Nelayan Jakarta pertanyakan nasib usai penghentian reklamasi
2 Agustus 2018 11:40 WIB
Aksi Nelayan Protes Reklamasi Teluk Jakarta Seorang nelayan Muara Angke yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mengikuti aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Kamis (3/11/2016). Aksi nelayan tersebut menuntut agar pemerintah mencabut izin lingkungan reklamasi Teluk Jakarta. (ANTARA /Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, mempertanyakan kelanjutan nasibnya yang semakin terpuruk setelah penghentian reklamasi oleh pemerintah DKI Jakarta.
Pengurus Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke, Diding Setiawan seperti dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, menjelaskan setelah kontestasi Pilkada Jakarta selesai, para pihak yang selama ini meributkan reklamasi tidak memperhatikan nasib nelayan.
"Mereka memanfaatkan kami untuk memenangkan pemilihan gubernur. Setelah itu kami diabaikan," kata Diding.
Dia mengaku sebelumnya menolak reklamasi karena kurangnya sosialisasi sehingga sebagian nelayan Muara Angke salah persepsi mengenai reklamasi.
Menurut Diding, sepanjang dua tahun musim angin barat di mana nelayan tidak bisa melaut, namun tidak ada salah satu pihak pun yang selama ini menolak reklamasi turut membantu nasib nelayan.
Diding pun berharap pihak pemerintah maupun swasta termasuk pengembang melalui berbagai program corporate social responsibility (CSR) membantu nasib nelayan yang belum melaut untuk mencari mata pencaharian.
Dia mengatakan nelayan akan menyambut baik jika pengembang dan pemerintah duduk bersama untuk mencari solusi menyejahterakan nasib mereka.
"Kalau tujuannya memberi manfaat bagi semua masyarakat termasuk nelayan, kami akan dukung. Sudah kagok maka lanjutlah, masa dihentikan,” tegas Diding.
Meski demikian, pengembang harus memenuhi seluruh kewajiban terlebih dahulu termasuk mengakomodir kepentingan nelayan.
"Saya minta kita diskusi, jangan menjadikan kami sebagai bumper. Jadikan kami sebagai jembatan dengan pengembang," ungkap Diding.
Baca juga: Isu reklamasi dipolitisasi, nelayan Teluk Jakarta protes
Sebelumnya, pemerintah berencana membangun 17 pulau reklamasi sebagai bagian dari pengembangan Pantai Utara Jakarta.
Belakangan, pembangunan sejumlah pulau terhenti akibat perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tokoh nelayan Muara Angke lainnya, Warnita menyebutkan mayoritas nelayan tidak menolak keberadaan proyek reklamasi karena proyek besar itu merupakan program pemerintah yang sudah digagas cukup lama dan reklamasi Teluk Jakarta sudah mempertimbangkan seluruh potensi dampak yang timbul baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan.
Baca juga: Nelayan Angke tak persoalkan reklamasi Teluk Jakarta
Warnita juga menegaskan seluruh lapisan masyarakat punya hak untuk pro dan kontra terhadap satu proyek besar termasuk reklamasi. Namun, ia menyayangkan sebagian kecil nelayan penolak reklamasi yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Pengurus Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke, Diding Setiawan seperti dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, menjelaskan setelah kontestasi Pilkada Jakarta selesai, para pihak yang selama ini meributkan reklamasi tidak memperhatikan nasib nelayan.
"Mereka memanfaatkan kami untuk memenangkan pemilihan gubernur. Setelah itu kami diabaikan," kata Diding.
Dia mengaku sebelumnya menolak reklamasi karena kurangnya sosialisasi sehingga sebagian nelayan Muara Angke salah persepsi mengenai reklamasi.
Menurut Diding, sepanjang dua tahun musim angin barat di mana nelayan tidak bisa melaut, namun tidak ada salah satu pihak pun yang selama ini menolak reklamasi turut membantu nasib nelayan.
Diding pun berharap pihak pemerintah maupun swasta termasuk pengembang melalui berbagai program corporate social responsibility (CSR) membantu nasib nelayan yang belum melaut untuk mencari mata pencaharian.
Dia mengatakan nelayan akan menyambut baik jika pengembang dan pemerintah duduk bersama untuk mencari solusi menyejahterakan nasib mereka.
"Kalau tujuannya memberi manfaat bagi semua masyarakat termasuk nelayan, kami akan dukung. Sudah kagok maka lanjutlah, masa dihentikan,” tegas Diding.
Meski demikian, pengembang harus memenuhi seluruh kewajiban terlebih dahulu termasuk mengakomodir kepentingan nelayan.
"Saya minta kita diskusi, jangan menjadikan kami sebagai bumper. Jadikan kami sebagai jembatan dengan pengembang," ungkap Diding.
Baca juga: Isu reklamasi dipolitisasi, nelayan Teluk Jakarta protes
Sebelumnya, pemerintah berencana membangun 17 pulau reklamasi sebagai bagian dari pengembangan Pantai Utara Jakarta.
Belakangan, pembangunan sejumlah pulau terhenti akibat perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tokoh nelayan Muara Angke lainnya, Warnita menyebutkan mayoritas nelayan tidak menolak keberadaan proyek reklamasi karena proyek besar itu merupakan program pemerintah yang sudah digagas cukup lama dan reklamasi Teluk Jakarta sudah mempertimbangkan seluruh potensi dampak yang timbul baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan.
Baca juga: Nelayan Angke tak persoalkan reklamasi Teluk Jakarta
Warnita juga menegaskan seluruh lapisan masyarakat punya hak untuk pro dan kontra terhadap satu proyek besar termasuk reklamasi. Namun, ia menyayangkan sebagian kecil nelayan penolak reklamasi yang dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2018
Tags: