Istanbul (ANTARA News) – Partai berkuasa di Turki mengajukan sebuah rancangan undang-undang antiteror baru kepada parlemen yang akan menyokong kekuasaan otoritas dalam menahan tersangka dan menetapkan ketertiban umum, meskipun diajukan setelah status darurat saat ini yang berlaku dua tahun berakhir.

Status darurat tersebut, ditetapkan menyusul kudeta gagal pada Juli 2016 guna menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang sudah diperpanjang tujuh kali dan menyebabkan puluhan ribu orang ditangkap.

Dengan pemerintah mengindikasikan tidak akan ada perpanjangan lebih lanjut diajukan setelah Erdogan memenangkan mandat baru dalam pemilu presiden 24 Juni, status darurat itu akan berakhir pada Rabu malam sampai Kamis.

Namun, kantor berita Anadolu mengatakan bahwa Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) telah mengajukan amendemen terhadap UU yang sudah ada ke parlemen guna menangani perlawanan terhadap teror setelah status darurat.

Turki menganggap mereka sendiri secara bersamaan memerangi sejumlah kelompok yang dianggap teroris oleh Ankara, termasuk ISIS, Partai Pekerja Kurdistan (Partiya Karkeren Kurdistan/PKK) dan kelompok simpatisan ulama Fethullah Gulen yang dituduh mendalangi upaya pemberontakan 2016. Saat ini dia tinggal di Amerika Serikat.

Di bawah RUU tersebut, otoritas akan memiliki kemampuan melarang individu keluar dan masuk sebuah area tertentu selama 15 hari atas dasar keamanan, lapor Anadolu.

Mereka menyebutkan tersangka dapat ditahan tanpa tuntutan selama 48 jam atau hingga empat hari jika ada berbagai pelanggaran.

Namun, periode itu bisa diperpanjang dua kali jika ada kesulitan mengumpulkan bukti atau jika kasus tersebut dianggap sangat besar. Demikian dilansir Kantor Berita AFP.

Baca juga: Turki pecat 18.000-an pegawai jelang pencabutan UU Darurat