Produksi susu segar bakal melonjak dengan Perpres
11 Agustus 2018 16:40 WIB
Peternak memindahkan susu yang telah diperah di Kampung Pasir Angin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/3/2018). Dewan Persusuan Nasional mengatakan di tahun 2020 Indonesia akan mengalami darurat susu segar dalam negeri yang diprediksi hanya mampu memenuhi 10 persen dari kebutuhan nasional. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Persusuan Nasional menilai regulasi setingkat Peraturan Presiden (Perpres) diperlukan untuk meningkatkan produksi susu segar dalam negeri yang saat ini baru mencapai 20 persen dari total kebutuhan susu nasional.
"Adanya Perpres akan memberi legitimasi instansi-instansi terkait untuk menciptakan iklim industri yang kondusif karena produksi susu sekarang baru memenuhi kebutuhan 20 persen," kata Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu.
Teguh menjelaskan perlu adanya Perpres yang mewajibkan agar pelaku usaha atau Industri Pengolahan Susu menyerap produksi susu segar dalam negeri (SSDN) dari peternak lokal.
Perpres tersebut juga harus dapat mengkoordinasikan dengan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, bahkan Kementerian Keuangan, yang mengatur agar iklim industri susu segar dalam negeri dapat berkembang.
Saat ini, regulasi yang mengatur SSDN di bawah Kementerian Pertanian, yakni Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Permentan 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.
"Masalah sapi ini kan menyangkut banyak lembaga. Saat ini Kementan bikin Permen sendiri, Kemenperin sendiri. Kementerian Keuangan juga harus terlibat, misalnya subsidi untuk impor sapi indukan karena itu kan mahal," kata Teguh.
Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, Indonesia saat ini memiliki populasi sapi perah 544.791 ekor dengan produksi 920,1 ribu ton susu segar (Statistik Peternakan, 2017). Jumlah produksi ini hanya mampu memenuhi 20 persen dari total kebutuhan susu nasional yang mencapai 4,448 juta ton (BPS 2017).
Teguh menjelaskan Indonesia pada tahun 1990-an mampu memenuhi 50 persen kebutuhan susu nasional. Hal itu karena sebelum reformasi, urusan persusuan nasional diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Persusuan Nasional.
Aturan ini membuat kondisi persusuan nasional cukup kondusif bagi peternak karena adanya wajib serap terhadap SSDN.
Namun, aturan tersebut dicabut melalui Letter of Intent (LoI) antara pemerintah dengan International Monetary Fund (IMF) saat Indonesia dilanda krisis tahun 1998. Sejak saat itu, belum ada regulasi yang kuat untuk mengatur persoalan persusuan nasional yang saat ini kondisinya menyulitkan peternak sapi perah lokal.
"Adanya Perpres akan memberi legitimasi instansi-instansi terkait untuk menciptakan iklim industri yang kondusif karena produksi susu sekarang baru memenuhi kebutuhan 20 persen," kata Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu.
Teguh menjelaskan perlu adanya Perpres yang mewajibkan agar pelaku usaha atau Industri Pengolahan Susu menyerap produksi susu segar dalam negeri (SSDN) dari peternak lokal.
Perpres tersebut juga harus dapat mengkoordinasikan dengan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, bahkan Kementerian Keuangan, yang mengatur agar iklim industri susu segar dalam negeri dapat berkembang.
Saat ini, regulasi yang mengatur SSDN di bawah Kementerian Pertanian, yakni Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Permentan 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.
"Masalah sapi ini kan menyangkut banyak lembaga. Saat ini Kementan bikin Permen sendiri, Kemenperin sendiri. Kementerian Keuangan juga harus terlibat, misalnya subsidi untuk impor sapi indukan karena itu kan mahal," kata Teguh.
Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, Indonesia saat ini memiliki populasi sapi perah 544.791 ekor dengan produksi 920,1 ribu ton susu segar (Statistik Peternakan, 2017). Jumlah produksi ini hanya mampu memenuhi 20 persen dari total kebutuhan susu nasional yang mencapai 4,448 juta ton (BPS 2017).
Teguh menjelaskan Indonesia pada tahun 1990-an mampu memenuhi 50 persen kebutuhan susu nasional. Hal itu karena sebelum reformasi, urusan persusuan nasional diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Persusuan Nasional.
Aturan ini membuat kondisi persusuan nasional cukup kondusif bagi peternak karena adanya wajib serap terhadap SSDN.
Namun, aturan tersebut dicabut melalui Letter of Intent (LoI) antara pemerintah dengan International Monetary Fund (IMF) saat Indonesia dilanda krisis tahun 1998. Sejak saat itu, belum ada regulasi yang kuat untuk mengatur persoalan persusuan nasional yang saat ini kondisinya menyulitkan peternak sapi perah lokal.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2018
Tags: