Kuliner legendaris di mata William Wongso
9 Agustus 2018 19:01 WIB
Pakar kuliner Indonesia William Wongso usai menghadiri pembukaan festival kuliner "Kampoeng Legenda" di Jakarta, Kamis (9/8/2018) (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)
Jakarta (ANTARA News) - Para pecinta kuliner mungkin tak akan menyia-nyiakan kesempatan berburu makanan khas berbagai daerah di tanah air, terutama jika itu tergolong legenda. Namun, sebenarnya apa kuliner legendaris itu?
"Kuliner legenda itu maksudnya yang sudah bisa bertahan, kalau kriteria umumnya itu harus lewat dari dua tiga generasi setidak-tidaknya. Dan bisa bertahan dan tetap bisa menyajikan makanan-makanan khas dari daerah itu," ujar pakar kuliner Indonesia, William Wongso dalam konferensi pers "Kampoeng Legenda" di Jakarta, Kamis.
Dia mencontohkan Asem-asem Koh Liem dari Semarang (1978). Menurut Willliam, salah satu kekhasan masakan inu adalah mengandung kecap, misalnya cumi dengan kecao yang menjadi favorit kebanyakan orang.
"Saya ingat itu cumi dengan kecap itu jadi favorit makanan di situ," kata dia.
Selain itu ada juga Toko Oen di Semarang (1930) dari keluarga Oen dan Soto Betawi H. Maaruf yang dia kenal sejak puluhan tahun lalu saat pindah ke Jakarta.
Festival kuliner legendaris
Anda yang tertarik dengan beragam kuliner khususnya yang tergolong legendaris di tanah air mungkin bisa memanfaatkan festival kuliner yang kerap diadakan di berbagai lokasi termasuk mal.
"Kampoeng Legenda (8-19 Agustus 2018) kami hadirkan sebagai bagian dari Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73. Lebih dari 70 kuliner legendaris Indonesia kami datangkan dari tempat asalnya," ujar General Manager Mal Ciputra Jakarta. Ferry Irianto di Jakarta, Kamis.
Ke- 70 kuliner legendari ini antara lain Nasi Pindang Gajah Mada dari Yogyakarta (1987), Toko Oen Semarang, Pisang Planet Mbak Toerdi Jalan Pemuda (1952), Nasi Liwet Wongso Lemu (1950), Sate Padang Ajo Ramon (1950), Ketan Susu Kemayoran (1958) hingga Kopi Es Tak Kie (1927).
"Kami berharap pengunjung bisa lebih mencintai kuliner Indonesia sebagai warisan budaya yang kita miliki. Kami berharap dengan kuliber ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua terutama generasi milenial," kata Ferry.
Baca juga: William Wongso: Bondan Winarno tak pernah bilang 'maknyus'
"Kuliner legenda itu maksudnya yang sudah bisa bertahan, kalau kriteria umumnya itu harus lewat dari dua tiga generasi setidak-tidaknya. Dan bisa bertahan dan tetap bisa menyajikan makanan-makanan khas dari daerah itu," ujar pakar kuliner Indonesia, William Wongso dalam konferensi pers "Kampoeng Legenda" di Jakarta, Kamis.
Dia mencontohkan Asem-asem Koh Liem dari Semarang (1978). Menurut Willliam, salah satu kekhasan masakan inu adalah mengandung kecap, misalnya cumi dengan kecao yang menjadi favorit kebanyakan orang.
"Saya ingat itu cumi dengan kecap itu jadi favorit makanan di situ," kata dia.
Selain itu ada juga Toko Oen di Semarang (1930) dari keluarga Oen dan Soto Betawi H. Maaruf yang dia kenal sejak puluhan tahun lalu saat pindah ke Jakarta.
Festival kuliner legendaris
Anda yang tertarik dengan beragam kuliner khususnya yang tergolong legendaris di tanah air mungkin bisa memanfaatkan festival kuliner yang kerap diadakan di berbagai lokasi termasuk mal.
"Kampoeng Legenda (8-19 Agustus 2018) kami hadirkan sebagai bagian dari Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73. Lebih dari 70 kuliner legendaris Indonesia kami datangkan dari tempat asalnya," ujar General Manager Mal Ciputra Jakarta. Ferry Irianto di Jakarta, Kamis.
Ke- 70 kuliner legendari ini antara lain Nasi Pindang Gajah Mada dari Yogyakarta (1987), Toko Oen Semarang, Pisang Planet Mbak Toerdi Jalan Pemuda (1952), Nasi Liwet Wongso Lemu (1950), Sate Padang Ajo Ramon (1950), Ketan Susu Kemayoran (1958) hingga Kopi Es Tak Kie (1927).
"Kami berharap pengunjung bisa lebih mencintai kuliner Indonesia sebagai warisan budaya yang kita miliki. Kami berharap dengan kuliber ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua terutama generasi milenial," kata Ferry.
Baca juga: William Wongso: Bondan Winarno tak pernah bilang 'maknyus'
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: