Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai rencana penerbitan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 9 dan 12 bulan oleh bank sentral, bertujuan untuk menarik likuditas valas.

"Kalau SBI itu benar-benar likuid, bisa dipakai untuk instrumen investasi," ujar Darmin saat ditemui di Jakarta, Jumat.

Darmin mengatakan kondisi saat ini yang penuh ketidakpastian membuat bank sentral harus merumuskan instrumen investasi agar modal bisa menetap lebih lama di dalam negeri.

"Sekarang ini adalah situasi dimana kita perlu memberi ruang untuk pemilik dana supaya tertarik masuk, kemudian dicoba oleh BI untuk menyediakan instrumen investasi lebih banyak," ujarnya.

Dengan adanya instrumen investasi tersebut, ia mengharapkan investor tidak cepat-cepat melarikan dana ke luar negeri dan berinvestasi di instrumen dengan minim risiko seperti SBI.

"Yang tadinya orang merasa dia mau keluar, bisa saja daripada keluar ya dia beli, tapi itu kalau dia percaya BI bisa menjalani lebih baik," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia ini.

Saat ini, Bank Indonesia mengkaji pengaktifan kembali SBI bertenor 9 dan 12 bulan guna menambah portofolio yang dapat menyerap modal asing sehingga dapat menjadi instrumen untuk menstabilkan rupiah.

"Kami ingin memperluas instrumen, kemungkinan reaktivasi SBI, sedang dikaji. Dalam waktu dekat kami akan umumkan. Sudah di 'pipeline'," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (19/7).

Jika SBI kembali diaktifkan, maka instrumen untuk menyimpan modal asing akan bertambah, selain dari obligasi, deposito, dan saham.

Meski demikian, penerbitan SBI pernah menyebabkan terjadinya defisit anggaran Bank Indonesia pada 2009 karena bank sentral harus membayar bunga SBI yang tinggi.

Bank Indonesia bahkan pernah menyatakan pada 2016 bahwa transaksi untuk operasi moneter seluruhnya akan menggunakan SBN pada 2024 untuk menggantikan instrumen SBI.