Asian Games 2018
INASGOC minta pernyataan resmi penyatuan kontingen Korea
28 Juni 2018 23:59 WIB
Dokumentasi Ketua Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (Inasgoc) Erick Tohir memastikan pengamanan ajang Asian Games 2018 diperketat pasca-serangkaian teror bom yang terjadi di Tanah Air. (Hanni Sofia)
Jakarta (ANTARA News) - Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (INASGOC) meminta adanya pernyataan resmi terkait dengan rencana penyatuan kontingen Korea Utara dan Selatan di Asian Games 2018.
"Pemerintah Indonesia menempatkan diri sebagai negara damai dan menerima dengan perdamaian Korea Utara dan Selatan ini. Terlebih ini adalah olahraga yang hendaknya dijauhkan dari isu-isu politik, agama dan ras, tentu kami sangat menerima, tinggal yang harus diurus adalah detailnya seperti apa, harus ada hitam di atas putihnya," kata Ketua Umum INASGOC Erick Thohir di Jakarta, Kamis malam.
Diketahui, Korea Utara dan Selatan berniat bergabung menjadi satu tim dalam tiga cabang olahraga yakni bola basket wanita, perahu kano/kayak dan cabang dayung (LM4-, LM8+ serta LW2X).
Sebagai usaha mereka mendapatkan lampu hijau untuk turut serta dalam satu bendera, perwakilan kedua negara di semenanjung Korea tersebut, bersama Komite Olimpiade Asia (OCA), pada Kamis pagi ini, bertandang ke markas INASGOC untuk membicarakan hal tersebut.
"Tapi tetap kami butuh hitam di atas putih kepada kami yang mencantumkan antara lain pakai bendera apa saat parade, cabang olahraganya apa, jadi ada kepastian karena kan OCA juga menetapkan tidak boleh ada penambahan kuota atlet bagi semua negara peserta, lalu masalah bendera juga harus konfirmasi lagi karena bukan berarti tak ada negara lain yang keberatan," ucap dia.
Dalam pertemuan kedua kontingen Korea itu di Jakarta, memustuskan delegasi gabungan akan diwakilkan oleh 200 atlet dan utusan resmi Parade Upacara Pembukaan Asian Games dengan pembangian masing-masing kontingen Korea sebanyak 100 atlet.
INASGOC bahkan memberikan dispensasi batas akhir pendaftaran tim gabungan kedua kontingen Korea itu pada 10 Juli dari jadwal semula pada 30 Juni.
Kalaupun nantinya terjadi di beberapa cabang kontingen kedua Korea bersatu, Erick mengatakan hal tersebut sedikit banyak bisa menghemat anggaran yang saat ini ada di sekitar angka Rp6 triliun dan sudah termasuk pajak.
"Nah kalau ini nanti gabung lagi, misalnya 20 cabang olahraga, ya bagus karena kami sebagai panitia bisa menghemat sesuai arahan negara, cateringnya ada penghematan, kamarnya dan transportasinya juga penghematan. Tapi jika bicara soal persaingan, saya pikir tidak terlalu signifikan," ujarnya.
"Namun demikian kepastiannya nanti ketika entry by name, tapi harus ada hitam di atas putihnya juga yang ditekan bersama," ucapnya.
Bagi kedua negara Korea sendiri, berjalan beriringan dan bertarung dalam satu bendera semenanjung bersatu di event olahraga, bukan hal yang baru walau tetap merupakan suatu yang luar biasa, karena beberapa kali mereka pernah melakukannya.
Terakhir, para atlet dari kedua belah pihak melakukannya ini di Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan pada Februari 2018 lalu.
"Pemerintah Indonesia menempatkan diri sebagai negara damai dan menerima dengan perdamaian Korea Utara dan Selatan ini. Terlebih ini adalah olahraga yang hendaknya dijauhkan dari isu-isu politik, agama dan ras, tentu kami sangat menerima, tinggal yang harus diurus adalah detailnya seperti apa, harus ada hitam di atas putihnya," kata Ketua Umum INASGOC Erick Thohir di Jakarta, Kamis malam.
Diketahui, Korea Utara dan Selatan berniat bergabung menjadi satu tim dalam tiga cabang olahraga yakni bola basket wanita, perahu kano/kayak dan cabang dayung (LM4-, LM8+ serta LW2X).
Sebagai usaha mereka mendapatkan lampu hijau untuk turut serta dalam satu bendera, perwakilan kedua negara di semenanjung Korea tersebut, bersama Komite Olimpiade Asia (OCA), pada Kamis pagi ini, bertandang ke markas INASGOC untuk membicarakan hal tersebut.
"Tapi tetap kami butuh hitam di atas putih kepada kami yang mencantumkan antara lain pakai bendera apa saat parade, cabang olahraganya apa, jadi ada kepastian karena kan OCA juga menetapkan tidak boleh ada penambahan kuota atlet bagi semua negara peserta, lalu masalah bendera juga harus konfirmasi lagi karena bukan berarti tak ada negara lain yang keberatan," ucap dia.
Dalam pertemuan kedua kontingen Korea itu di Jakarta, memustuskan delegasi gabungan akan diwakilkan oleh 200 atlet dan utusan resmi Parade Upacara Pembukaan Asian Games dengan pembangian masing-masing kontingen Korea sebanyak 100 atlet.
INASGOC bahkan memberikan dispensasi batas akhir pendaftaran tim gabungan kedua kontingen Korea itu pada 10 Juli dari jadwal semula pada 30 Juni.
Kalaupun nantinya terjadi di beberapa cabang kontingen kedua Korea bersatu, Erick mengatakan hal tersebut sedikit banyak bisa menghemat anggaran yang saat ini ada di sekitar angka Rp6 triliun dan sudah termasuk pajak.
"Nah kalau ini nanti gabung lagi, misalnya 20 cabang olahraga, ya bagus karena kami sebagai panitia bisa menghemat sesuai arahan negara, cateringnya ada penghematan, kamarnya dan transportasinya juga penghematan. Tapi jika bicara soal persaingan, saya pikir tidak terlalu signifikan," ujarnya.
"Namun demikian kepastiannya nanti ketika entry by name, tapi harus ada hitam di atas putihnya juga yang ditekan bersama," ucapnya.
Bagi kedua negara Korea sendiri, berjalan beriringan dan bertarung dalam satu bendera semenanjung bersatu di event olahraga, bukan hal yang baru walau tetap merupakan suatu yang luar biasa, karena beberapa kali mereka pernah melakukannya.
Terakhir, para atlet dari kedua belah pihak melakukannya ini di Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan pada Februari 2018 lalu.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: