Jakarta (ANTARA News) - Peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bivitri Susanti menilai argumentasi kuasa hukum Jusuf Kalla mengenai masa jabatan wakil presiden bisa lebih dari dua periode dinilai keliru.

"Sudah luar biasa jelas jabatan presiden-wakil presiden harus dibatasi. Kalau dipisahkan seperti argumen kuasa hukum JK tidak tepat secara konstitusional," kata Bivitri di Jakarta, Selasa.

Hal itu dikatakannya mengomentari pernyataan kuasa hukum JK, Irmanputra Sidin yang menyatakan frasa dalam Pasal 7 UUD 1945 harus diperjelas hingga JK bersedia menjadi pihak terkait.

Dia menilai frasa satu kali masa jabatan itu hanya untuk jabatan presiden.

"Frasa hanya satu kali masa jabatan itu hanya frasa untuk pemegang kekuasaan jabatan presiden, bukan untuk wakil presiden," kata Irman.

Bivitri mengatakan, masa jabatan presiden-wakil presiden harus dibatasi karena telah tertulis dalam Pasal 7 UUD 1945 bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Bivitri mengatakan presiden dan wakil presiden adalah satu kelembagaan yaitu lembaga kepresidenan, keduanya merupakan satu kesatuan yang sama-sama punya pengaruh, pemilihannya pun satu paket, dan posisi wapres bukan seperti menteri.

"Kalau terpisahkan sistem ketatanegaraan kita jadi kacau, di mana pun di negara seluruh dunia itu memang dalam satu paket presiden-wakil presiden, tidak dipisah," ujarnya.

Bivitri mengatakan jika uji materi terhadap Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan Partai Perindo dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), maka hal itu membahayakan sistem ketatanegaraan.

Dia menjelaskan kekhawatiran yang bisa muncul jika uji materi itu dikabulkan adalah akan disusul dengan uji materi pada semua level pemerintahan dan lembaga yang masa jabatannya dibatasi.

"Bisa saja nanti jabatan presiden dan kepala daerah diuji materikan karena ketika masa jabatan tidak dibatasi maka berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan," tuturnya.

Dia mengatakan salah satu tujuan reformasi adalah pembatasan kekuasaan baik di tingkat pusat hingga daerah agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Menurut dia kalau pembatasan tersebut dibatalkan maka itu merupakan langkah mundur bagi bangsa Indonesia.

Sebelumnya, Wapres RI Jusuf Kalla bersedia menjadi pihak terkait dalam uji materi Undang-Undang Pemilu yang diajukan Partai Perindo.

Perindo menggugat syarat menjadi presiden dan wapres yang diatur dalam Pasal 169 Huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut Perindo, pasal itu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945.

Perindo meminta aturan yang membatasi masa jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode tersebut hanya berlaku apabila presiden dan wapres itu menjabat secara berturut-turut.