Pemkot Balikpapan larang penggunaan kantong plastik
4 Juli 2018 05:24 WIB
Arsip: Imbauan tentang plastik berbayar terpasang di salah satu toko retail, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (3/3). Pasca pemberlakukan secara serentak sistem kantong plastik berbayar 21 Februari 2016 lalu, Badan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan gencar melakukan sosialisasi di 24 kabupaten/kota untuk mendorong inisiatif warga membawa tas belanja sendiri. (ANTARA FOTO/Dewi Fajriani)
Balikpapan (ANTARA News) - Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur terhitung 3 Juli 2018 melarang toko modern memberikan kantong plastik sebagai kemasan belanjaan pelanggannya.
Pelarangan itu dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 8 Tahun 2018.
"Setelah berjalan baik di pasar modern, baru pelarangan dilanjutkan ke pasar tradisional," kata Wali Kota Rizal Effendi di Balikpapan, Rabu.
Wali Kota berharap pelarangan ini tidak menjadi beban baik oleh pelaku usaha maupun masyarakat konsumen.
Menurut Wali Kota, masyarakat yang terbiasa mudah membawa barang belanjaan dengan kantong plastik yang diberikan toko, harus mengubah kebiasaan itu dengan membawa kantong belanja sendiri.
Pengusaha dengan keharusan melayani pelanggan, seperti selama ini terjadi, berusaha memudahkan konsumen dengan menyediakan kantong belanja plastik, harus mengingatkan bahwa plastik adalah bahan yang susah terurai dan hancur bila dibuang ke alam sebagai sampah.
"Target kita mengurangi sampah plastik, dimulai dari kantong plastik belanjaan ini," ucapnya.
Sebagai gantinya, toko menyediakan kardus atau kotak karton untuk pelanggan yang berbelanja banyak. Pelanggan juga bisa membawa kantong belanja sendiri, seperti masa sebelum pemakaian kantong plastik menjadi kebiasaan di tahun 1980-an.
Balikpapan menghasilkan tidak kurang dari 2.187 meter kubik sampah per hari di tahun 2017. Menurut Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan Tri Bangun Laksana, sebanyak 15 persen atau 300 meter kubik dari sampah itu adalah plastik.
Sampah plastik diketahui memerlukan ratusan tahun untuk bisa terurai dan hancur, sehingga dikhawatirkan lama-kelamaan akan memenuhi ruang hidup manusia.
Balikpapan menjadi kota kedua di Pulau Kalimantan yang menerapkan aturan larangan penggunaan kantong belanja plastik ini. Aturan serupa sudah berlaku di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sejak tahun 2016.
Pelarangan itu dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 8 Tahun 2018.
"Setelah berjalan baik di pasar modern, baru pelarangan dilanjutkan ke pasar tradisional," kata Wali Kota Rizal Effendi di Balikpapan, Rabu.
Wali Kota berharap pelarangan ini tidak menjadi beban baik oleh pelaku usaha maupun masyarakat konsumen.
Menurut Wali Kota, masyarakat yang terbiasa mudah membawa barang belanjaan dengan kantong plastik yang diberikan toko, harus mengubah kebiasaan itu dengan membawa kantong belanja sendiri.
Pengusaha dengan keharusan melayani pelanggan, seperti selama ini terjadi, berusaha memudahkan konsumen dengan menyediakan kantong belanja plastik, harus mengingatkan bahwa plastik adalah bahan yang susah terurai dan hancur bila dibuang ke alam sebagai sampah.
"Target kita mengurangi sampah plastik, dimulai dari kantong plastik belanjaan ini," ucapnya.
Sebagai gantinya, toko menyediakan kardus atau kotak karton untuk pelanggan yang berbelanja banyak. Pelanggan juga bisa membawa kantong belanja sendiri, seperti masa sebelum pemakaian kantong plastik menjadi kebiasaan di tahun 1980-an.
Balikpapan menghasilkan tidak kurang dari 2.187 meter kubik sampah per hari di tahun 2017. Menurut Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan Tri Bangun Laksana, sebanyak 15 persen atau 300 meter kubik dari sampah itu adalah plastik.
Sampah plastik diketahui memerlukan ratusan tahun untuk bisa terurai dan hancur, sehingga dikhawatirkan lama-kelamaan akan memenuhi ruang hidup manusia.
Balikpapan menjadi kota kedua di Pulau Kalimantan yang menerapkan aturan larangan penggunaan kantong belanja plastik ini. Aturan serupa sudah berlaku di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sejak tahun 2016.
Pewarta: Novi Abdi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: