. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Mataram (ANTARA News) - Warga Mandayin di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), terpaksa harus kembali lagi ke tenda-tenda pengungsian pascagempa 6,9 Skala Richter (SR) yang terjadi pada Minggu (19/8).
Sebenarnya pada Jumat (17/8), warga sudah pulang ke rumah masing-masing dari Posko Pengungsian Lapangan Mandayin di Lombok Timur, kata Hafsal yang juga merupakan salah seorang warga asal Mandayin.
Tapi gempa terjadi lagi pada Minggu (19/8), sehingga warga kembali lagi ke posko pengungsian yang pernah dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo, katanya kepada Antara di Lombok Timur.
Saat itu, kata dia, tenda pleton sudah banyak yang kosong dan warga yang rumahnya hanya rusak sedang mulai membersihkan rumahnya masing-masing. Sebagian lagi memilih mendirikan tenda darurat di depan rumahnya. "Datang lagi gempa, sekarang warga dusun sebelah juga sudah mulai mengungsi ke posko Mandayin," tandasnya.
Ia mengaku trauma berkepanjangan dengan gempa yang tidak henti-hentinya itu. "Setiap mendengar atap rumah seng terterpa guncangan gempa, kami langsung panik," katanya.
Bencana alam gempa bumi di Lombok itu, kata dia, berbeda dengan sebelumnya karena terus menerus berlangsung atau tanpa berhenti sama sekali. "Bahkan kekuatannya yang semula kecil bisa menjadi besar kembali," katanya.
Dirinya hanya bisa pasrah menghadapi kenyataan tersebut dan harus rela tinggal sementara di tenda pengungsian bersama dengan warga lainnya.
Sementara itu, Ny Lia, warga Sembalun Lawang, menyebutkan dirinya paling mengkhawatirkan akan nasib anak-anaknya karena gempa yang terakhir titik pusatnya ada di Lombok Timur.
"Jadi sangat kencang sekali, rumah saya sudah hancur. Sekarang tinggal di tenda pengungsian," katanya.
Kendati demikian, ia masih bersyukur anak-anaknya selamat dari bencana alam itu. "Yang dipikirkan saat ini adalah bagaimana anak selamat, soal harta yang kita pasrahkan kepada Allah SWT," katanya.
Baca juga: Pengungsi dan relawan gempa Madayin begibung daging kurban
Baca juga: Mensos: gempa di NTB bukan azab tapi ujian
Baca juga: Umat muslim Kupang doakan korban bencana Lombok
Sebenarnya pada Jumat (17/8), warga sudah pulang ke rumah masing-masing dari Posko Pengungsian Lapangan Mandayin di Lombok Timur, kata Hafsal yang juga merupakan salah seorang warga asal Mandayin.
Tapi gempa terjadi lagi pada Minggu (19/8), sehingga warga kembali lagi ke posko pengungsian yang pernah dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo, katanya kepada Antara di Lombok Timur.
Saat itu, kata dia, tenda pleton sudah banyak yang kosong dan warga yang rumahnya hanya rusak sedang mulai membersihkan rumahnya masing-masing. Sebagian lagi memilih mendirikan tenda darurat di depan rumahnya. "Datang lagi gempa, sekarang warga dusun sebelah juga sudah mulai mengungsi ke posko Mandayin," tandasnya.
Ia mengaku trauma berkepanjangan dengan gempa yang tidak henti-hentinya itu. "Setiap mendengar atap rumah seng terterpa guncangan gempa, kami langsung panik," katanya.
Bencana alam gempa bumi di Lombok itu, kata dia, berbeda dengan sebelumnya karena terus menerus berlangsung atau tanpa berhenti sama sekali. "Bahkan kekuatannya yang semula kecil bisa menjadi besar kembali," katanya.
Dirinya hanya bisa pasrah menghadapi kenyataan tersebut dan harus rela tinggal sementara di tenda pengungsian bersama dengan warga lainnya.
Sementara itu, Ny Lia, warga Sembalun Lawang, menyebutkan dirinya paling mengkhawatirkan akan nasib anak-anaknya karena gempa yang terakhir titik pusatnya ada di Lombok Timur.
"Jadi sangat kencang sekali, rumah saya sudah hancur. Sekarang tinggal di tenda pengungsian," katanya.
Kendati demikian, ia masih bersyukur anak-anaknya selamat dari bencana alam itu. "Yang dipikirkan saat ini adalah bagaimana anak selamat, soal harta yang kita pasrahkan kepada Allah SWT," katanya.
Baca juga: Pengungsi dan relawan gempa Madayin begibung daging kurban
Baca juga: Mensos: gempa di NTB bukan azab tapi ujian
Baca juga: Umat muslim Kupang doakan korban bencana Lombok
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018
Tags: