Sidoarjo (ANTARA News) - Proses pengambilan sumpah pocong terhadap 800 Kepala Keluarga (KK) korban lumpur Lapindo asal Perumahan Tanggulangin Sejahtera (TAS) I, Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo, Jumat, akhirnya batal digelar, karena warga warga menolak disumpah pocong. Inisiatif pengambilan sumpah pocong oleh Lurah Kedungbendo H Hasan, karena sekitar 800 KK warga yang tergabung dalam perwakilan warga korban lumpur Perum TAS I menolak meminta tanda tangan RT dan RW setempat. Form yang ditandatangani RT dan RW tersebut dikeluarkan oleh Badan Pelaksana (BP) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan menjadi satu bagian dengan dokumen transaksi jual beli dan verifikasi yang dilakukan oleh Lurah. Juru bicara perwakilan warga Perum TAS I Sumitro, mengatakan, warga menolak minta tangan RT dan RW, karena Dewan Pengarah BPLS tidak pernah menyebutkan adanya tanda tangan RT dan RW dalam form transaksi jual beli maupun verifikasi. "Form yang dibuat Badan Pelaksana BPLS itu, bertentangan dengan apa yang disampaikan Dewan Pengarah BPLS kepada kami," katanya menegaskan. Karena adanya penolakan itu akhirnya digelar pertemuan di rumah H Hasan, di Desa Kedungbendo. Sejumlah tokoh masyarakat antara lain H. Nasikudin (Jatirejo), H. Bakir Asmuni (Kalitengah), Sunari (Gempol Sari) dan H Mahfud (Klurak Candi) tampak berupaya memediasi perseteruan antara warga Perum TAS I dengan Lurah Kedungbendo. Dalam pertemuan tersebut, akhirnya disepakati bahwa warga yang menolak sumpah pocong dan Lurah Kedungbendo akan menyampaikan surat ke BPLS sekaligus meminta agar form verifikasi dan transaksi jual beli tidak perlu ditandatangani RT dan RW. Rencana dilakukannya sumpah pocong yang digagas Lurah Kedungbendo, H Hasan ini untuk lebih meyakinkan bahwa luasan tanah maupun bangunan yang dimiliki oleh warga Perum TAS I sesuai dengan kenyataannya, meskipun tidak terdapat tanda tangan RT dan RW.(*)