Jangan terjebak kampanye pangan murah
11 Agustus 2018 16:38 WIB
Ilustrasi. Petugas menunggu pembeli di stan penjualan bahan pokok pada pasar murah yang digelar di Palu, Sulawesi Tengah. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)
Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat diingatkan agar jangan terjebak pada kampanye pangan murah di sisi lain pasangan capres dan cawapres yang akan berkompetisi pada pilpres 2019 diminta memperhatikan kebijakan pangan nasional.
Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Syahroni, di Jakarta, Sabtu, meminta isu pangan jangan dijadikan komoditas politik.
"Jangan cuma sekadar janji pangan murah atau sembako murah karena itu mitos yang tak mungkin diselesaikan oleh siapapun presiden dan wakilnya," kata Syahroni.
Menurut Syahroni, keberpihakan pada rakyat miskin bukan dengan pangan murah karena rakyat miskin ada yang berprofesi sebagai kaum urban dan kaum petani.
"Kebijakan pangan murah sama saja membunuh petani," kata Syahroni.
Ia mengatakan, di desa-desa para petani dan masyarakat yang bergantung pada aktivitas pertanian justru menikmati harga pangan yang tinggi.
"Dalam definisi yang lebih luas, penampung produk pertanian, pengolah dan pengepul juga petani yang juga rakyat Indonesia," kata Syahroni.
Lantaran itu yang lebih tepat adalah kebijakan stabilisasi harga pangan pada titik keseimbangan.
"Sederhananya adalah petani untung dan kaum urban terjangkau. Jadi jargonnya harga yang adil buat petani dan layak buat konsumen (kaum urban)," kata Syahroni.
Ia mengatakan, persoalan pangan memang harus diatasi lebih realistis dan sistemik jangan sekadar janji dan mitos penyelesaian yang menyesatkan.
Sebut saja pembangunan pertanian dan pedesaan yang lebih komprehensif menghadapi perkembangan zaman justru menjadi jawaban agar harga pangan stabil.
Desa-desa didorong meningkatkan produksi dengan pertanian yang efesien dan adaptif, penguatan peran bulog untuk rakyat, serta diversifikasi konsumsi pangan sebagaimana kearifan lokal.
"Industri pangan di pedesaan berbasis UMKM juga harus didorong," kata Syahroni.
Baca juga: DKI akan luncurkan aplikasi informasi pangan bersubsidi
Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Syahroni, di Jakarta, Sabtu, meminta isu pangan jangan dijadikan komoditas politik.
"Jangan cuma sekadar janji pangan murah atau sembako murah karena itu mitos yang tak mungkin diselesaikan oleh siapapun presiden dan wakilnya," kata Syahroni.
Menurut Syahroni, keberpihakan pada rakyat miskin bukan dengan pangan murah karena rakyat miskin ada yang berprofesi sebagai kaum urban dan kaum petani.
"Kebijakan pangan murah sama saja membunuh petani," kata Syahroni.
Ia mengatakan, di desa-desa para petani dan masyarakat yang bergantung pada aktivitas pertanian justru menikmati harga pangan yang tinggi.
"Dalam definisi yang lebih luas, penampung produk pertanian, pengolah dan pengepul juga petani yang juga rakyat Indonesia," kata Syahroni.
Lantaran itu yang lebih tepat adalah kebijakan stabilisasi harga pangan pada titik keseimbangan.
"Sederhananya adalah petani untung dan kaum urban terjangkau. Jadi jargonnya harga yang adil buat petani dan layak buat konsumen (kaum urban)," kata Syahroni.
Ia mengatakan, persoalan pangan memang harus diatasi lebih realistis dan sistemik jangan sekadar janji dan mitos penyelesaian yang menyesatkan.
Sebut saja pembangunan pertanian dan pedesaan yang lebih komprehensif menghadapi perkembangan zaman justru menjadi jawaban agar harga pangan stabil.
Desa-desa didorong meningkatkan produksi dengan pertanian yang efesien dan adaptif, penguatan peran bulog untuk rakyat, serta diversifikasi konsumsi pangan sebagaimana kearifan lokal.
"Industri pangan di pedesaan berbasis UMKM juga harus didorong," kata Syahroni.
Baca juga: DKI akan luncurkan aplikasi informasi pangan bersubsidi
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018
Tags: