Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 38 pendamping Program Keluarga Harapan di berbagai provinsi telah diberhentikan oleh Kementerian Sosial selama 2018 karena tindakan mereka di luar ketentuan.

"Pemberhentian pendamping PKH tersebut merupakan tindak lanjut dari berbagai pengaduan yang masuk," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat yang dihubungi dari Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan berbagai tindakan yang dinilai di luar ketentuan tugasnya sebagai pendamping, antara lain terbukti melakukan pungutan bantuan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Selain itu, ada yang tidak melaksanakan tugas menyampaikan laporan bulanan, adanya tindak pemalsuan data KPM, membawa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), dan melakukan penarikan bansos PKH, melakukan pungutan, serta sering melanggar komitmen.

Ada juga yang diberhentikan karena rangkap pekerjaan sebagai aparat desa, memiliki penilaian kinerja di bawah standar, tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendamping.

Bahkan, ada yang ditetapkan sebagai terpidana kasus hukum, terbukti melakukan penggelapan atau penyalahgunaan dana, tidak aktif bekerja sejak beberapa bulan terakhir.

Kemensos juga mendata sejak 2017 hingga 2018 sebanyak 98 orang pendamping diberhentikan dengan kasus, yaitu 46 rangkap pekerjaan, 10 kasus manipulasi data, 41 kasus pengutipan uang, dan satu kasus pidana.

Harry mengatakan saat ini total jumlah pendamping PKH 42 ribu orang yang mendampingi 10 juta KPM.

Sebelumnya, Menteri Sosial Idrus Marham mengatakan akan menindak tegas pendamping yang menyalahgunakan kewenangannya dengan memberhentikan dan jika terbukti melakukan tindak pidana akan diproses hukum.

Baca juga: Mensos apresiasi pendamping yang laporkan penyelewengan PKH