Ini harapan Sri Mulyani, setelah Undang-Undang PNPB disetujui
26 Juli 2018 13:52 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) menyerahkan berkas pandangan akhir Pemerintah pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2018). Rapat paripurna DPR mengesahkan RUU pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi Undang-Undang. (ANTARA /Dhemas Reviyanto)
Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) menjadi undang-undang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan revisi terhadap UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan UU baru tersebut diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan PNBP.
Permasalahan dan tantangan di dalam pengelolaan PNBP antara lain disebabkan masih adanya pungutan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, PNBP yang terlambat atau tidak disetor ke kas negara, maupun penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme APBN.
Pokok-pokok penyempurnaan RUU PNBP yang telah disepakati antara lain penyempumaan definisi dan ruang lingkup PNBP dengan menghilangkan berbagai pungutan yang selama ini tidak punya dasar hukum yang jelas.
Objek PNBP juga dikelompokkan menjadi enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.
Pokok penyempurnaan berikutnya yaitu menyangkut pengaturan tarif PNBP dengan mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan.
"Termasuk pengaturan kebijakan pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau nol persen untuk kondisi tertentu," kata Sri Mulyani.
Ketentuan peralihan berupa penyelesaian hak dan kewajiban wajib bayar yang belum diselesaikan sebelum berlakunya RUU, diberikan jangka waktu paling lambat enam bulan sejak RUU PNBP mulai berlaku untuk diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum RUU PNBP.
Baca juga: Menkeu ucapkan terima kasih, RUU PNPB disetujui
Baca juga: Kenaikan PNBP dan kualitas pelayanan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan revisi terhadap UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan UU baru tersebut diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan PNBP.
Permasalahan dan tantangan di dalam pengelolaan PNBP antara lain disebabkan masih adanya pungutan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, PNBP yang terlambat atau tidak disetor ke kas negara, maupun penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme APBN.
Pokok-pokok penyempurnaan RUU PNBP yang telah disepakati antara lain penyempumaan definisi dan ruang lingkup PNBP dengan menghilangkan berbagai pungutan yang selama ini tidak punya dasar hukum yang jelas.
Objek PNBP juga dikelompokkan menjadi enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.
Pokok penyempurnaan berikutnya yaitu menyangkut pengaturan tarif PNBP dengan mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan.
"Termasuk pengaturan kebijakan pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau nol persen untuk kondisi tertentu," kata Sri Mulyani.
Ketentuan peralihan berupa penyelesaian hak dan kewajiban wajib bayar yang belum diselesaikan sebelum berlakunya RUU, diberikan jangka waktu paling lambat enam bulan sejak RUU PNBP mulai berlaku untuk diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum RUU PNBP.
Baca juga: Menkeu ucapkan terima kasih, RUU PNPB disetujui
Baca juga: Kenaikan PNBP dan kualitas pelayanan
Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018
Tags: