Bogor (ANTARA News) - Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan sistem peringatan dini kebakaran lahan dan hutan berbasis musiman bernama fire risk system atau FRS yang berfungsi untuk mengantisipasi, mencegah kebakaran hutan dan lahan.
"Sistem ini dapat memberikan informasi risiko kebakaran, informasi peta kerentanan kebakaran dan prediksi titik panas (hotspot) dengan resolusi tinggi seperti halnya peta risiko kebakaran," kata Kepala Pusat Resiko Iklim dan Manajemen Peluang di Asia Tenggara Pasifik (CCROM-SEAP) IPB, Prof Rizaldi Boer, dalam keterangannya di Kampus Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Selasa.
FRS merupakan hasil riset atau penelitian sistem informasi berbasis lingkungan yang dikembangkan CCROM-SEAP IPB bekerja sama dengan Colombia University sejak tahun 2008.
Menurut Prof Boer, sistem ini dibangun karena sistem peringatan dini kebakaran hitan dan lahan yang ada selama ini bersifat jangka pendek, yaitu dengan kemampuan prakiraan harian antara satu sampai tujuh hari.
"Tapi sistem FRS ini mampu memprakirakan satu sampai enam bulan," katanya.
Ia mengatakan kebakaran hutan dan lahan sebagai sumber emisi gas rumah kaca sangat besar. Di Indonesia sudah menjadi bencana setiap tahunnya terlebih di musim kemarau.
Kebakaran hutan dan lahan, lanjutnya, menimbulkan dampak yang sangat besar pada berbagai sektor di Indonesia, mulai dari kesehatan, pertanian, penerbangan, habitat satwa, dan lingkungan global karena emisi karbon.
"Kebakaran lasa tahun 2015 dikatakan sebagai bencana lingkungan terbesar abad 21. Sekitar 1,7 juta haktare hutan, dan perkebunan hilang, diperkirakan 43 juta orang terkena asap," katanya.
Prof Boer mengatakan dengan sistem FRS ini dapat mendeteksi risiko kebakaran satu sampai enam bulan ke depan.
Kehadiran sistem FRS diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah untuk membantu mengantisipasi dan mencegah kebakaran lahan dan hutan melengkapi sistem informasi peringatan dini jangka pendek seperti FDRS dan SiPongi.
Dengan sistem FRS ini peta perkiraan tingkat risiko kebakaran lahan dan bugan memiliki resolusi yang cukup tinggi yaitu 5x5 km untuk provinsi dan 1x1 untuk kabupaten.
"Informasi prakiraan risiko kebakaran diperbaharui setiap pertengahan bulan dengan waktu prakiraan satu sampai enam bulan ke depan," katanya.
Sistem FRS telah dikembangkan IPB di 10 provinsi yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantam Selatan, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, dan Lampung.
Selain itu, juga dikembangkan di delapan kabupaten terpilih di Provinsi Riau, Kalimantan Tengah, yakni Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, Dumai, Pulau Pisau, Kapuas, Palangkaraya, dan Barito Selatan.
"Kami akan serahkan sistem ini kepada KLHK, harapannya bisa digunakan pemerintah, sehingga kejadian kebakaran dapat diturunkan, dan upaya-upaya pencegahan dapat dilakukan secara optimal, disinergikan dengan sistem pemerintah yang sudah digunakan selaman ini," katanya.
Berdasarkan hasil prakiraan FRS, tingkat risiko kebakaran di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, sangat sering mengalami bencana kebakaran, tingkat risiko kebakaran bulan Agustus sampai November 2018 pada beberapa lokasi termasuk tinggi.
Wakil Kepala LPPM IPB bidang Kajian Strategi dan Publikasi Ilmiah, Eva Anggraini, menambahkan pencegahan dini kebakaran hutan dan lahan penting untuk mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan.
"Saya rasa ini sangat penting dari level kebijakan, ketika pemerintah bisa membuat kebijakan yang sangat responsif terhadap kebakaran hutan dan lahan," kata Eva.
Baca juga: Pemerintah siaga cegah asap jelang Asian Games
Baca juga: Presiden: Kebakaran hutan-lahan turun signifikan
(T.KR-LR/B/M028/C/M028) 21-08-2018 21:19:43
IPB kembangkan sistem deteksi dini kebakaran hutan
21 Agustus 2018 21:46 WIB
Institut Pertanian Bogor (istimewa)
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018
Tags: