Tiga saksi pelapor dihadirkan sidang Dimas Kanjeng
15 Agustus 2018 21:11 WIB
Arsip: Sidang Putusan Dimas Kanjeng Terdakwa kasus pembunuhan berencana Dimas Kanjeng Taat Pribadi menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (1/8/2017). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Surabaya (ANTARA News) - Tiga saksi pelapor masing-masing Muhammad Ali, Nur Asmui Abbas dan Budi Prayoga dihadirkan jaksa dalam sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Dimas Kanjeng di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu.
Saksi pelapor Muhammad Ali saat memberikan keterangannya terlihat berbelit-belit dan kebingungan saat menjawab pertanyaan JPU Hary dari Kejati Jatim.
"Awalnya saya tanya legalitas yayasan (Dimas Kanjeng), di sana saya disambut beberapa pengurus di sekretariatnya. Saya diantar menemui Dimas Kanjeng dalam yayasan," katanya.
Karena ada program pembangunan ponpes, yang bersangkutan bilang demi kemaslahatan umat dan berniat meminjam dana talangan. "Karena jumlahnya tidak sedikit kami minta jaminan. Dan diberikan 3 koper tersebut," kata saksi Ali dihadapan majelis hakim yang diketuai Ane Rusiana.
Dia bertahap dalam memberikan dana talangan tersebut yakni awal tahun 2014 lebih kurang Rp10 miliar ke terdakwa, kemudian tahun 2015 dan 2016, total Rp35 miliar rupiah.
Dia mengaku percaya meminjamkan dana talangan karena sudah ditunjukkan satu koper berisi puluhan bendel uang dolar.
Muhammad Ali tidak membuka bundelan tersebut karena tidak diperbolehkan sebelum waktunya dan menuruti persyaratan Dimas Kanjeng untuk menghormati dan mematuhi titah sang guru.
Kecurigaan mulai muncul dari benak Muhammad Ali yang penasaran tidak diberitahu kapan untuk bisa membuka uang tersebut hingga akhirnya melaporkan hal ini ke Polda Jatim.
Setelah dicek oleh aparat kepolisian, diduga uang tersebut palsu dan anehnya lagi uang dolar hanya di bagian atas dengan bawah saja, sedangkan di tengah uang mata negara lain.
Terdakwa Kanjeng Dimas saat ditanya mengenai keterangan saksi pelapor mengatakan dirinya lupa berapa yang diterima, dirinya berdalih tidak ada kuitansi pembayaran yang dibuat pada saat penyerahan uang serta mengaku hanya kenal Muhammad Ali, sedangkan yang lainnya tidak.
"Iya saya kenal, tapi sama yang dua itu ga kenal saya. Saya memang terima uang itu, tapi saya lupa berapa jumlahnya. Kan ga ada kuitansi waktu itu," katanya.
Ketua majelis hakim Anne Rusiana kemudian meminta jaksa untuk menunjukkan uang tersebut dan para saksi, termasuk Dimas Kanjeng juga turut menyaksikan.
Saksi Abbas menjelaskan, dirinya sempat ikut saat pembuktian keaslian uang itu di Bank Indonesia, kemudian mengatakan bahwa total satu koper senilai Rp800 juta serta dua koper lagi tidak ada nilainya.
Selepas persidangan JPU Rakhmad Hari Basuki dari Kejati Jatim mengatakan bahwa uang dolar yang terbungkus plastik itu benar-benar asli. Namun, Dimas Kanjeng rupanya punya siasat yang mengarah pada tindak pidana penipuan.
"Jadi uang yang dibungkus plastik, di depan sama belakang ini nilainya 100 dolar. Tapi yang tengah nilainya cuma 1 dolar," katanya.
Seperti diketahui, Dimas Kanjeng dijerat pasal 378 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Dalam dakwaan tersebut, Dimas disebut melakukan penipuan terhadap M. Ali total sebesar Rp35 miliar. Sidang selanjutnya akan digelar 29 Agustus mendatang.
Saksi pelapor Muhammad Ali saat memberikan keterangannya terlihat berbelit-belit dan kebingungan saat menjawab pertanyaan JPU Hary dari Kejati Jatim.
"Awalnya saya tanya legalitas yayasan (Dimas Kanjeng), di sana saya disambut beberapa pengurus di sekretariatnya. Saya diantar menemui Dimas Kanjeng dalam yayasan," katanya.
Karena ada program pembangunan ponpes, yang bersangkutan bilang demi kemaslahatan umat dan berniat meminjam dana talangan. "Karena jumlahnya tidak sedikit kami minta jaminan. Dan diberikan 3 koper tersebut," kata saksi Ali dihadapan majelis hakim yang diketuai Ane Rusiana.
Dia bertahap dalam memberikan dana talangan tersebut yakni awal tahun 2014 lebih kurang Rp10 miliar ke terdakwa, kemudian tahun 2015 dan 2016, total Rp35 miliar rupiah.
Dia mengaku percaya meminjamkan dana talangan karena sudah ditunjukkan satu koper berisi puluhan bendel uang dolar.
Muhammad Ali tidak membuka bundelan tersebut karena tidak diperbolehkan sebelum waktunya dan menuruti persyaratan Dimas Kanjeng untuk menghormati dan mematuhi titah sang guru.
Kecurigaan mulai muncul dari benak Muhammad Ali yang penasaran tidak diberitahu kapan untuk bisa membuka uang tersebut hingga akhirnya melaporkan hal ini ke Polda Jatim.
Setelah dicek oleh aparat kepolisian, diduga uang tersebut palsu dan anehnya lagi uang dolar hanya di bagian atas dengan bawah saja, sedangkan di tengah uang mata negara lain.
Terdakwa Kanjeng Dimas saat ditanya mengenai keterangan saksi pelapor mengatakan dirinya lupa berapa yang diterima, dirinya berdalih tidak ada kuitansi pembayaran yang dibuat pada saat penyerahan uang serta mengaku hanya kenal Muhammad Ali, sedangkan yang lainnya tidak.
"Iya saya kenal, tapi sama yang dua itu ga kenal saya. Saya memang terima uang itu, tapi saya lupa berapa jumlahnya. Kan ga ada kuitansi waktu itu," katanya.
Ketua majelis hakim Anne Rusiana kemudian meminta jaksa untuk menunjukkan uang tersebut dan para saksi, termasuk Dimas Kanjeng juga turut menyaksikan.
Saksi Abbas menjelaskan, dirinya sempat ikut saat pembuktian keaslian uang itu di Bank Indonesia, kemudian mengatakan bahwa total satu koper senilai Rp800 juta serta dua koper lagi tidak ada nilainya.
Selepas persidangan JPU Rakhmad Hari Basuki dari Kejati Jatim mengatakan bahwa uang dolar yang terbungkus plastik itu benar-benar asli. Namun, Dimas Kanjeng rupanya punya siasat yang mengarah pada tindak pidana penipuan.
"Jadi uang yang dibungkus plastik, di depan sama belakang ini nilainya 100 dolar. Tapi yang tengah nilainya cuma 1 dolar," katanya.
Seperti diketahui, Dimas Kanjeng dijerat pasal 378 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Dalam dakwaan tersebut, Dimas disebut melakukan penipuan terhadap M. Ali total sebesar Rp35 miliar. Sidang selanjutnya akan digelar 29 Agustus mendatang.
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: