Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam menjadi 15 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi.

Pengadilan tinggi "menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nur Alam dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan" menurut dokumen putusan yang diperoleh di Jakarta, Jumat.

Dalam putusan pengadilan tingkat pertama pada 28 Maret 2018, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Nur Alam dengan hukuman 12 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang menyebabkan kerugian keuangan negara Rp1,59 triliun serta menerima gratifikasi Rp40,268 miliar.

Selain itu, pengadilan mewajibkan Nur Alam membayar uang pengganti Rp2,7 miliar dan mencabut hak politiknya selama lima tahun setelah Nur Alam selesai menjalani hukuman.

Mengenai uang pengganti dan pencabutan hak politik, majelis Pengadilan Tinggi Jakarta sepakat dengan pengadilan tingkat pertama.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Nur Alam untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,781 miliar dengan memperhitngkan harga 1 bidang tanah dan bangunan di Kompleks Premier Estate kav 1 No 9, Cipayung yang sudah disita, subsider 1 tahun pidana. Mencabut hak politik terdakwa selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani hukuman," demikian tertulis dalam dokumen putusan pengadilan tinggi.

Vonis Nur Alam di pengadilan tinggi diputuskan oleh Elang Prakoso Wibawa selaku ketua majelis hakim tinggi didampingi Zubaidi Rahmat, I Nyoman Adi Juliasa, Reny Halida Ilham Malik dan Lafat Akbar sebagai anggota.

Nur Alam dinilai terbukti melakukan dua kejahatan yang didakwakan.

Dakwaan pertama, Nur Alam sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 dan 2013-2018 bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Provinsi Sultra Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi memberikan persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp1,5 triliun.

Dalam dakwaan kedua, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi 4,499 juta dolar AS atau senilai Rp40,268 miliar.

Uang itu diterima pada September-Oktober 2010 sebesar 2,499 juta dolar AS yang ditempatkan di rekening AXA Mandiri Financial Service. Uang berasal dari rekening Chinatrust Commericial Bank Hongkong atas nama Richcorp International Ltd.

Baca juga:
Gubernur Sultra Nur Alam divonis 12 tahun penjara
Gubernur Sultra Nur Alam ajukan banding
KPK ajukan banding terkait vonis Nur Alam