Jaksa KPK tolak permohonan PK Sanusi
1 Agustus 2018 14:57 WIB
Terpidana kasus suap pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta, Mohammad Sanusi (kanan) menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/8/2018). Dalam sidang itu Jaksa KPK menolak permohonan PK yang diajukan oleh mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra tersebut. (ANTARA /Sigid Kurniawan)
Jakarta, 1/8 (ANTARA News) - Jaksa KPK menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi.
"Kami sebagai termohon Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pemohon PK Mohamad Sanusi memohon supaya majelis hakim PK pada Mahkamah Agung RI untuk memutuskan menolak seluruh alasan-alasan memori PK dari pemohon PK Mohamad Sanusi dan menguatkan putusan pengadilan tinggi DKI Jakarta tanggal 16 Maret 2017," kata jaksa KPK Budhi Sarumpaet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 16 Maret 2017 memutuskan memperberat vonis Sanusi menjadi 10 tahun ditambah denda Rp550 juta subsider empat bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dan perampasan harta benda karena?dinilai terbukti menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar.
Vonis itu lebih berat dibanding vonis di pengadilan tingkat pertama, yaitu tujuh tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider dua bulan kurungan.
Jaksa menolak permohonan PK Sanusi dengan alasan bahwa dasar dalam memori PK di luar ketentuan dalam pasal 263 KUHP sehingga harus dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima.
"Tidak ditemukan adanya novum atau suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata. Pemohon PK mengulang dalil-dalil yang pernah disampaikan dalam pembelaan pemohon PK dalam tahap pemeriksaan di persidangan perkara yang telah dipertimbangkan majelis hakim," kata Budhi
Dalam pengajuan PK itu, Sanusi mengatakan ada kekhilafan hakim dan adanya novum (bukti baru).
"Atas adanya novum kami menanggapi ini setelah mengajukan novum di persidangan, kesimpulannya majelis hakim telah memutus perkara ini berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti yang berkesuaian sehingga perbuatan pemohon PK terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Korupsi dan pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," tambah jaksa Budhi.
Sanusi rencananya akan mengajukan 2 orang saksi dan bukti surat. Sidang dilanjutkan pada 15 Agustus 2018.
Baca juga: Hakim perintahkan properti dan mobil Sanusi disita
Baca juga: Saksi sebut Sunny kerap tanyakan perkembangan Raperda
"Kami sebagai termohon Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pemohon PK Mohamad Sanusi memohon supaya majelis hakim PK pada Mahkamah Agung RI untuk memutuskan menolak seluruh alasan-alasan memori PK dari pemohon PK Mohamad Sanusi dan menguatkan putusan pengadilan tinggi DKI Jakarta tanggal 16 Maret 2017," kata jaksa KPK Budhi Sarumpaet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 16 Maret 2017 memutuskan memperberat vonis Sanusi menjadi 10 tahun ditambah denda Rp550 juta subsider empat bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dan perampasan harta benda karena?dinilai terbukti menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar.
Vonis itu lebih berat dibanding vonis di pengadilan tingkat pertama, yaitu tujuh tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider dua bulan kurungan.
Jaksa menolak permohonan PK Sanusi dengan alasan bahwa dasar dalam memori PK di luar ketentuan dalam pasal 263 KUHP sehingga harus dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima.
"Tidak ditemukan adanya novum atau suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata. Pemohon PK mengulang dalil-dalil yang pernah disampaikan dalam pembelaan pemohon PK dalam tahap pemeriksaan di persidangan perkara yang telah dipertimbangkan majelis hakim," kata Budhi
Dalam pengajuan PK itu, Sanusi mengatakan ada kekhilafan hakim dan adanya novum (bukti baru).
"Atas adanya novum kami menanggapi ini setelah mengajukan novum di persidangan, kesimpulannya majelis hakim telah memutus perkara ini berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti yang berkesuaian sehingga perbuatan pemohon PK terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Korupsi dan pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," tambah jaksa Budhi.
Sanusi rencananya akan mengajukan 2 orang saksi dan bukti surat. Sidang dilanjutkan pada 15 Agustus 2018.
Baca juga: Hakim perintahkan properti dan mobil Sanusi disita
Baca juga: Saksi sebut Sunny kerap tanyakan perkembangan Raperda
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: