Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum dari Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai gugatan Perindo terkait Pasal 169 Huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dimana Wapres Jusuf Kalla sebagai pihak terkait akan mencederai nama baik Jusuf Kalla sebagai negarawan.
"JK mengorbankan sikap kenegarawannya dengan menjadi pihak terkait dalam gugatan tersebut," kata Bayu dalam diskusi bertema "Membaca Arah Politik JK Melalui Uji Materi Persyaratan Capres-Cawapres", di Jakarta, Kamis.
Padahal sebagai wakil presiden JK justru harus memegang teguh konstitusi, bukan malah mengujinya.
"Seharusnya pak JK bisa menjaga Pancasila dan UUD 1945," kata Bayu.
Di tempat yang sama, Direktur Ekskutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai sikap JK yang terkesan ambisius ingin berkuasa kembali justru menurunkan kadar kenegarawanannya.
Namun demikian, lanjut dia, itu merupakan hak JK untuk mengajukan Uji Materi ke MK sebagai pihak terkait terhadap gugatan Pasal 169 Huruf n UU No.7 Tahun 2017 yang diajukan Perindo.
Pengamat politik ini menambahkan, jika sebelumnya JK agak malu-malu mengungkapkan ambisinya, sekarang sudah mulai terbuka setelah dia menjelaskan alasan ingin maju kembali menjadi cawapres.
"Mungkin pak JK terinspirasi oleh Mahatir Muhammad dan Vladimir Putin," tuturnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Sinergi Data Indonesia (SDI), Barkah Pattimahu menilai jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Perindo dan Jusuf Kalla sebagai pihak terkait bisa menimbulkan implikasi sistemik, bahkan putusan tersebut bisa mengubah konstelasi politik jelang pemilihan presiden 2019.
"Koalisi partai politik dan formasi capres-cawapres yang sedang direncanakan bisa berubah", kata Barkah.
Dampak dari dikabulkannya gugatan tersebut bisa saja Jokowi menerima JK jadi cawapres. Tetapi dampaknya, tidak menguntungkan Jokowi secara elektoral karena JK bukan figur ideal bagi Jokowi.
JK dinilai korbankan sikap kenegarawannya
26 Juli 2018 23:38 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pernyataan pers di Kantor Wapres Jakarta, Selasa. (Fransiska Ninditya)
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: