KPK pada Rabu memeriksa Tamsil untuk dua tersangka dalam kasus tersebut masing-masing Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
"Tentang Pak Irvan, keponakan Setya Novanto, tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi. Tentang Made Oka juga tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi dan bertemu," kata Tamsil usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Selain dua tersangka itu, Tamsil juga mengaku dikonfirmasi oleh penyidik soal pengetahuannya tentang seseorang yang bernama Fahmi.
Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut Fahmi siapa yang dimaksud dalam kasus KTP-el tersebut.
"Tidak tahu sama sekali. Penyidik tahu persis bahwa memang saya tidak tahu dan dia juga tidak tahu saya. Sama dengan Andi Narogong dikonfirmasi juga saya tidak kenal, dia juga tidak tahu saya dan kami tidak pernah bertemu. Made Oka juga seperti itu dan Irvanto," ucap Tamsil.
Saat proses pembahasan proyek KTP-el, Tamsil menjabat sebagai Wakil Ketua Banggar DPR.
Tamsil mengaku memang saat itu memang ada pembahasan proyek KTP-el.
"Pembahasan KTP-el, ya kami bahas bukan pembahasan, tetapi menyetujui dan tidak menyetujui apa yang jadi usulan pemerintah disampaikan ke Komisi II. Pimpinan Banggar hanya mengkonfirmasi teknis apa betul sudah dilakukan pembahasan secara detil dan tidak ada masalah," katanya.
Dalam dakwaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto, nama Tamsil sempat disebut menerima aliran dana proyek KTP-el senilai Rp5,95 triliun.
Tamsil yang saat itu sebagai Wakil Ketua Banggar DPR disebut menerima 700 ribu dolar Amerika Serikat (AS).
Irvanto yang merupakan keponakan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto telah ditetapkan bersama Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto sebagai tersangka korupsi KTP-el pada 28 Februari 2018.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan fee sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari--19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Sedangkan, Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy senilai 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-el.
Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK klarifikasi Linrung soal tambah anggaran KTP-el
Baca juga: Tamsil Linrung tak penuhi panggilan KPK