Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan keterangan sebagai saksi meringankan di persidangan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus dugaan korupsi penyelenggaraan dana haji dengan terdakwa mantan menteri agama Suryadharma Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu pagi.

"Jadi ya memang begitu PMK-nya (peraturan menteri keuangan), dengan 80 persen dan lumpsum yang fleksibel dan diskresi, artinya itu sangat tergantung pemakai atau menteri saja," kata Wapres Jusuf Kalla usai bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Menurut Kalla, Suryadharma Ali sudah mengelola dana operasional menteri (DOM) sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang berlaku saat itu.

"Saya melihat ini untuk menteri dan pejabat sederajat mendapatkan gaji Rp19 juta, karena itu dalam menjalankan tugasnya pemerintah memberikan dana operasional sebanyak Rp120 juta yang sejak 2006 diatur di Peraturan Menteri Keuangan, yang kemudian diperbaiki dalam PMK Nomor 28, yang memberikan keleluasaan untuk menggunakan dana operasional menteri," jelas Kalla.

Jusuf Kalla menjelaskan pertimbangan Pemerintah menetapkan dana operasional menteri tersebut adalah penggunaan 'lumpsump' sebesr 80 persen oleh menteri, kemudian 20 persen sisanya untuk anggaran yang dipertanggungjawabkan.

Penggunaan dana operasional menteri tersebut sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 3/PMK 06.2006. Namun kemudian peraturan menteri tersebut direvisi menjadi PMK No 268/PMK.05/2014. Sehingga, menurut Wapres Kalla, PMK Nomor 3 Tahun 2006 secara otomatis tidak berlaku.

"Ya (PMK) Nomor 3/2006 memang dibutuhkan pertanggungjawaban, namun keluarnya PMK yang baru berarti mencabut PMK nomor 3 itu. Sehingga tidak perlu ada pertanggungjawaban rinci lagi; sehingga yang (PMK) 2006 itu tidak berlaku lagi setelah keluarnya PMK yang baru," jelas Jusuf Kalla.

Dalam perkara ini, Suryadharma terbukti melakukan sejumlah tindak pidana korupsi, termasuk menunjuk Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) selama 2010-2013 sekaligus pendamping Amirul Hajj (pemimpin rombongan haji) yang tidak kompeten yaitu istrinya Wardatul Asriya, anak, menantu, ajudan, pegawai pribadi, sopir, sopir istri hingga pendukung istrinya.

Suryadharma juga menggunakan DOM hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM seperti untuk pengobatan anak, pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan ke Australia dan Singapura hingga membayar pajak pribadi tahun 2011, langganan TV kabel, internet, perpanjangan STNK Mercedes Benz serta pengurusan paspor cucu.

Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal karena penggunaan harga plafon sebagai harga kontrak dan tidak ada perundingan atau pembicaraan maka terjadi kemahalan pengadaan perumahan yaitu kemahalan perumahan di Madinah 14,094 juta riyal dan hotel transito Jeddah sejumlah 1,404 juta riyal.

Menteri Agama periode 2009 - 2014 itu dianggap menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010-2012 sehingga memberangkatkan 1.771 orang jemaah haji dan memperkaya jemaah tersebut karena tetap berangkat haji meskipun kurang bayar hingga Rp12,328 miliar yang terdiri atas 161 orang jemaah haji pada 2010 senilai Rp732,575 juta; 639 jemaah haji pada 2011 sejumlah Rp4,173 miliar; dan 971 jemaah hai sejumlah Rp7,422 miliar.

Baca juga: Wapres instruksikan dana haji diinvestasikan di Arab