Pelemahan rupiah masih bisa dikendalikan, kata Gubernur BI
3 Juli 2018 15:48 WIB
Arsip Foto. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat memberikan keterangan pers seusai mengadakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Jumat (29/6/2018). Bank Indonesia memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility (DF) juga naik 50 bps menjadi 4,50 persen, dan suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 50 bps menjadi 6 persen. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta (ANTARA News) - Gubenur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai pelemahan nilai tukar rupiah, yang hari ini menyentuh level Rp14.450 per dolar AS, masih dalam rentang yang dapat dikendalikan dan mengatakan pelaku pasar tidak perlu panik.
"Pelemahan rupiah yang sekarang ini masih manageable (terkendali), secara tahun berjalan juga manageable sehingga tidak memerlukan kepanikan," katanya di Jakarta, Selasa.
Dalam pertemuan dengan pemimpin media massa di Jakarta, Perry mengatakan Bank Indonesia terus melakukan stabilisasi dengan menerapkan intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membendung keluarnya modal asing yang mendepresiasi kurs rupiah.
Perry mengatakan Bank Sentral tidak hanya akan mengandalkan dampak dari pengetatan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate yang baru saja dinaikkan 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada 29 Juni 2018, namun juga terus meningkatkan intervensi ganda di pasar valas dan SBN, seperti mengoptimalkan frekuensi lelang instrumen term repo guna memastikan ketersediaan likuiditas perbankan.
Dia yakin kenaikan suku bunga acuan BI masih ampuh untuk menarik kembali modal asing, termasuk ke pasar SBN dan membuat imbal hasil instrumen keuangan domestik menjadi kompetitif.
Perry menegaskan arah kebijakan moneter BI saat ini akan selalu antisipatif (pre-emptive), selalu lebih dahulu dari tekanan yang timbul, dan lebih maju dibanding negara-negara sebaya (ahead of the curve).
"Misalnya kita benchmarking (mengacu) dengan negara lain, jika kita kemarin hanya menaikkan bunga acuan 25 basis poin, itu belum ahead of the curve. Maka itu kita naikkan 50 basis poin. Itu melalui proses yang panjang," ujar dia.
Selasa siang ini, rupiah di pasar spot sempat diperdagangkan ke Rp14.450 per dolar AS. Namun pukul 15.00 WIB rupiah kembali menguat ke Rp14.408 per dolar AS.
Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan BI juga menunjukkan depresiasi rupiah ke Rp14.418 per dolar AS dibanding Senin (2/7) yang sebesar Rp14.331 per dolar AS.
Kalangan analis menyebut kenaikan suku bunga acuan BI belum mempan membendung pelemahan rupiah karena tekanan eksternal yang semakin kencang, salah satunya dari memanasnya perang dagang antara AS dan China.
"Pelaku pasar masih mencermati perkembangan dari potensi terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok," ujar Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada
Di samping itu, data baru ekonomi domestik seperti inflasi Juni 2018 yang sebesar 0,59 persen (mtm) juga belum signfikan memberikan sentimen positif bagi pelaku pasar.
Baca juga: BI naikkan bunga acuan hingga 50 bps
"Pelemahan rupiah yang sekarang ini masih manageable (terkendali), secara tahun berjalan juga manageable sehingga tidak memerlukan kepanikan," katanya di Jakarta, Selasa.
Dalam pertemuan dengan pemimpin media massa di Jakarta, Perry mengatakan Bank Indonesia terus melakukan stabilisasi dengan menerapkan intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membendung keluarnya modal asing yang mendepresiasi kurs rupiah.
Perry mengatakan Bank Sentral tidak hanya akan mengandalkan dampak dari pengetatan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate yang baru saja dinaikkan 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada 29 Juni 2018, namun juga terus meningkatkan intervensi ganda di pasar valas dan SBN, seperti mengoptimalkan frekuensi lelang instrumen term repo guna memastikan ketersediaan likuiditas perbankan.
Dia yakin kenaikan suku bunga acuan BI masih ampuh untuk menarik kembali modal asing, termasuk ke pasar SBN dan membuat imbal hasil instrumen keuangan domestik menjadi kompetitif.
Perry menegaskan arah kebijakan moneter BI saat ini akan selalu antisipatif (pre-emptive), selalu lebih dahulu dari tekanan yang timbul, dan lebih maju dibanding negara-negara sebaya (ahead of the curve).
"Misalnya kita benchmarking (mengacu) dengan negara lain, jika kita kemarin hanya menaikkan bunga acuan 25 basis poin, itu belum ahead of the curve. Maka itu kita naikkan 50 basis poin. Itu melalui proses yang panjang," ujar dia.
Selasa siang ini, rupiah di pasar spot sempat diperdagangkan ke Rp14.450 per dolar AS. Namun pukul 15.00 WIB rupiah kembali menguat ke Rp14.408 per dolar AS.
Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan BI juga menunjukkan depresiasi rupiah ke Rp14.418 per dolar AS dibanding Senin (2/7) yang sebesar Rp14.331 per dolar AS.
Kalangan analis menyebut kenaikan suku bunga acuan BI belum mempan membendung pelemahan rupiah karena tekanan eksternal yang semakin kencang, salah satunya dari memanasnya perang dagang antara AS dan China.
"Pelaku pasar masih mencermati perkembangan dari potensi terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok," ujar Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada
Di samping itu, data baru ekonomi domestik seperti inflasi Juni 2018 yang sebesar 0,59 persen (mtm) juga belum signfikan memberikan sentimen positif bagi pelaku pasar.
Baca juga: BI naikkan bunga acuan hingga 50 bps
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: