Ahmad Basarah ditetapkan sebagai ketua PAH I
16 Agustus 2018 18:53 WIB
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Basarah disahkan sebagai Ketua Panitia Adhoc (PAH I) dalam Sidang Paripurna tahunan MPR RI Tahun 2018 di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, kamis (16/8/2018). (foto humas mpr)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Basarah disahkan sebagai Ketua Panitia Adhoc (PAH I) dalam Sidang Paripurna tahunan MPR RI Tahun 2018 di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, kamis (16/8).
"Haluan Negara yang dahulu dikenal dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara kini menjadi prioritas agenda pembahasan MPR periode 2014-2019" kata Basarah saat ditemui disela-sela sidang paripurna tahunan MPR RI di komplek Senayan.
Menurut Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu bahwa gagasan dibentuknya Haluan Negara sudah disepakati oleh semua Fraksi dan Kelompok DPD RI di MPR. Dihadirkannya Haluan Negara ini berangkat dari banyaknya aspirasi kuat dari banyak kelompok dan komponen bangsa, yang pada intinya menghendaki kembali adanya Haluan Negara dalam sistem tata negara Indonesia sebagai pedoman dan arah pembangunan nasional untuk jangka menengah dan panjang.
"Kehadiran Haluan Negara model baru ini pada dasarnya tidak akan berimplikasi pada sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta tidak menjadikan Presiden sebagai Mandataris MPR kembali seperti masa yang lalu," kata Basarah.
Presiden dan Wakil Presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat, namun dalam merumuskan Haluan Pembangunan Nasional, Presiden harus berdasarkan Haluan Negara yang bersifat pokok yang dirumuskan oleh MPR. Begitu pula dengan lembaga-lembaga negara lain, dalam merumuskan arah kebijakan mereka mengacu kepada ‘Haluan Negara’ yang dirumuskan oleh MPR termasuk lembaga MPR sendiri dalam merumuskan arah kebijakannya harus berdasarkan haluan negara ini.
Pada prinsipnya Haluan Negara adalah kaidah penuntun (guiding principles) yang berisi arahan dasar (directive principles) mengenai bagaimana cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ke dalam sejumlah pranata publik.
"Tujuannya adalah untuk memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan secara terpadu, sistematis dan terencana dan berkesinambungan," terang Basarah.
Menurut Basarah, gagasan Haluan Negara yang diusung saat ini, berbeda dengan konsep haluan negara semisal Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di era Orde Baru yang hanya mengikat Presiden.
Konsep baru model Haluan Negara akan berisi rumusan pokok-pokok kebijakan nasional yang digunakan sebagai panduan, yang dilaksanakan bukan hanya bagi Presiden melainkan juga bagi semua lembaga-lembaga negara yang kewenangannya bersumber dari Undang-Undang Dasar seperti, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) serta lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UU.
"Dengan dirumuskannya kebijakan pokok bagi seluruh lembaga-lembaga negara yang kewenangannya bersumber dari UUD serta UU, maka harmonisasi, korelasi kewenangan dan kesinambungan kebijakan antar lembaga negara saling bersinergi dan dapat berjalan dengan lebih baik dan terukur," kata Basarah.
Mudah-mudahan anggota MPR yang tergabung dalam PAH I ini akan dapat melaksanakan tugas dan merumuskan dengan baik rancangan naskah Haluan Negara dan Haluan Pembangunan Nasional ini dan akan menjadi rekomendasi untuk MPR periode berikutnya agar lebih mudah untuk menuangkannya menjadi kebijakan MPR. Namun jika situasi nasionalnya kondusif dan mendapatkan persetujuan para Ketua Umum Partai Politik dan Presiden maka bisa saja proses amandemen terbatas UUD NRI 1945 khusus pasal tentang MPR RI untuk dapat menghadirkan kembali Haluan Negara dapat dilakukan pada periode saat ini.
"Haluan Negara yang dahulu dikenal dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara kini menjadi prioritas agenda pembahasan MPR periode 2014-2019" kata Basarah saat ditemui disela-sela sidang paripurna tahunan MPR RI di komplek Senayan.
Menurut Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu bahwa gagasan dibentuknya Haluan Negara sudah disepakati oleh semua Fraksi dan Kelompok DPD RI di MPR. Dihadirkannya Haluan Negara ini berangkat dari banyaknya aspirasi kuat dari banyak kelompok dan komponen bangsa, yang pada intinya menghendaki kembali adanya Haluan Negara dalam sistem tata negara Indonesia sebagai pedoman dan arah pembangunan nasional untuk jangka menengah dan panjang.
"Kehadiran Haluan Negara model baru ini pada dasarnya tidak akan berimplikasi pada sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta tidak menjadikan Presiden sebagai Mandataris MPR kembali seperti masa yang lalu," kata Basarah.
Presiden dan Wakil Presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat, namun dalam merumuskan Haluan Pembangunan Nasional, Presiden harus berdasarkan Haluan Negara yang bersifat pokok yang dirumuskan oleh MPR. Begitu pula dengan lembaga-lembaga negara lain, dalam merumuskan arah kebijakan mereka mengacu kepada ‘Haluan Negara’ yang dirumuskan oleh MPR termasuk lembaga MPR sendiri dalam merumuskan arah kebijakannya harus berdasarkan haluan negara ini.
Pada prinsipnya Haluan Negara adalah kaidah penuntun (guiding principles) yang berisi arahan dasar (directive principles) mengenai bagaimana cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ke dalam sejumlah pranata publik.
"Tujuannya adalah untuk memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan secara terpadu, sistematis dan terencana dan berkesinambungan," terang Basarah.
Menurut Basarah, gagasan Haluan Negara yang diusung saat ini, berbeda dengan konsep haluan negara semisal Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di era Orde Baru yang hanya mengikat Presiden.
Konsep baru model Haluan Negara akan berisi rumusan pokok-pokok kebijakan nasional yang digunakan sebagai panduan, yang dilaksanakan bukan hanya bagi Presiden melainkan juga bagi semua lembaga-lembaga negara yang kewenangannya bersumber dari Undang-Undang Dasar seperti, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) serta lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UU.
"Dengan dirumuskannya kebijakan pokok bagi seluruh lembaga-lembaga negara yang kewenangannya bersumber dari UUD serta UU, maka harmonisasi, korelasi kewenangan dan kesinambungan kebijakan antar lembaga negara saling bersinergi dan dapat berjalan dengan lebih baik dan terukur," kata Basarah.
Mudah-mudahan anggota MPR yang tergabung dalam PAH I ini akan dapat melaksanakan tugas dan merumuskan dengan baik rancangan naskah Haluan Negara dan Haluan Pembangunan Nasional ini dan akan menjadi rekomendasi untuk MPR periode berikutnya agar lebih mudah untuk menuangkannya menjadi kebijakan MPR. Namun jika situasi nasionalnya kondusif dan mendapatkan persetujuan para Ketua Umum Partai Politik dan Presiden maka bisa saja proses amandemen terbatas UUD NRI 1945 khusus pasal tentang MPR RI untuk dapat menghadirkan kembali Haluan Negara dapat dilakukan pada periode saat ini.
Pewarta: Jaka Sugiyanta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: