Idrus Marham akui dekat dengan dua tersangka suap PLTU Riau-1
19 Juli 2018 21:25 WIB
Menteri Sosial Idrus Marham bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/7/2018). Mantan Sekjen Partai Golkar tersebut diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sosial Idrus Marham mengakui cukup dekat dengan dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Kedua tersangka dalam kasus ini adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Jadi ini semua teman saya, Johannes saya teman sudah lama kenal, ibu Eni apalagi itu adik saya. Eni biasa saya panggil dinda, dia memanggil saya abang, Kotjo saya panggil abang, dia manggil saya abang," kata Idrus seusai menyelesaikan pemeriksaan hampir 12 jam sebagai saksi di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Namun Idrus menolak menjelaskan kepada wartawan mengenai pertemannya dengan kedua tersangka tersebut.
"Itu ceritanya panjang, ndak bisa diceritakan, semua sudah dikonfirmasi, sudah ya," tambah Idrus.
Idrus pun mengakui bahwa KPK punya alsan sendiri melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Eni di rumah Idrus pada Jumat (13/7).
"Saya menghargai seluruh langkah KPK termasuk penangkapan saudara Eni di rumah saya karena saya menghargai setiap lembaga punya logika sendiri. Proses yang ada ini telah berlangsung dengan semuanya dan tentu sevcara substansial materi materi penjelasan mengenai pemeriksaan tentu tidak etis kalau saya sampaikan semua karena ini prosesnya masih berlangsung," ungkap Idrus.
Sedangkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan Idrus bertujuan untuk mengonfirmasi sejumlah pertemuan khusunya posisinya saat menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar.
"Untuk memastikan beberapa informasi itu memang terkonfirmasi baik terkait pertemuan-pertemuan dengan tersangka, pembicaraan seperti apa, informasi tentang proses aliran dana, sejauh mana pengetahuan dari saksi tentang hal tersebut menjadi bagian yang dikonfirmasi," kata Febri.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap letter of intent (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).
Kedua tersangka dalam kasus ini adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Jadi ini semua teman saya, Johannes saya teman sudah lama kenal, ibu Eni apalagi itu adik saya. Eni biasa saya panggil dinda, dia memanggil saya abang, Kotjo saya panggil abang, dia manggil saya abang," kata Idrus seusai menyelesaikan pemeriksaan hampir 12 jam sebagai saksi di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Namun Idrus menolak menjelaskan kepada wartawan mengenai pertemannya dengan kedua tersangka tersebut.
"Itu ceritanya panjang, ndak bisa diceritakan, semua sudah dikonfirmasi, sudah ya," tambah Idrus.
Idrus pun mengakui bahwa KPK punya alsan sendiri melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Eni di rumah Idrus pada Jumat (13/7).
"Saya menghargai seluruh langkah KPK termasuk penangkapan saudara Eni di rumah saya karena saya menghargai setiap lembaga punya logika sendiri. Proses yang ada ini telah berlangsung dengan semuanya dan tentu sevcara substansial materi materi penjelasan mengenai pemeriksaan tentu tidak etis kalau saya sampaikan semua karena ini prosesnya masih berlangsung," ungkap Idrus.
Sedangkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan Idrus bertujuan untuk mengonfirmasi sejumlah pertemuan khusunya posisinya saat menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar.
"Untuk memastikan beberapa informasi itu memang terkonfirmasi baik terkait pertemuan-pertemuan dengan tersangka, pembicaraan seperti apa, informasi tentang proses aliran dana, sejauh mana pengetahuan dari saksi tentang hal tersebut menjadi bagian yang dikonfirmasi," kata Febri.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap letter of intent (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: