Korban gempa Lombok trauma kembali ke rumah
30 Juli 2018 18:55 WIB
Korban gempa bumi beristirahat di tenda darurat pengungsi, Desa Sajang, Lombok Timur, NTB, Senin (30/7/2018). Gempa bumi berkekuatan 6,4 pada skala richter memakan korban 15 orang tewas, 162 orang luka-luka serta ratusan rumah hancur. (ANTARA /Akbar Nugroho Gumay)
Lombok Timur (ANTARA News) - Sejumlah korban gempa di Desa Obel-Obel, Kecamatan Sembelia, Kabupaten Lombok Timur mengaku masih trauma untuk kembali ke rumah dan membutuhkan bantuan makanan pascagempa 6,4 Skala Richter yang terjadi di wilayah itu pada Minggu (29/7).
Ditemui di rumahnya di Dusun Mentareng, Desa Obel-Obel, Inak Dewi (43) mengaku bingung dan hanya bisa pasrah meratapi bangunan rumahnya yang sudah hancur rata dengan tanah setelah diguncang gempa.
"Semuanya sudah hancur. Sudah gak ada yang bisa diselamatkan. Karena waktu gempa saya sama keluarga langsung lari ke luar rumah. Ini pun saya bingung kondisi begini," tuturnya.
Dia mengaku tinggal berempat bersama suami dan dua orang anak sebelum gempa terjadi. Namun, karena rumah sudah rusak akibat gempa, saat ini dirinya beserta keluarga hanya tinggal di posko pengungsian bersama ratusan warga lainnya.
"Tinggal di posko, walaupun kondisinya masih seadanya. Mau di mana lagi kita tinggal kalau gak di posko, ya pasrah saja," ucapnya sambil melihat bangunan rumahnya.
Untuk mencari nafkah sehari-hari, Inak Dewi dan suami hanya bergantung pada penghasilan berdagang di kios miliknya yang berada di depan rumah. Namun, akibat gempa kiosnya pun kini hancur berantakan.
"Pokoknya sudah tidak bisa jualan. Barang-barang dagangan juga sudah banyak yang hancur," pilunya.
Menurutnya, untuk makan dan minum pascagempa, dirinya saat ini hanya bergantung pada bantuan yang diberikan di posko pengungsian. Meskipun diakuinya jumlahnya masih sangat terbatas. Apalagi kalau malam di posko pengungsian begitu dingin.
"Ada kita diberikan bantuan tapi Masi kurang. Seperti mie instan, air mineral, roti, dan selimut. Tapi itu pun tidak semua dapat kalau selimut," terang Inak Dewi.
Inak Dewi menambahkan belum tahu sampai kapan berada di lokasi pengungsian. Mengingat bangunan rumah dan kios sebagai mata pencaharian sudah hancur.
"Kalau balik ke rumah kita belum tahu. Karena biaya bangun kan besar pastinya. Kalaupun sekarang belum berani karena masih takut juga ada gempa susulan," tandasnya.
Desa Obel-Obel sendiri merupakan salah satu desa terparah terdampak gempa 6,4 SR yang mengguncang Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa pada Minggu (29/7) pagi. Jalan satu-satunya untuk menuju lokasi Dusun Mentareng, Desa Obel-Obel, Kecamatan Sembelia hanya bisa dijangkau melalui darat. Dari Kota Selong Kabupaten Lombok Timur, desa ini berjarak 60 kilometer, sementara dari Kota Mataram ibu kota Provinsi NTB, Desa Obel-Obel, Kecamatan Sembelia berjarak 119 kilometer dan bisa memakan waktu hingga 4 jam menuju lokasi dari Kota Mataram.
Ditemui di rumahnya di Dusun Mentareng, Desa Obel-Obel, Inak Dewi (43) mengaku bingung dan hanya bisa pasrah meratapi bangunan rumahnya yang sudah hancur rata dengan tanah setelah diguncang gempa.
"Semuanya sudah hancur. Sudah gak ada yang bisa diselamatkan. Karena waktu gempa saya sama keluarga langsung lari ke luar rumah. Ini pun saya bingung kondisi begini," tuturnya.
Dia mengaku tinggal berempat bersama suami dan dua orang anak sebelum gempa terjadi. Namun, karena rumah sudah rusak akibat gempa, saat ini dirinya beserta keluarga hanya tinggal di posko pengungsian bersama ratusan warga lainnya.
"Tinggal di posko, walaupun kondisinya masih seadanya. Mau di mana lagi kita tinggal kalau gak di posko, ya pasrah saja," ucapnya sambil melihat bangunan rumahnya.
Untuk mencari nafkah sehari-hari, Inak Dewi dan suami hanya bergantung pada penghasilan berdagang di kios miliknya yang berada di depan rumah. Namun, akibat gempa kiosnya pun kini hancur berantakan.
"Pokoknya sudah tidak bisa jualan. Barang-barang dagangan juga sudah banyak yang hancur," pilunya.
Menurutnya, untuk makan dan minum pascagempa, dirinya saat ini hanya bergantung pada bantuan yang diberikan di posko pengungsian. Meskipun diakuinya jumlahnya masih sangat terbatas. Apalagi kalau malam di posko pengungsian begitu dingin.
"Ada kita diberikan bantuan tapi Masi kurang. Seperti mie instan, air mineral, roti, dan selimut. Tapi itu pun tidak semua dapat kalau selimut," terang Inak Dewi.
Inak Dewi menambahkan belum tahu sampai kapan berada di lokasi pengungsian. Mengingat bangunan rumah dan kios sebagai mata pencaharian sudah hancur.
"Kalau balik ke rumah kita belum tahu. Karena biaya bangun kan besar pastinya. Kalaupun sekarang belum berani karena masih takut juga ada gempa susulan," tandasnya.
Desa Obel-Obel sendiri merupakan salah satu desa terparah terdampak gempa 6,4 SR yang mengguncang Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa pada Minggu (29/7) pagi. Jalan satu-satunya untuk menuju lokasi Dusun Mentareng, Desa Obel-Obel, Kecamatan Sembelia hanya bisa dijangkau melalui darat. Dari Kota Selong Kabupaten Lombok Timur, desa ini berjarak 60 kilometer, sementara dari Kota Mataram ibu kota Provinsi NTB, Desa Obel-Obel, Kecamatan Sembelia berjarak 119 kilometer dan bisa memakan waktu hingga 4 jam menuju lokasi dari Kota Mataram.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: