Kualalumpur (ANTARA News) - Pemerintah baru Malaysia pada Sabtu menyatakan mempertimbangkan perubahan undang-undang perdagangan manusia dan penyelundupan pengungsi hanya beberapa hari sesudah Departemen Luar Negeri Amerika Serikat melaporkan kekurangmajuan upaya negara itu melawan perdagangan orang pada tahun lalu.

Kementerian Dalam Negeri menyatakan usul, yang dibahas, dipusatkan ke perlindungan korban, dengan memberi mereka lebih banyak kebebasan bergerak dan bekerja, serta memberlakukan hukuman keras bagi pedagang manusia.

Pada Kamis, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyiarkan laporan tahunan Perdagangan Orang (TIP), yang menurunkan peringkat Malaysia ke Daftar Pengamatan Tingkat 2, yang menunjukkan negara itu patut dicermati khusus, dengan mencatat bahwa negara Asia Tenggara gagal menunjukkan upaya lebih kuat daripada tahun sebelumnya.

Laporan itu menyatakan upaya perlindungan korban pemerintah sebagian besar tetap tidak memadai dan keterlibatan di antara penegak hukum menghambat beberapa upaya menumpas perdagangan tersebut.

"Pemerintah Malaysia mencatat laporan perdagangan manusia itu dan bertekad penuh memberantas kejahatan perdagangan manusia," kata pernyataan Kementerian Dalam Negeri.

Pemerintahan baru, dipimpin Perdana Menteri Mahathir Mohamad, dibentuk pada bulan lalu, saat warga Malaysia memilih berubah sesudah hampir sepuluh tahun dipimpin pemerintah Najib Razak, yang terkait skandal.

Malaysia sejak lama dikenal sebagai tujuan korban perdagangan manusia, termasuk pekerja tercatat dan tidak tercatat.

Itu sangat bergantung pada pekerja asing murah dari Bangladesh, Indonesia, Nepal, dan Filipina, di antara negara lain.

Malaysia memiliki hampir dua juta pekerja rantau terdaftar, tapi jutaan lagi bekerja di negara tersebut tanpa izin, demikian Reuters.

(Uu.B002/M016)