KPU NTT: tidak ada keberatan dengan hasil pleno
10 Juli 2018 11:50 WIB
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT berfoto bersama seusai menerima SK penetapan pasangan calon gubernur-wakil gubernur NTT oleh KPU di Kupang, NTT, Senin (12/2/2018). (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
Kupang (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Yosafat Koli mengatakan, tidak ada pasangan calon yang mengajukan keberatan atas hasil pleno rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2018-2023.
"Memang ada beberapa catatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan, tetapi tidak ada keberatan terhadap hasil pleno," kata Yosafat Koli kepada Antara di Kupang, Selasa, terkait kemungkinan ada keberatan dari pasangan calon terhadap pleno rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT.
Namun, sesuai dengan tata aturan, KPU tetap memberikan kesempatan kepada pasangan calon yang merasa keberatan dengan hasil pleno, untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kesempatan ini akan diberikan sampai dengan 12 Juli atau tiga hari setelah pleno penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara, kata Yosafat Koli.
Jika sampai dengan 12 Juli, tidak ada permohonan perselisihan hasil ke MK, maka KPU tinggal menunggu surat keputusan dari MK untuk melaksanakan pleno penetapan pasangan calon terpilih.
Penetapan calon terpilih ini akan dilakukan paling lambat tiga hari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyatakan bahwa dalam Pilgub NTT tidak ada permohonan perselisihan suara, katanya.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi NTT dalam pleno rekapitulasi penghitungan suara menetapkan pasangan Vicktor Bungtilu Laiskodat-Josef Nae Soi (Vicktory-Joss) meraih suara terbanyak.
Pasangan yang diusung Partai Golkar, Nasdem, Hanura dan PPP itu, unggul dengan raihan 838.213 suara atau 35.60 persen.
Posisi kedua direbut pasangan Marianus Sae-Emelia Nomleni meraih 603.822 suara atau 25.64 persen, pasangan Esthon L Foenay-Christian Rotok meraih 469.025 suara atau 19.92 persen.
Disusul pasangan Benny Harman-Benny Litelnoni yang diusung Partai Demokrat dan PKS meraih 447.796 suara atau 18.85 persen.
"Memang ada beberapa catatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan, tetapi tidak ada keberatan terhadap hasil pleno," kata Yosafat Koli kepada Antara di Kupang, Selasa, terkait kemungkinan ada keberatan dari pasangan calon terhadap pleno rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT.
Namun, sesuai dengan tata aturan, KPU tetap memberikan kesempatan kepada pasangan calon yang merasa keberatan dengan hasil pleno, untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kesempatan ini akan diberikan sampai dengan 12 Juli atau tiga hari setelah pleno penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara, kata Yosafat Koli.
Jika sampai dengan 12 Juli, tidak ada permohonan perselisihan hasil ke MK, maka KPU tinggal menunggu surat keputusan dari MK untuk melaksanakan pleno penetapan pasangan calon terpilih.
Penetapan calon terpilih ini akan dilakukan paling lambat tiga hari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyatakan bahwa dalam Pilgub NTT tidak ada permohonan perselisihan suara, katanya.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi NTT dalam pleno rekapitulasi penghitungan suara menetapkan pasangan Vicktor Bungtilu Laiskodat-Josef Nae Soi (Vicktory-Joss) meraih suara terbanyak.
Pasangan yang diusung Partai Golkar, Nasdem, Hanura dan PPP itu, unggul dengan raihan 838.213 suara atau 35.60 persen.
Posisi kedua direbut pasangan Marianus Sae-Emelia Nomleni meraih 603.822 suara atau 25.64 persen, pasangan Esthon L Foenay-Christian Rotok meraih 469.025 suara atau 19.92 persen.
Disusul pasangan Benny Harman-Benny Litelnoni yang diusung Partai Demokrat dan PKS meraih 447.796 suara atau 18.85 persen.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: