KPAI: "community watch" di apartemen cegah prostitusi
Prostitusi Anak Lewat Media Sosial Polisi menunjukan sejumlah barang bukti berupa uang tunai, alat kontrasepsi, sprei, buku tamu dan kunci kamar kos, beserta 4 orang tersangka saat rilis kasus prostitusi anak secara daring di Polresta Kediri, Jawa Timur, Senin (7/8/2017). Polisi berhasil mengungkap kasus prostitusi melalui media sosial facebook dengan korban berinisial LD (15) yang diperdagangkan oleh pacarnya sendiri dan sedikitnya telah enam kali melayani pelanggan dengan tarif Rp600.000 per sekali kencan di sebuah rumah kos harian. (ANTARA /Prasetia Fauzani)
Salah satunya adalah "community watch", khususnya di lingkungan apartemen untuk mencegah praktik prostitusi yang saat ini telah melibatkan anak-anak di bawah umur, baik sebagai pekerja seks, maupun pengguna jasa.
Permintaan itu disampaikan Ai selepas menghadiri acara jumpa pers pengungkapan praktik prostitusi anak dan dewasa di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, yang digelar Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Rabu.
"Community watch (pengawasan berbasis masyarakat) itu program-nya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA). Ketua pelaksananya atau "leading sector" KPPA dan gugus tugasnya ada dari Kementerian Sosial juga, diikuti dinas sosial dan lembaga lainnya.
"KPAI dalam konteks itu, sebagai pengawas. Namun, hal atau poin penting, program (community watch) harus ada, (khususnya di tingkat lingkungan apartemen), karena kalau tidak, kita akan kebakaran terus," kata Ai.
Ai menambahkan, istilah "kebakaran" merujuk pada aksi kriminal yang tengah marak terjadi di jenis hunian dengan minim pengawasan dari masyarakat dan pemerintah. Aksi kriminal yang dimaksud, di antaranya tindak prostitusi yang diyakini telah dilakukan di lima tower dari total 18 menara dalam kompleks Apartemen Kalibata City.
Sulit diawasi
Komisioner KPAI itu mengakui program ataupun sistem pengawasan berbasis masyarakat cukup sulit diberlakukan di apartemen yang dikelola swasta.
"Tidak ada di apartemen (program pengawasan pemerintah), yang ada hanya rusun (rumah susun). Bahkan, penghuninya (Apartemen Kalibata City) butuh waktu tiga tahun untuk membentuk RT (rukun tetangga), dan sampai sekarang kegiatan posyandu juga tidak dapat dilakukan dalam apartemen," terang Ai.
Baca juga: Waspadai modus baru prostitusi anak
Menurut Ai, sistem atau program pengawasan penting diterapkan di hunian apartemen, sehingga tindak kriminal yang mungkin terjadi dapat dicegah lebih dini.
"Temuan (adanya praktik prostitusi di Apartemen Kalibata City) bagus, tetapi jangan polanya kebakaran terus dipadamkan, kebakaran dipadamkan, (harus ada sistem pencegahan yang diterapkan agar aksi kejahatan itu dapat dicegah)," jelas Ai.
Dengan demikian, komisioner bidang eksploitasi anak itu menambahkan, aksi Ditreskrimum Polda Metro Jaya, khususnya Subbid Renakta (remaja, anak, dan wanita) membongkar praktik prostitusi di Apartemen Kalibata City merupakan momentum untuk berubah.
"Ini pas konteks-nya (penindakan prostitusi), karena masyarakat telah lama menuntut (adanya sistem pengawasan), dan nanti kita lihat upaya pemerintah. KPAI, dalam konteks ini, akan terus mengawasi," terang Ai.
Tiga kasus
Sebelumnya, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary mengungkap untuk ketiga kalinya dalam tujuh bulan terakhir, praktik prostitusi di Apartemen Kalibata City.
Baca juga: Polda Metro Jaya ungkap prostitusi anak di Kalibata City
"Dalam tujuh bulan terakhir, Ditreskrimum sudah mengungkap tiga kasus prostitusi di Kalibata City, yang dua diantaranya dilakukan oleh Sat Ranmor (satuan pencurian kendaraan bermotor) dan Resmob (reserse mobile). Untuk penindakan ini (2 Agustus), pelaksananya tim khusus dari Sub Bid Renakta (remaja, anak, dan wanita).
"Sementara ini, petugas telah mengamankan 32 orang, yang lima diantaranya adalah anak-anak di bawah umur," kata Wadireskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade.
Saat ini, pihak kepolisian telah menetapkan tiga orang, R, T alias O, dan SBR sebagai tersangka. Ketiganya dijerat dengan pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP tentang mucikari dan perbuatan asusila. Untuk kedua pasal tersebut, tiga tersangka diancam hukuman maksimal satu tahun empat bulan (Pasal 296 KUHP) dan satu tahun (Pasal 506 KUHP).
Meski demikian, Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI),Reza Indragiri Amriel mengatakan, jika nanti penyidik menemukan indikasi adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam praktik prostitusi anak-dewasa di Kalibata City, pelaku dapat dihukum hingga 15 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 juta, dan maksimal Rp150 juta.
Sementara itu, Kepala Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Azhar Nugroho menyebut temuan praktik prostitusi pada 2 Agustus, kemungkinan terkait dengan kasus serupa yang telah diungkap polisi di Apartemen Kalibata City.
"Ini bukan yang pertama. Ditreskrimum sudah tiga kali mengungkap prostitusi di Kalibata City, sebelumnya Polres Jakarta Selatan dan Polsek Pancoran di tahun ini. Kemungkinan sudah jadi jaringan, tetapi baru itu yang ketahuan," kata Azhar seraya menyampaikan pihak kepolisian akan terus mendalami dan mengungkap tuntas kasus prostitusi di Kalibata City.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2018