Phnompenh (ANTARA News) - Relawan mengeluarkan kursi dari ruang kelas di sekolah dasar Toul Kork di Phnompenh, ibu kota Kamboja, menggantinya dengan bangku kayu dan mengubah ruang itu menjadi tempat pemungutan suara menjelang pemilihan umum.

"Saya yakin, pemilih akan datang memberikan suara," kata Yos Vanthan, kepala panitia pemilihan di sekolah itu, kepada Reuters.

Penentang Hun Sen menyerukan boikot, dengan mengatakan bahwa tanpa ada oposisi nyata terhadap pemerintah, pemilihan umum itu akan memalukan.

Pemungutan suara bukan kewajiban, tetapi pihak berwenang memperingatkan bahwa siapa pun memboikot pemungutan suara akan dilihat sebagai "pengkhianat".

Sebanyak 19 partai politik bertarung melawan Partai Rakyat Kamboja (CPP) pimpinan Hun Sen tetapi tak satupun yang sangat kritis terhadap perdana menteri itu atau pemerintah.

Tantangan utamanya Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), yang kalah tipis dalam pemilihan sebelumnya tahun 2013, dibubarkan Mahkamah Agung tahun lalu dan banyak dari wakil-wakilnya di parlemen dilarang berpolitik selama lima tahun.

Hun Sen, mantan panglima Khmer Merah yang akhirnya membelot dari rezim Pol Pot yang bengis, telah berkuasa selama lebih 30 tahun dan perdana menteri terlama berkuasa di dunia.

Banyak pemimpin CNRP melarikan diri dan berada di pengasingan di luar negeri dan pemimpinnya, Kem Sokha, dijebloskan ke penjara pada September atas tuduhan pengkhianatan, menjadikan Hun Sen, yang telah berkuasa 33 tahun, tanpa lawan berarti.

Para pejabat mengatakan mereka berharap tak akan ada kekerasan pada hari pemungutan suara, tapi pekan lalu pihak berwenang menunjukkan kekuasaan, dengan polisi memperlihatkan peralatan antihuru-hara dan senjata serbu di ibu kota dalam suatu langkah untuk menakut-nakuti protes-protes di jalan.

Polisi pada Sabtu menahan empat petani dan menuduh mereka menanam sebuah granat di satu tempat pemungutan suara di Provinsi Preah Vihear di bagian utara Kamboja, kata Kepala kepolisian Daerah Ying Samnang dalam suatu laporan. Granat tersebut tak meledak.

Dim Sovannarom, seorang juru bicara Komite Pemilihan Nasional, yang memeriksa SD Toul Kork di komune Boeung Kak 1 Sabtu, mengatakan komisi berharap lebih 60 persen pemilih yang terdaftar memberikan suara.

Dalam pemilihan tahun 2013, hampir 70 persen pemilih memberikan suara mereka di seluruh negara.

"Kami berharap lebih 60 persen (pemilih berikan suara) di seluruh negeri," kata Dim Sovannarom kepada wartawan, sebelum mengecek kotak-kotak pemungutan suara yang terbuat dari metal bantuan pemerintah Jepang.

Tetapi, beberapa warga Kamboja memandang pemilihan umum itu tidak berarti dan sedikit orang memberikan suara akan mempengaruhi klaim CPP bagi keabsahannya.

(M016/B002)