Penanggulangan kekeringan di NTT butuh Rp20 miliar
2 Juli 2018 15:36 WIB
Dokumentasi Petani melihat tanah tanaman padi yang retak diarea sawah tadah hujan Desa Alue Lim, Muara Dua, Lhokseumawe, Aceh, Minggu (11/2/2018). Puluhan hektar tanaman padi yang berumur 30-40 hari mengalami kekeringan akibat curah hujan berkurang, tidak tersedianya air irigasi dan sumber air lainnya sehingga dikhawatirkan ratusan haktar padi dikawasan itu terancam puso. (ANTARA FOTO/Rahmad)
Kupang (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur (NTT) memperkirakan anggaran untuk menanggulangi kekeringan bisa mencapai Rp20 miliar.
"Kalau berkaca pada anggaran kekeringan tahun-tahun sebelumnya, jumlahnya diperkirakan bisa mencapai Rp20 miliar dari total kabupaten yang mengajukan proposal," kata Kepala BPBD NTT Tini Tadeus di Kupang, Senin.
Hal ini disampaikan menanggapi semakin meluasnya kasus kekeringan ekstrem di 11 kabupaten di NTT akibat musim kemarau berkepanjangan yang terjadi di daerah itu.
Sejumlah anggaran itu, kata Tini, ada di pusat sehingga jika ada proposal masuk maka akan langsung dicairkan oleh BNPB sesuai dengan proposal yang diminta.
"Dana sebesar itu tergantung dari inisiatif setiap kabupaten yang ingin menganjurkan berapa anggaran yang ingin dicairkan," katanya menambahkan.
Namun kesulitan yang dihadapi di BNPB adalah proses pencairan dana atau anggaran itu terjadi pada Oktober, padahal seharusnya jika ancaman kekeringan itu berlangsung pada hari itu, maka anggarannya harus dicairkan pada saat itu juga.
"Proses pencairannya memang cukup memakan waktu yang lama sehingga diperlukan kesabaran dari setiap kabupaten jika ingin mencairkannya," katanya menambahkan.
Namun sebelum dana bencana itu cair, BNPB akan menurunkan tim verifikasinya untuk memantau secara langsung apakah benar ada bencana di daerah itu.
Anggaran yang dikeluarkan bagi kabupaten terkena bencana juga sudah barang tentu diketahui oleh Kementerian Keuangan.
Sampai saat ini, sesuai data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi ada 11 kabupaten/kota di provinsi berbasis kepulauan itu yang sudah terkena kekeringan ekstrem.
Sejumlah kabupaten tersebut diantaranya, kabupaten Ende, Sikka, Sumba Timur, Manggarai Barat, Lembata serta Rote Ndao.
"Kalau berkaca pada anggaran kekeringan tahun-tahun sebelumnya, jumlahnya diperkirakan bisa mencapai Rp20 miliar dari total kabupaten yang mengajukan proposal," kata Kepala BPBD NTT Tini Tadeus di Kupang, Senin.
Hal ini disampaikan menanggapi semakin meluasnya kasus kekeringan ekstrem di 11 kabupaten di NTT akibat musim kemarau berkepanjangan yang terjadi di daerah itu.
Sejumlah anggaran itu, kata Tini, ada di pusat sehingga jika ada proposal masuk maka akan langsung dicairkan oleh BNPB sesuai dengan proposal yang diminta.
"Dana sebesar itu tergantung dari inisiatif setiap kabupaten yang ingin menganjurkan berapa anggaran yang ingin dicairkan," katanya menambahkan.
Namun kesulitan yang dihadapi di BNPB adalah proses pencairan dana atau anggaran itu terjadi pada Oktober, padahal seharusnya jika ancaman kekeringan itu berlangsung pada hari itu, maka anggarannya harus dicairkan pada saat itu juga.
"Proses pencairannya memang cukup memakan waktu yang lama sehingga diperlukan kesabaran dari setiap kabupaten jika ingin mencairkannya," katanya menambahkan.
Namun sebelum dana bencana itu cair, BNPB akan menurunkan tim verifikasinya untuk memantau secara langsung apakah benar ada bencana di daerah itu.
Anggaran yang dikeluarkan bagi kabupaten terkena bencana juga sudah barang tentu diketahui oleh Kementerian Keuangan.
Sampai saat ini, sesuai data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi ada 11 kabupaten/kota di provinsi berbasis kepulauan itu yang sudah terkena kekeringan ekstrem.
Sejumlah kabupaten tersebut diantaranya, kabupaten Ende, Sikka, Sumba Timur, Manggarai Barat, Lembata serta Rote Ndao.
Pewarta: Kornelis Aloysius Ileama Kaha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: