Kata politisi senior PDIP soal kriteria cawapres untuk Jokowi
20 Juli 2018 11:50 WIB
Pelantikan Watimpres Presiden Joko Widodo (kanan) menyalami anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto (kedua kiri) seusai acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Senin (19/1). Sembilan anggota Wantimpres yang dilantik yaitu Subagyo HS, Sidarto Danusubroto, Yusuf Kartanegara, Hasyim Muzadi, Suharso Monoarfa, Rusdi Kirana, Jan Darmadi, Malik Fajar dan Sri Adiningsih. ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Jakarta (ANTARA News) - Politisi senior PDI Perjuangan Sidarto Danusubroto menyebut kritria yang "pas" calon wakil presiden untuk mendampingi Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019. Kriteria yang dinilai "pas" itu diantaranya bisa bekerja, menjaga negara dan diterima semua golongan adalah syarat yang harus dipertimbangkan.
Sidarto yakin bahwa Jokowi akan memilih sosok terbaik untuk rakyat dan sosok terbaik adalah yang memiliki idealisme seperti Bung Karno.
"Jokowi sekarang diwarisi Indonesia yang harus tetap dijaga dari tangan-tangan preman," kata Sidarto di Jakarta, Jumat.
Dia menilai nama-nama yang beredar seperti Mahfud atau Moeldoko, sudah cukup baik untuk mendampingi Jokowi.
Dari dua nama ini, Sidharto menjagokan yang punya kapabilitas menjaga kedaulatan Indonesia secara komprehensif.
"Tapi yang paling cocok adalah yang bisa menjaga (Indonesia) dan bisa diterima seluruh partai," tegasnya.
Baca juga: Eriko: PDIP tidak intervensi Jokowi tentukan cawapres
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo menilai Mahfud MD adalah sosok yang "pas" (tepat).
Menurut Karyono, Mahfud punya pengalaman legislatif sebagai anggota DPR dari PKB, pengalaman eksekutif sebagai Menteri Pertahanan di kabinet pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan pengalaman yudikatif sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun pengalaman di tiga unsur negara itu, menurut dia, tidak bisa menjadi tolok ukur kecakapan Mahfud.
"Dia cuma sebentar jadi menteri, jadi tidak terlihat perannya ketika itu," kata Karyono.
Sementara karir Mahfud di yudikatif yang paling lama, tidak bisa menjadi tolok ukur kemampuannya mengelola negara seandainya ia menjadi wakil presiden nanti.
Di sisi lain, ada juga kelemahan yang bisa mengganjal Mahfud. Misalnya irisan pemilih dirinya dengan Presiden Jokowi.
Berdasarkan hasil survei yang dia lakukan beberapa waktu lalu, terlihat bahwa mayoritas Nahdliyin memang sudah bersimpati pada Jokowi sehingga bisa diproyeksikan bahwa Mahfud tidak menambah jumlah pemilih.
"Kalau NU dan kyai tidak 'clear' mendukung Mahfud, maka itu jadi kelemahan elektoralnya. Apalagi dalam konteks bursa cawapres, Mahfud akan bersaing dengan Ketua Umum PKB Muhaimin," katanya.
Kemungkinan pula, keberadaan Mahfud bisa jadi akan membuat massa Muhammadiyah menyeberang ke kubu lawan Jokowi. Kondisi ini juga berlaku bila Jokowi memilih Cak Imin.
Karena itu, Karyono mengatakan bahwa sebaiknya Jokowi memilih pendamping yang bisa diterima oleh semua arus utama kelompok Islam. Baik NU atau Muhammadiyah.
"Daripada memecah belah dukungan yang semula solid, lebih baik Jokowi pilih orang luar yang bisa diterima semua kalangan. Tanpa harus merasa salah satu lebih diutamakan," beber Karyono.
Menurut dia, Jokowi harus bisa mempertimbangkan untuk tidak membuat partai merasa ada pihak yang lebih dianakemaskan.
Kecemburuan antarpartai, malah bisa membuat koalisi pendukung Jokowi rapuh. Berangkat dari pemahaman tersebut, dia menyarankan agar Jokowi tidak sekadar mengukur kandidat pendampingnya dari segi elektabilitas atau akseptabilitas publik, tapi juga akseptabilitas elit.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menilai Mahfud dan Moeldoko adalah yang paling kuat berpeluang mendampingi Jokowi.
"Dua-duanya punya kekuatan, tapi nanti Jokowi yang akan memilih," kata Arie.
Moeldoko yang berlatar belakang militer diyakini dapat merangkul banyak pihak, sementara Mahfud MD dinilai memiliki kekuatan jaringan di HMI.
Dia menilai setidaknya ada empat kriteria yang harus diperhatikan Jokowi untuk memilih pendampingnya, yakni, tidak kontroversial, bisa diterima oleh semua komponen parpol pendukung, mampu menambal keterbatasan Jokowi secara politik.
"Keempat, mampu mengimbangi ritme kerja Jokowi di pemerintahan,' sebutnya.
Moeldoko dipercaya oleh Jokowi untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Sementara Mahfud MD menjabat sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Baca juga: Elektabilitas Jokowi jauh lampaui Prabowo menurut survei LIPI
Baca juga: JK: Pendamping Jokowi harus dongkrak 15 persen suara
Sidarto yakin bahwa Jokowi akan memilih sosok terbaik untuk rakyat dan sosok terbaik adalah yang memiliki idealisme seperti Bung Karno.
"Jokowi sekarang diwarisi Indonesia yang harus tetap dijaga dari tangan-tangan preman," kata Sidarto di Jakarta, Jumat.
Dia menilai nama-nama yang beredar seperti Mahfud atau Moeldoko, sudah cukup baik untuk mendampingi Jokowi.
Dari dua nama ini, Sidharto menjagokan yang punya kapabilitas menjaga kedaulatan Indonesia secara komprehensif.
"Tapi yang paling cocok adalah yang bisa menjaga (Indonesia) dan bisa diterima seluruh partai," tegasnya.
Baca juga: Eriko: PDIP tidak intervensi Jokowi tentukan cawapres
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo menilai Mahfud MD adalah sosok yang "pas" (tepat).
Menurut Karyono, Mahfud punya pengalaman legislatif sebagai anggota DPR dari PKB, pengalaman eksekutif sebagai Menteri Pertahanan di kabinet pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan pengalaman yudikatif sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun pengalaman di tiga unsur negara itu, menurut dia, tidak bisa menjadi tolok ukur kecakapan Mahfud.
"Dia cuma sebentar jadi menteri, jadi tidak terlihat perannya ketika itu," kata Karyono.
Sementara karir Mahfud di yudikatif yang paling lama, tidak bisa menjadi tolok ukur kemampuannya mengelola negara seandainya ia menjadi wakil presiden nanti.
Di sisi lain, ada juga kelemahan yang bisa mengganjal Mahfud. Misalnya irisan pemilih dirinya dengan Presiden Jokowi.
Berdasarkan hasil survei yang dia lakukan beberapa waktu lalu, terlihat bahwa mayoritas Nahdliyin memang sudah bersimpati pada Jokowi sehingga bisa diproyeksikan bahwa Mahfud tidak menambah jumlah pemilih.
"Kalau NU dan kyai tidak 'clear' mendukung Mahfud, maka itu jadi kelemahan elektoralnya. Apalagi dalam konteks bursa cawapres, Mahfud akan bersaing dengan Ketua Umum PKB Muhaimin," katanya.
Kemungkinan pula, keberadaan Mahfud bisa jadi akan membuat massa Muhammadiyah menyeberang ke kubu lawan Jokowi. Kondisi ini juga berlaku bila Jokowi memilih Cak Imin.
Karena itu, Karyono mengatakan bahwa sebaiknya Jokowi memilih pendamping yang bisa diterima oleh semua arus utama kelompok Islam. Baik NU atau Muhammadiyah.
"Daripada memecah belah dukungan yang semula solid, lebih baik Jokowi pilih orang luar yang bisa diterima semua kalangan. Tanpa harus merasa salah satu lebih diutamakan," beber Karyono.
Menurut dia, Jokowi harus bisa mempertimbangkan untuk tidak membuat partai merasa ada pihak yang lebih dianakemaskan.
Kecemburuan antarpartai, malah bisa membuat koalisi pendukung Jokowi rapuh. Berangkat dari pemahaman tersebut, dia menyarankan agar Jokowi tidak sekadar mengukur kandidat pendampingnya dari segi elektabilitas atau akseptabilitas publik, tapi juga akseptabilitas elit.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menilai Mahfud dan Moeldoko adalah yang paling kuat berpeluang mendampingi Jokowi.
"Dua-duanya punya kekuatan, tapi nanti Jokowi yang akan memilih," kata Arie.
Moeldoko yang berlatar belakang militer diyakini dapat merangkul banyak pihak, sementara Mahfud MD dinilai memiliki kekuatan jaringan di HMI.
Dia menilai setidaknya ada empat kriteria yang harus diperhatikan Jokowi untuk memilih pendampingnya, yakni, tidak kontroversial, bisa diterima oleh semua komponen parpol pendukung, mampu menambal keterbatasan Jokowi secara politik.
"Keempat, mampu mengimbangi ritme kerja Jokowi di pemerintahan,' sebutnya.
Moeldoko dipercaya oleh Jokowi untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Sementara Mahfud MD menjabat sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Baca juga: Elektabilitas Jokowi jauh lampaui Prabowo menurut survei LIPI
Baca juga: JK: Pendamping Jokowi harus dongkrak 15 persen suara
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: