SMK Wikrama wakili Indonesia di film Unesco
8 Agustus 2018 10:07 WIB
Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian dan Perubahan Iklim Rachmat Witoelar menyerahkan cendera mata daur ulang sampah kepada Ketua Pembina Yayasan Prawiratama Dr drh Agus Lelana pada peringatan Hari Bumi Internasional 2017 di SMK Wikrama Bogor. (ANTARA FOTO/HO-Humas SMK-Wikrama)
Bogor (ANTARA News) - Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Wikrama Kota Bogor, Jawa Barat, dipilih oleh Badan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menjadi wakil Indonesia untuk pembuatan film dokumenter sebagai proyek percontohan mengenai program perubahan iklim.
"Penilaian dilakukan kepada 12 negara, dan dari Indonesia yang berkompetisi 13 sekolah nasional, di mana akhirnya kami yang terpilih, tentu ini membuat kami bangga," kata Kepala Sekolah SMK Wikrama, Iin Mulyani, S.Si, kepada Antara di Bogor, Rabu pagi.
Didampingi Ketua Dewan Pembina Yayasan Prawitama, yang menaungi SMK Wikrama, Dr drh Agus Lelana, Sp.MP, M.Si, ia mengemukakan bahwa program Association School Project Network (ASPnet), yaitu sekolah jejaring yang dijadikan sekolah-sekolah proyek percontohan untuk pendidikan lingkungan yang berkelanjutan di bawah naungan UNESCO kini sedang dalam proses pembuatan film dokumenter itu.
Selama lebih kurang dua pekan tim yang ditugaskan UNESCO akan merekam semua kegiatan terkait program perubahan iklim di SMK Wikrama dan sekolah dari 12 negara lainnya yang tergabung dalam ASPnet.
Dalam film dokumenter itu, juga dilakukan wawancara dan pengumpulan data dan informasi, baik dari pelajar, guru dan karyawan, termasuk dari mitra kerja sama SMK Wikrama, di antaranya dari Kantor Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim yang dipimpin Prof Rachmat Witoelar, Organisasi Menteri-Menteri Pendidikan se-Asia Tenggara pada Pusat Regional Asia Tenggara untuk Biologi Tropika (SEAMEO-BIOTROP), Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor, dan parapihak lainnya.
Iin menjelaskan bahwa sekolah yang tergabung dalam ASPnet UNESCO saat ini sebanyak 22 negara yang akan didokumentasikan di mana setiap negara harus memberikan laporan singkat mengenai gambaran program dan proyek masing-masing mengenai perubahan iklim.
Setelah dilakukan penilaian, kata dia, sebanyak 12 negara -- termasuk Indonesia -- dinyatakan lolos.
Dari Indonesia, sebanyak 13 sekolah yang tergabung dalam ASPnet di bawah Komite Nasional Indonesia Untuk UNESCO (KNIU) kemudian memberikan penilaian berdasarkan paparan semua sekolah itu yang melakukan pendekatan dalam merepons perubahan iklim.
Dari kriteria yang ada pada KNIU, katanya, akhirnya SMK Wikrama yang kemudian terpilih mewakili Indonesia.
Mengutip KNIU, Iin menyebut bahwa komisi tersebut menyebutnya sebagai "ini merupakan kehormatan bagi Indonesia".
Ia menjelaskan bahwa di SMK Wikrama, sebagai sekolah yang selama ini memang menerapkan program yang terkait perubahan iklim, memang didasarkan pada empat pilar yang dijadikan pijakan.
Pilar pertama, sebagai sekolah berbasis perubahan iklim adalah "school governance", yakni kebijakan sekolah yang dibuat untuk membangun sistem.
Contohnya, bagaimana seluruh pemangku kepentingan di sekolah itu membawa motor untuk meminimalisasi polusi, membuat kantin sehat, kurikulum berbasis lingkungan yang ditunjang keberadaan sistem teknologi informasi (TI), dan rancang bangun gedung yang ramah lingkungan
Selain itu, tata sekolah berbasis partisipasi, di mana semua unsur terlibat, mulai pelajar, guru, sampai karyawan sehingga terintegrasi.
