Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa melemahnya asumsi kurs rupiah di Rancangan APBN (RAPBN) 2019 yang awalnya sebesar Rp13.700-Rp14.000 per dolar AS, kemudian menjadi Rp14.400 per dolar AS, karena diperkirakan tekanan ekonomi global masih tinggi pada 2019.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di Gedung DPR/MPR/DPD Jakarta, Kamis, mengatakan bank sentral optimistis nilai tukar rupiah tahun depan akan bergerak lebih stabil di kisaran Rp14.400 per dolar AS.

"Kami masih melihat dari sisi perkembangan global, gejolak perekonomian belum selesai," ujar dia usai Pembacaan Pidato oleh Presiden Joko Widodo mengenai keterangan pemerintah atas RUU APBN 2019 beserta nota keuangannya

Jika tekanan terhadap rupiah terus menguat dan mengancam stabilitas sistem keuangan domesik, bank sentral, kata Dody akan melancarkan intervensi ganda di pasar valas dan obligasi.

Baca juga: BI: Cadangan devisa sangat cukup, tahan modal keluar

Kemudian, upaya stabiliasi dengan menggunakan instrumen suku bunga dan depresiasi secara bertahap untuk mengembalikan nilai tukar ke fundamentalnya.

"Istilahnya depresiasi (pelemahan) sesuai struktur fundamental," ujar Dody.

Saat menyepakati kerangka asumsi makro dengan Komisi XI DPR pada Juni 2018 lalu, pemerintah-BI dan Komisi XI DPR sepakat asumsi kurs berada di level Rp13.700 per dolar AS - Rp14.000 per dolar AS. Proyeksi ini, sedikit di bawah perkiraan Bank Indonesia (BI) sebelumnya yang sebesar Rp13.700-Rp 14.100 per dolar AS.

Selain asumsi kurs, Dody mengklaim target pertumbuhan ekonomi pemerintah di RAPBN 2019 yang sebesar 5,3 persen (yoy) juga masih realistis.

Bahkan, menurut Dody, meskipun suku bunga acuan BI "7-Day Reverse Repo Rate" sudah naik 125 basis poin tahun ini, Indonesia masih mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3 persen (yoy).

Untuk neraca transaksi berjalan, sebuah parameter yang merekam arus dana dari dalam ke luar negeri, Bank Indonesia memperkirakan pada 2019 akan mencatat defisit transaksi berjalan sebesar 2,5-3 persen PDB.

"Tahun depan defisit transaksi berjalan ke 2,5-3 persen PDB, karena ekonomi kita memang bisa tumbuh ke 5,3 persen," ujar dia.

Baca juga: OJK: volatilitas tinggi pada rupiah dan IHSG hanya sementara