Jakarta (ANTARA News) - Direktur Lingkungan Hidup dan Riset Atmosfer Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) di bawah Badan Perserikatan Bangsa-bangsa Oksana Tarasova mengatakan Indonesia berperan penting dalam pemantauan atmosfer global, termasuk dalam pengukuran gas rumah kaca (GRK).

"Lokakarya ini sangat penting untuk menjelaskan program yang dilakukan pemantau atmosfer global di negara-negara, dan Indonesia adalah salah satu pemain penting," kata Oksana dalam konferensi pers sebagai bagian dari rangkaian acara Lokakarya Internasional Penguatan Pelayanan Publik di Bidang Pemantauan Gas Rumah Kaca di Jakarta, Selasa.

Menurut Oksana yang juga peneliti itu, Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang membawahi Stasiun Pemantau Atmosfer Global atau Global Atmosphere Watch (GAW) yang beroperasi di Tanah Air memiliki kontribusi yang penting dalam memantau gas rumah kaca dan kualitas udara yang ada di Indonesia karena keberadaannya mewakili wilayah-wilayah tropis.

WMO bersama mitranya di tiap negara sedang membangun sebuah sistem informasi gas rumah kaca terintegrasi secara global yang menyediakan informasi yang dapat membantu negara-negara di dunia untuk mengimplementasikan target penurunan emisi, sistem pelaporan dan tindakan mitigasi tambahan lainnya.

Sistem ini nantinya akan melibatkan data-data yang panjang dari pengamatan dan hasil pemodelan gas rumah kaca. Dalam kaitan dengan pengukuran gas rumah kaca tersebut, BMKG dengan supervisi WMO telah berkontribusi secara global dan nasional dalam melaporkan pengukuran gas rumah kaca yang dilakukan Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW).

Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) adalah stasiun pemantau atmosfer global (SPAG) dengan sistem observasi standar dunia. Selain gas rumah kaca, Stasiun GAW melakukan pemantauan kualitas udara.

Baca juga: BMKG bantah Indonesia penyumbang GRK terbesar ketiga dunia
Baca juga: Pemantauan GRK dorong upaya strategis mitigasi iklim

Hingga saat ini, terdapat 31 stasiun pemantau atmosfer global yang tersebar di berbagai negara di dunia.

Indonesia memiliki tiga stasiun GAW yang mana satu stasiun, yakni Stasiun GAW Bukit Koto Tabang di Sumatera Barat sudah berstandar internasional, sementara dua stasiun, yaitu Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu, Sulawesi Tengah, dan Stasiun Pemantau Atmosfer Global Puncak Vihara Klademak Sorong, Papua, masih dalam proses untuk tersertifikasi internasional.

Hasil pengukuran GRK di Bukit Koto Tabang selama 14 tahun terakhir sejak tahun 2004 menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan konsentrasi CO2 sekitar 1,94 PPM per tahun dari 371,7 PPM pada bulan Juni tahun 2004 menjadi 398.8 PPM pada bulan Juni tahun 2018 di Indonesia.?

Laporan terakhir Organisasi Meteorologi Dunia yang dirilis di dalam Greenhouse Gas Bulletin Nomor 13 bulan Oktober 2017 menyatakan konsentrasi karbondioksida atmosfer (CO2) selama pengamatan 70 tahun terakhir telah meningkat 100 kali jika dibandingkan dengan konsentrasi CO2 pada akhir periode zaman es 6.000 tahun lalu. Hingga akhir 2016, konsentrasi CO2 rata-rata global tercatat 403,3 PPM.?

Oksana mengatakan terkait keseriusan komitmen negara-negara dalam Perjanjian Paris pada 2015 tentang perubahan iklim, maka upaya-upaya strategis nasional dalam penanganan perubahan iklim dan menurunkan emisi gas rumah kaca harus didasarkan pada pengetahuan profesional, bukan sekadar asumsi terbaik.

Indonesia sendiri berkomiten untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional sampai 2030.

Untuk itu, pengetahuan tentang konsentrasi gas rumah kaca dan sirkulasi atmosfer yang benar dan akurat dapat diperoleh dari hasil pemantauan Stasiun GAW.

Dari data-data hasil pemantauan Stasiun GAW selama bertahun-tahun, seluruh pihak dapat menetapkan langkah konkrit yang efisien dan kebijakan tepat dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

"Kita seharusnya tidak bekerja berdasarkan asumsi terbaik. Kita perlu menggunakan hasil kerja yang diperoleh Indonesia melalui BMKG untuk menjadi pertimbangan dalam kita melaksanakan kebijakan," tutur Oksana.

Oleh karena itu, Oksana mengatakan Stasiun GAW yang beroperasi di Indonesia telah menyediakan informasi yang sangat bagus antara lain tentang konsentrasi gas rumah kaca secara nasional.

Bagi pemerintah Indonesia, pengetahuan tentang konsentrasi gas rumah kaca tersebut dapat digunakan untuk memetakan lokasi-lokasi dengan konsentrasi gas rumah kaca serta mengambil langkah-langkah penanganan lebih lanjut yang paling efisien. Dengan demikian, aksi mitigasi perubahan lingkungan akan lebih efektif dan efisien sehingga bisa mengurangi kenaikan karbondioksida di Indonesia.

Lebih lanjut Oksana menuturkan Organisasi Meteorologi Dunia sangat ketat dalam menjamin kualitas data yang dihasilkan, salah satunya oleh Stasiun GAW.

Untuk menjaga kualitas dari data-data yang dihasilkan oleh Stasiun GAW, pihaknya memberikan bimbingan dan rekomendasi dalam meningkatkan kualitas data Stasiun GAW di seluruh dunia.

Dia menuturkan Indonesia adalah tempat yang unik di mana banyak hal bisa dilakukan terkait siklus karbon. Upaya Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim seperti reboisasi dan pengelolaan lahan dan hutan yang baik bukan hanya berdampak pada penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia, tapi juga dunia.