Festival Lima Gunung, 40 seniman gelar pameran "rasah mikir"
12 Agustus 2018 00:08 WIB
FESTIVAL LIMA GUNUNG XVII Penari sanggar Omah Citra Kahyangan asal Wonogiri menampilkan tari Panen Mbako di arena Festival Lima Gunung (FLG) XVII di Wonolelo, Bandongan, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (11/8). Ratusan penari dari berbagai kota di Indonesia memeriahkan gelaran FLG XVII dengan mengusung tema "Masih Goblok Bareng". ANTARA FOTO/Anis Efizudin/wsj/18. (ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN)
Magelang (ANTARA News) - Sebanyak 40 seniman menggelar pameran seni rupa bertajuk "Rasah Mikir" di arena Festival Lima Gunung XVII/2018 di Dusun Wonolelo, Desa Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
"Pameran bersama ini untuk memeriahkan festival seniman petani yang digelar setiap tahun," kata Koordinator Pameran Seni Rupa FLG XVII/2018 Agus Daryanto di Magelang, Sabtu.
Karya seni rupa, baik lukisan, patung, wayang kontemporer, seni instalasi dipajang di bangunan terbuka milik seorang warga setempat di jalan menuju "Panggung Sawah" Festival Lima Gunung.
Festival Lima Gunung diprakarsai secara swadaya dan mandiri para seniman petani Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang.
Tempat pameran seni rupa dihiasi dengan berbagai bahan alam, seperti jerami dan bambu, sedangkan pembukaan ditandai dengan performa "Waton Fesyen Show" para seniman dari sejumlah kelompok di area "Panggung Sawah".
"Ada sekitar 40-an karya yang kami pamerkan dalam kesempatan ini. Setiap kali Festival Lima Gunung, salah satu agendanya adalah pameran seni rupa," ujar Agus yang juga salah satu pegiat Komunitas Lima Gunung itu.
Mereka yang berpameran selain sejumlah perupa Komunitas Lima Gunung juga mereka dari sejumlah grup lainnya, seperti Komunitas Gasebo Borobudur.
Terkait dengan judul pameran "Rasah Mikir", ucap dia, sebagai ungkapan tentang pentingnya setiap orang untuk lebih banyak mendengarkan orang lain ketimbang bersikap keras diri dan memaksakan pikiran dan keinginannya.
"Mendengarkan orang lain, bagian dari mendapatkan inspirasi untuk berkarya," ujar dia.
Sejumlah karya yang dipamerkan antara lain berjudul "Kesurupan" (Syarif), "Terhimpit Lima Gunung" (Dsihlovekinta), "Untittled" (Mang Yani), "Ada Untuk Cinta" (Nurfu Ad), "Budha" (Pak Mojo), "Topeng" (Iroel), "The Face" (Sekartaji S.), dan "Living As a Human" (Ikke Feehily).
Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto menyatakan pameran seni rupa memeriahkan Festival Lima Gunung dan menjadi ajang komunikasi para seniman melalui karya-karya mereka.
"Juga memberikan inspirasi kepada masyarakat penontonnya," katanya.
Festival Lima Gunung XVII berlangsung 10-12 Agustus 2018 di Dusun Wonolelo, Desa Bandongan, Kabupaten Magelang dengan sekitar 80 agenda pementasan, performa seni, pidato kebudayaan, pengajian, kirab budaya, dan peluncuran buku.
Mereka yang melakukan pementasan dari kelompok-kelompok seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh), berbagai grup kesenian dari Magelang dan sekitarnya, serta para seniman dengan kelompok masing-masing dari beberapa kota di Indonesia dan luar negeri. (M029).
Baca juga: "Penthul" si topeng raksasa di Festival Lima Gunung
Baca juga: Festival Lima Gunung "setengah kota-setengah desa"
Baca juga: Warga siapkan arena Festival Lima Gunung 2018
"Pameran bersama ini untuk memeriahkan festival seniman petani yang digelar setiap tahun," kata Koordinator Pameran Seni Rupa FLG XVII/2018 Agus Daryanto di Magelang, Sabtu.
Karya seni rupa, baik lukisan, patung, wayang kontemporer, seni instalasi dipajang di bangunan terbuka milik seorang warga setempat di jalan menuju "Panggung Sawah" Festival Lima Gunung.
Festival Lima Gunung diprakarsai secara swadaya dan mandiri para seniman petani Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang.
Tempat pameran seni rupa dihiasi dengan berbagai bahan alam, seperti jerami dan bambu, sedangkan pembukaan ditandai dengan performa "Waton Fesyen Show" para seniman dari sejumlah kelompok di area "Panggung Sawah".
"Ada sekitar 40-an karya yang kami pamerkan dalam kesempatan ini. Setiap kali Festival Lima Gunung, salah satu agendanya adalah pameran seni rupa," ujar Agus yang juga salah satu pegiat Komunitas Lima Gunung itu.
Mereka yang berpameran selain sejumlah perupa Komunitas Lima Gunung juga mereka dari sejumlah grup lainnya, seperti Komunitas Gasebo Borobudur.
Terkait dengan judul pameran "Rasah Mikir", ucap dia, sebagai ungkapan tentang pentingnya setiap orang untuk lebih banyak mendengarkan orang lain ketimbang bersikap keras diri dan memaksakan pikiran dan keinginannya.
"Mendengarkan orang lain, bagian dari mendapatkan inspirasi untuk berkarya," ujar dia.
Sejumlah karya yang dipamerkan antara lain berjudul "Kesurupan" (Syarif), "Terhimpit Lima Gunung" (Dsihlovekinta), "Untittled" (Mang Yani), "Ada Untuk Cinta" (Nurfu Ad), "Budha" (Pak Mojo), "Topeng" (Iroel), "The Face" (Sekartaji S.), dan "Living As a Human" (Ikke Feehily).
Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto menyatakan pameran seni rupa memeriahkan Festival Lima Gunung dan menjadi ajang komunikasi para seniman melalui karya-karya mereka.
"Juga memberikan inspirasi kepada masyarakat penontonnya," katanya.
Festival Lima Gunung XVII berlangsung 10-12 Agustus 2018 di Dusun Wonolelo, Desa Bandongan, Kabupaten Magelang dengan sekitar 80 agenda pementasan, performa seni, pidato kebudayaan, pengajian, kirab budaya, dan peluncuran buku.
Mereka yang melakukan pementasan dari kelompok-kelompok seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh), berbagai grup kesenian dari Magelang dan sekitarnya, serta para seniman dengan kelompok masing-masing dari beberapa kota di Indonesia dan luar negeri. (M029).
Baca juga: "Penthul" si topeng raksasa di Festival Lima Gunung
Baca juga: Festival Lima Gunung "setengah kota-setengah desa"
Baca juga: Warga siapkan arena Festival Lima Gunung 2018
Pewarta: Maximianus Hari Atmoko
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018
Tags: