Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Basarah kembali menegaskan bahwa Pancasila adalah titik temu, atau Kalimatun Sawa yang dijadikan sebagai falasafat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal tersebut disampaikan oleh Basarah di hadapan 455 (empat ratus lima puluh lima) Mahasiswa dan Mahasiswi Universitas Galuh, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 25 Juli 2018.

"Pancasila adalah Kalimatun Sawa. Dan ini adalah warisan dari para pendiri bangsa," kata Basarah di hadapan ratusan mahasiswa dan mahasiswi yang tengah melakukan Studi Lapangan dan Kunjungan Lembaga (SLKL) di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Rabu (25/7).

Basarah, yang juga penulis buku "Bung Karno, Islam dan Pancasila" melanjutkan bahwa, Pancasila sebagai sebuah ideologi bangsa Indonesia, bukanlah ideologi agama tertentu dan juga bukan ideologi yang kosong dengan nilai-nilai agama dan ketuhanan.

"Ini kan unik. Bangsa Indonesia menganut falsafah atau mazhab Ketuhanan yang universal," sambung Basarah.

Pada bagian lain, Basarah juga merasa amat prihatin dengan menguatnya paham-paham yang berpotensi kuat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai contoh adalah paham takfiri, atau paham yang amat mudah mengkafirkan dan menyalahkan orang lain dengan begitu cepat.

Baca juga: Presiden "uji" ulama muda hafalan Pancasila

"Saat ini bangsa kita gemar sekali dengan budaya impor yang tidak di filter dan salah satunya adala budaya takfiri. Ini kan bahaya sekali, bisa menimbulkan gesekan, bukan hanya sesama umat beragama. Namun antar umat agama bisa terjadi," tegas Basarah.

Pada akhir pertemuan, Basarah mengajak kepada segenap mahasiswa dan mahasiswi Universitas Galuh untuk menjaga dan merawat Pancasila. Dengan menjaga dan merawat Pancasila artinya sama dengan menjaga keutuhan dan persatuan Indonesia.

"Ini pesan saya. Kalau kalian semua jadi pejabat, atau minimal menjadi anggota DPRD Ciamis maka jagalah Pancasila. Kalian tahu Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi negara besar?. Kenapa keduanya menjadi besar? Karena mereka berpijak pada falsafah bangsanya sendiri. Dan kalau Indonesia mau menjadi besar, maka harus berpijak pada falsafah bangsanya sendiri," demikian jelas Basarah.

Baca juga: MPR: Pancasila bukan milik perseorangan atau rezim