Pilar kedua, adalah metoda pengajaran dan pembalajaran, yang berwujud pendidikan perubahan iklim masuk dalam kurikulum. "Jadi, tidak sekadar proyek semata," tambahnya.
Dalam kaitan itu, metoda itu bisa masuk ke bidang pelajaran matematika dan IPA, bahasa, agama, yang mengarah pada pembentukan karakter pelajar, sehingga lebih peduli secara nyata. "Jadi, bukan hanya kampanye dan seremonial saja," katanya.
Pilar ketiga, adalah kemitraan, yakni berkolaborasi dengan para pihak, seperti yang sudah dilakukan dengan IPB, SEAMO BIOTROP, sekolah binaan dan lainnya.
Sedangkan pilar keempat, yakni dukungan fasilitas berupa sarana dan prasarana sebagai media pembentukan karakter pelajar.
Wujudnya, seperti di SMK Wikrama di mana lahan sekolah terbatas dan tidak luas, namun peserta didik bisa peduli pada lingkungan, seperti pada makhluk hidup lain, melakukan daur ulang sampah, membuat sumur kompos, yang semuanya itu dalam rangka terbangun dan tercipta kepedulian, demikian Iin Mulyani.
SMK Wikrama tercatat telah menorehkan sejumlah prestasi di bidang lingkungan, di antaranya meraih penghargaan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional sebagai Calon Sekolah Adiwiyata (2009).
Pada 2010, menerima penghargaan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional sebagai Sekolah Adiwiyata
Kemudian, tahun 2012, SMK Wikrama Bogor memperoleh penghargaan "Indonesia Green Awards", dan
penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Baca juga: UNESCO Dakar puji program sekolah Adiwiyata Indonesia
Selama tahun 2013, meraih penghargaan sebagai Sekolah Adiwiyata tahun kedua, dan penghargaan sebagai Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan Tingkat Nasional, serta penghargaan kepala sekolah berprestasi di bidang lingkungan dan mengikuti studi pelatihan dan pembelajaran ke Tokyo Jepang.
Pada 2014, Kepala SMK Wikrama Bogor menerima penghargaan "Green Award" kategori "Green School" dari Menteri Kehutanan, lalu pada 2016 meraih penghargaan "Indonesia Green Award", dan pada 2017, SMK Wikrama Bogor menjadi tuan rumah dalam acara peringatan Hari Bumi Internasional yang dihadiri Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar.
"Penilaian dilakukan kepada 12 negara, dan dari Indonesia yang berkompetisi 13 sekolah nasional, di mana akhirnya kami yang terpilih, tentu ini membuat kami bangga," kata Kepala Sekolah SMK Wikrama, Iin Mulyani, S.Si, kepada Antara di Bogor, Rabu pagi.
Didampingi Ketua Dewan Pembina Yayasan Prawitama, yang menaungi SMK Wikrama, Dr drh Agus Lelana, Sp.MP, M.Si, ia mengemukakan bahwa program Association School Project Network (ASPnet), yaitu sekolah jejaring yang dijadikan sekolah-sekolah proyek percontohan untuk pendidikan lingkungan yang berkelanjutan di bawah naungan UNESCO kini sedang dalam proses pembuatan film dokumenter itu.
Selama lebih kurang dua pekan tim yang ditugaskan UNESCO akan merekam semua kegiatan terkait program perubahan iklim di SMK Wikrama dan sekolah dari 12 negara lainnya yang tergabung dalam ASPnet.
Dalam film dokumenter itu, juga dilakukan wawancara dan pengumpulan data dan informasi, baik dari pelajar, guru dan karyawan, termasuk dari mitra kerja sama SMK Wikrama, di antaranya dari Kantor Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim yang dipimpin Prof Rachmat Witoelar, Organisasi Menteri-Menteri Pendidikan se-Asia Tenggara pada Pusat Regional Asia Tenggara untuk Biologi Tropika (SEAMEO-BIOTROP), Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor, dan parapihak lainnya.
Iin menjelaskan bahwa sekolah yang tergabung dalam ASPnet UNESCO saat ini sebanyak 22 negara yang akan didokumentasikan di mana setiap negara harus memberikan laporan singkat mengenai gambaran program dan proyek masing-masing mengenai perubahan iklim.
