Pontianak (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Pontianak, Jumat, kembali menggelar sidang praperadilan kasus "bom joke" atau candaan bom, dengan terdakwa Frantinus Nirigi, penumpang pesawat Lion Air JT 687 tujuan Pontianak-Jakarta di Bandara Internasional Supadio Pontianak pada 28 Mei 2018 lalu, setelah sebelumnya sempat tertunda.

Sidang tersebut diikuti oleh perwakilan pengacara termohon Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan turut termohon perwakilan kepala Kepolisian Resort Kota Pontianak, sementara terdakwa tidak hadir dalam sidang dan hanya diwakili oleh pihak penasihat hukum terdakwa yang diwakili oleh Andel.

Surat gugatan tersebut dibacakan oleh penasihat hukum terdakwa, Andel menyatakan, penahanan terhadap kliennya tersebut tidak sah, karena yang melakukan penangkapan merupakan pihak Polresta Pontianak.

"Seharusnya dalam perkara ini, karena terjadi di dalam pesawat dan di bandara, maka yang melakukan proses hukum Dirjen Perhubungan Udara, sesuai dengan UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, sehingga penahanan, penangkapan, termasuk penyitaan itu tidak sah semua, karena dilakukan oleh orang yang salah," ujarnya.

Selain itu, menurut dia pramugari Lion Air berinisial CV yang menyampaikan pengumuman hingga mengakibatkan kepanikan di dalam pesawat hingga saat ini tidak dilakukan proses hukum.

"Klien kami tidak pernah mengucapkan bom, dia hanya mengatakan awas bu, tetapi pendengaran pramugari tersebut dengan kata bom, sehingga barang bawaan klien kami langsung diperiksa. Padahal saat check in semua barang bawaan terdakwa tentu sudah diperiksa dengan menggunakan mesin X-ray beberapa kali, sehingga dapat dipastikan tidak ada barang berbahaya di dalam tasnya," ungkapnya.

"Apalagi dari pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas keamanan bersama pramugari di luar pesawat, tidak ditemukan barang berbahaya, tetapi tetap diumumkan kepada penumpang agar turun karena diduga ada penumpang membawa bahan peledak, sehingga mengakibatkan penumpang panik, bahkan ada yang membuka pintu darurat," katanya.

Ia menambahkan, kepanikan tersebut bukan karena perkataan kliennya, melainkan namun akibat dari pengumuman yang dilakukan oleh pramugari tersebut, sehingga pihaknya menyayangkan kenapa pramugari tersebut tidak ikut diproses hukum, sehingga pihaknya menempuh jalur praperadilan.

Dalam sidang tersebut, ditemukan fakta bahwa pokok perkara Frantinus Nirigi sudah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Mempawah, Kamis (9/8) lalu, yang disampaikan oleh pihak pengacara dari Kepolisian yang juga membawa bukti foto dan foto copy berkas sidang tersebut, dan dalam hal itu, terdakwa Frantinus Nirigi menolak mendengarkan pembacaan dakwaan dari JPU karena tidak didampingi kuasa hukum.

Dalam kesempatan itu, Andel menyatakan tentu harus ada bukti, dan pihaknya meminta sidang pra peradilan tetap dilanjutkan.

Hakim Ketua Sidang, Rudi Kindarto mengatakan, sidang lanjutan praperadilan akan kembali digelar pada Senin (13/8) depan untuk melihat kelengkapan bukti pelaksanaan persidangan di PN Kabupaten Mempawah.

Ia mengatakan, pihaknya menunggu bukti otentik terlebih dahulu. Jika pelaksanaan persidangan tersebut benar-benar dilaksanakan, maka berdasarkan pasal 82 ayat 1 huruf d KUHP, maka memang permohonan harus gugur.

"Tapi kami tidak bisa menggugurkan dulu sebelum ada bukti otentik," jelasnya.

Sementara itu, Penasihat Hukum Bidang Hukum Polda Kalbar, Kompol Mikael Wahyudi selaku turut termohon, menyampaikan, sesuai dengan prosedur agenda sidang pra peradilan, dari pemohon sudah membacakan gugatan praperadilannya.

Dari pembacaan itu, pokok perkara pidana telah dilimpahkan, oleh penyidik PPNS, Dirjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, dengan koordinasi bersama Korwas PPNS, Bareskrim Polri, maupun Korwas PNNS Ditkrimsus Polda Kalbar, ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Mempawah.

"Oleh Kejaksaan Negeri Mempawah, berkas perkara, atau perkara pokok pidana itu sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Mempawah, dan pihak PN Mempawah menindaklanjutinya dengan melakukan penahanan terhadap terdakwa.

Menurut dia, berdasarkan ketentuan hukum, karena pokok perkara sudah diperiksa di PN Mempawah, dengan majelis hakim, JPU lengkap dan terdakwa yang juga hadir, maka pengajuan pra peradilan dinyatakan gugur.

"Kami sudah menyampaikan alat bukti tentang sidang pokok perkara di PN Mempawah, namun majelis hakim masih mempertimbangkan agar pihaknya melengkapi alat bukti yang asli," katanya.

Sementara itu, Penanggungjawab Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) Stephanus Paiman menyatakan, apa pun putusan praperadilan akan pihaknya terima, dan yang terpenting, Frantinus Nirigi dan penasihat hukumnya, sudah menyampaikan fakta-fakta di persidangan praperadilan.

"Itulah faktanya bahwa praperadilan nanti digugurkan oleh pengadilan bukan karena materinya, tetapi karena sudah dilimpahkan atau sudah disidangkan di pengadilan lain," ujarnya.