Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo terus mengawasi percepatan pelaksanaan mandatori biodiesel dengan tujuan memperbaiki neraca perdagangan yang masih defisit.

"Pertama dampaknya adalah akan menghemat devisa dan kenapa penting menghemat devisa karena memang neraca perdagangan kita sudah lama defisit, sudah empat tahunan kira-kira terutama migas," kata Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai rapat terbatas membahas percepatan pelaksanaan mandatori biodiesel di Kantor Presiden, Jakarta pada Jumat.

Menurut Darmin, defisit perdagangan migas pada Januari hingga Juni 2018 tercatat 5,4 miliar dolar AS.

Sedangkan neraca perdagangan non-migas mengalami surplus sebesar 4,4 miliar dolar AS sehingga defisitnya sekitar 1 miliar dolar AS.

Dengan implementasi mandatori biodiesel bagi Non-Public Service Obligation (PSO), maka diharapkan dapat membantu memperbaiki defisit transaksi berjalan karena mengurangi impor bahan bakar minyak.

"Kami sudah hitung, setelah kami cek beberapa data termasuk valas dari impor BBM dan macam-macam itu bisa mencapai sekitar 5,5 miliar dolar AS setahun. Jadi tadi kita defisitnya 6 bulan hanya satu (miliar dolar AS), jadi kalau setahun dua (miliar) ya selesai itu sebenarnya," ujar Darmin terkait penghematan devisa jika mandatori biodiesel sudah berjalan penuh.

Selain itu, dengan peningkatan penggunaan biodiesel, permintaan minyak sawit akan bertambah sehingga dapat memperbesar pasar di dalam negeri.

"Dampak yang kedua yang sangat penting dari kebijakan ini yaitu harga CPO akan membaik, dan itu kita alami pada waktu B20 pertama-tama dilaksanakan pada 2016. Dalam hitungan jam saja begitu kita putuskan hari ini dilaksanakan, dalam 1-2 jam harga bergerak naik. Ini kita harapkan juga akan memperbaiki tentu saja penghasilan para petani kita di sektor perkebunan kelapa sawit," ujar Menko.

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit menyebutkan badan usaha penyalur bahan bakar minyak yang menyalurkan bahan bakar nabati jenis biodiesel wajib melakukan pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel dengan BBM jenis minyak solar sesuai dengan persentase yang ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Pada Perpres tersebut, patokan harga biodiesel mengacu kepada ketetapan Menteri ESDM.

Kewajiban pelaksanaan Biofuel 20 persen sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.

Untuk pemanfaatan biodiesel sebagai campuran BBM bagi transportasi Non-PSO pada Januari 2016 ditetapkan sebesar 20 persen dari kebutuhan total.

Sementara itu, menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, pemerintah berencana merevisi regulasi untuk mencakup pemanfaatan biodiesel bagi Non-Public Service Obligation (PSO).