Setelah dilakukan penilaian, kata dia, sebanyak 12 negara -- termasuk Indonesia -- dinyatakan lolos.
Dari Indonesia, sebanyak 13 sekolah yang tergabung dalam ASPnet di bawah Komite Nasional Indonesia Untuk UNESCO (KNIU) kemudian memberikan penilaian berdasarkan paparan semua sekolah itu yang melakukan pendekatan dalam merepons perubahan iklim.
Dari kriteria yang ada pada KNIU, katanya, akhirnya SMK Wikrama yang kemudian terpilih mewakili Indonesia.
Mengutip KNIU, Iin menyebut bahwa komisi tersebut menyebutnya sebagai "ini merupakan kehormatan bagi Indonesia".
Ia menjelaskan bahwa di SMK Wikrama, sebagai sekolah yang selama ini memang menerapkan program yang terkait perubahan iklim, memang didasarkan pada empat pilar yang dijadikan pijakan.
Pilar pertama, sebagai sekolah berbasis perubahan iklim adalah "school governance", yakni kebijakan sekolah yang dibuat untuk membangun sistem.
Contohnya, bagaimana seluruh pemangku kepentingan di sekolah itu membawa motor untuk meminimalisasi polusi, membuat kantin sehat, kurikulum berbasis lingkungan yang ditunjang keberadaan sistem teknologi informasi (TI), dan rancang bangun gedung yang ramah lingkungan
Selain itu, tata sekolah berbasis partisipasi, di mana semua unsur terlibat, mulai pelajar, guru, sampai karyawan sehingga terintegrasi.
Pilar kedua, adalah metoda pengajaran dan pembalajaran, yang berwujud pendidikan perubahan iklim masuk dalam kurikulum. "Jadi, tidak sekadar proyek semata," tambahnya.
Dalam kaitan itu, metoda itu bisa masuk ke bidang pelajaran matematika dan IPA, bahasa, agama, yang mengarah pada pembentukan karakter pelajar, sehingga lebih peduli secara nyata. "Jadi, bukan hanya kampanye dan seremonial saja," katanya.
Pilar ketiga, adalah kemitraan, yakni berkolaborasi dengan para pihak, seperti yang sudah dilakukan dengan IPB, SEAMO BIOTROP, sekolah binaan dan lainnya.
Sedangkan pilar keempat, yakni dukungan fasilitas berupa sarana dan prasarana sebagai media pembentukan karakter pelajar.
Wujudnya, seperti di SMK Wikrama di mana lahan sekolah terbatas dan tidak luas, namun peserta didik bisa peduli pada lingkungan, seperti pada makhluk hidup lain, melakukan daur ulang sampah, membuat sumur kompos, yang semuanya itu dalam rangka terbangun dan tercipta kepedulian, demikian Iin Mulyani.
SMK Wikrama tercatat telah menorehkan sejumlah prestasi di bidang lingkungan, di antaranya meraih penghargaan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional sebagai Calon Sekolah Adiwiyata (2009).
Pada 2010, menerima penghargaan dari Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional sebagai Sekolah Adiwiyata
Kemudian, tahun 2012, SMK Wikrama Bogor memperoleh penghargaan "Indonesia Green Awards", dan
penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Baca juga: UNESCO Dakar puji program sekolah Adiwiyata Indonesia
Selama tahun 2013, meraih penghargaan sebagai Sekolah Adiwiyata tahun kedua, dan penghargaan sebagai Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan Tingkat Nasional, serta penghargaan kepala sekolah berprestasi di bidang lingkungan dan mengikuti studi pelatihan dan pembelajaran ke Tokyo Jepang.
Pada 2014, Kepala SMK Wikrama Bogor menerima penghargaan "Green Award" kategori "Green School" dari Menteri Kehutanan, lalu pada 2016 meraih penghargaan "Indonesia Green Award", dan pada 2017, SMK Wikrama Bogor menjadi tuan rumah dalam acara peringatan Hari Bumi Internasional yang dihadiri Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar.
Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018
Tags: