Pengusaha sawit klaim seluruh devisa hasil ekspor dikonversikan rupiah
8 Agustus 2018 22:54 WIB
Petugas operator pelabuhan beraktivitas di Pelabuhan Pelindo I Dumai, Dumai, Riau, Selasa (12/6/2018). Aktivitas pekerjaan di Pelabuhan Pelindo I Dumai tetap berjalan normal selama musim libur Lebaran seperti kegiatan ekspor minyak mentah kelapa sawit, bongkar muat, layanan sandar dan labuh kapal. (ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid)
Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha kelapa sawit nasional mengaku hampir 100 persen perolehan Devisa Hasil Ekspor (DHE) telah dikonversikan ke rupiah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Togar Sitanggang di Jakarta, Rabu mengatakan pengusaha segera menukarkan valasnya ke rupiah untuk kelanjutan produksi.
Pengusaha membutuhakan rupiah untuk membeli bahan mentah seperti minyak sawit dan Tandan Buah Segar. Selain itu, valas hasil ekspor yang segera dikonversikan ke rupiah juga karena kebutuhan membayar pekerja.
"Jadi, kalaupun ada yang tertahan, menurut saya murni untuk membayar utang dolar AS," ujar dia.
DHE industri sawit diperoleh dari ekspor produk kelapa sawit sebesar 75 persen dan sisanya dalam bentuk Minyak Sawit Mentah/Crude Palm Oil (CPO).
"Produk sawit dan CPO perlu bahan mentah sehingga kami membeli banyak minyak sawit dan Tandan Buah Segar yang harus dibayar dengan rupiah," ujarnya.
Industri sawit Tanah Air, menurut Togar, masih menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar. Namun karena hambatan dagang seperti kenaikan tarif di beberapa negara, ekspor CPO dan turunannya sedang menurun.
Hambatan itu seperti yang terjadi di India dan Uni Eropa. Negara-negara tersebut, menaikkan bea masuk, sehingga pasokan sawit Tanah Air melimpah, namun harga jatuh.
Alhasil tren penurunan sawit itu terlihat pada Januari-Juli 2018 dan Gapki memproyeksi kondisi ini masih bakal berlanjut hingga akhir tahun.
"Artinya, kalau kita lihat sawit menyumbang devisa terbesar, tahun ini kita melihat tidak sebesar seperti tahun lalu. Ini juga yang mempengaruhi neraca perdagangan kita," katanya.
Pemerintah dan BI tengah berupaya menarik DHE dan mengonversinya ke rupiah dari valas untuk memperkuat cadangan devisa serta mempersempit defisit transaksi berjalan. Cadangan devisa terus anjlok sejak Januari 2018, di antaranya, untuk kebutuhan intervensi pasar guna menstabilisasi nilai tukar rupiah.
Sepanjang 2017 nilai ekspor Indonesia mencapai 168,73 miliar dolar AS. Data BI menunjukkan, DHE yang dibawa pulang dan disimpan di perbankan domestik sebesar 90 persen, namun baru 15,1 persen yang dikonversi ke rupiah.
Baca juga: GPEI klaim 40 persen devisa dikonversi rupiah
Baca juga: Darmin: Konversi devisa tambah tenaga pertumbuhan ekonomi
Baca juga: Pengusaha keluhkan mahalnya barter valas ke rupiah
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Togar Sitanggang di Jakarta, Rabu mengatakan pengusaha segera menukarkan valasnya ke rupiah untuk kelanjutan produksi.
Pengusaha membutuhakan rupiah untuk membeli bahan mentah seperti minyak sawit dan Tandan Buah Segar. Selain itu, valas hasil ekspor yang segera dikonversikan ke rupiah juga karena kebutuhan membayar pekerja.
"Jadi, kalaupun ada yang tertahan, menurut saya murni untuk membayar utang dolar AS," ujar dia.
DHE industri sawit diperoleh dari ekspor produk kelapa sawit sebesar 75 persen dan sisanya dalam bentuk Minyak Sawit Mentah/Crude Palm Oil (CPO).
"Produk sawit dan CPO perlu bahan mentah sehingga kami membeli banyak minyak sawit dan Tandan Buah Segar yang harus dibayar dengan rupiah," ujarnya.
Industri sawit Tanah Air, menurut Togar, masih menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar. Namun karena hambatan dagang seperti kenaikan tarif di beberapa negara, ekspor CPO dan turunannya sedang menurun.
Hambatan itu seperti yang terjadi di India dan Uni Eropa. Negara-negara tersebut, menaikkan bea masuk, sehingga pasokan sawit Tanah Air melimpah, namun harga jatuh.
Alhasil tren penurunan sawit itu terlihat pada Januari-Juli 2018 dan Gapki memproyeksi kondisi ini masih bakal berlanjut hingga akhir tahun.
"Artinya, kalau kita lihat sawit menyumbang devisa terbesar, tahun ini kita melihat tidak sebesar seperti tahun lalu. Ini juga yang mempengaruhi neraca perdagangan kita," katanya.
Pemerintah dan BI tengah berupaya menarik DHE dan mengonversinya ke rupiah dari valas untuk memperkuat cadangan devisa serta mempersempit defisit transaksi berjalan. Cadangan devisa terus anjlok sejak Januari 2018, di antaranya, untuk kebutuhan intervensi pasar guna menstabilisasi nilai tukar rupiah.
Sepanjang 2017 nilai ekspor Indonesia mencapai 168,73 miliar dolar AS. Data BI menunjukkan, DHE yang dibawa pulang dan disimpan di perbankan domestik sebesar 90 persen, namun baru 15,1 persen yang dikonversi ke rupiah.
Baca juga: GPEI klaim 40 persen devisa dikonversi rupiah
Baca juga: Darmin: Konversi devisa tambah tenaga pertumbuhan ekonomi
Baca juga: Pengusaha keluhkan mahalnya barter valas ke rupiah
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Apep Suhendar
Copyright © ANTARA 2018
Tags: