Kades katakan tiga orang yang ditangkap Densus 88 adalah transmigran
27 Juni 2018 19:49 WIB
Dokumentasi Petugas kepolisian melakukan penjagaan saat dilakukan penggeledahan di salah satu rumah terduga teroris di Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (4/6/2018). Penggeledahan tersebut dilakukan seusai penangkapan terduga teroris berinisial BW oleh Densus 88 Antiteror yang diduga merupakan terlibat jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). (ANTARA/Mohammad Ayudha)
Gorontalo (ANTARA News) - Kepala Desa Ayumolingo, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Alimin Memeo, Rabu, mengatakan jika tiga orang yang ditangkap oleh Densus 88 pada Senin (25/6) adalah transmigran.
"Yang saya ketahui mengenai penangkapan tiga orang warga kemarin, awalnya saya mendapat informasi dari masyarakat jika ada kejadian pembacokan di wilayah transmigrasi kompleks 10 oleh warga transmigran yang berasal dari Banten," ujarnya
Setelah mengetahui hal itu, Ia mengaku menghubungi Sekretaris Desa dan Kepala Dusun setempat untuk memantau kondisi di lapangan, namun saat ke lokasi kejadian sudah ada anggota Densus 88.
"Tapi kami belum mengetahui kronologisnya seperti apa, karena dilarang untuk ke lokasi," kata dia, lagi.
Penangkapan oleh tim Densus 88 terhadap tiga orang tersebut menurutnya berawal dari adanya pembacokan.
"Inisial mereka yaitu S, HS dan EW. Mereka adalah warga transmigran dari Tangerang Selatan, Banten yang telah berada di wilayah ini sejak Januari 2016," ucapnya.
Menurut pengamatannya, tiga warga tersebut beraktivitas seperti warga lain, namun menurut masyarakat sekitar mereka tidak pernah salat Jumat bersama dan lebaran bersama masyarakat.
Kades mengatakan selama berada di desa itu, tiga orang yang ditangkap oleh Densus 88 tersebut tidak cocok dengan masyarakat sekitar karena beberapa kegiatan yang selalu tertutup.
Sementara itu, salah seorang warga sekitar yang melihat penangkapan tersebut, Sumarno mengatakan Densus 88 membawa sejumlah barang dari rumah yang digeledah dan dibungkus menggunakan kardus.
"Yang jelas salah satunya ada golok dan selainnya dimasukkan kardus, dalam penangkapan itu tiga orang berada dalam satu rumah," ucapnya.
Ia mengatakan saat proses penangkapan ada sedikit perlawanan dari EW yang menolak saat rumah akan digeledah, dan saat itu juga petugas yang lainnya datang dan memegang para terduga lalu ditiarapkan dan diborgol.
"Untuk S sendiri ia bekerja sebagai kuli dan telah enam bulan bergabung dengan yang lain. Selama ini juga S tidak berkomunikasi dengan tetangga," ungkapnya.
Sumarno menjelaskan, pada sekitar pukul 07.30 pagi, terjadi pembacokan yang dilakukan oleh EW kepada salah seorang warga sekitar karena masalah bambu dan satu jam kemudian Densus 88 datang dan melakukan penangkapan.
Sebelumnya, pada Senin (26/6) kemarin, Kapolda Gorontalo, Brigjen Pol Rachmad Fudail mengatakan tiga orang tersebut diduga teroris dan masih dilakukan pendalaman.
Dia mengungkapkan saat ini pihaknya masih mendalami sejauh mana keterlibatan mereka dengan aksi terorisme.
"Nanti kita menyampaikan hasilnya seperti apa kepada masyarakat. Kita memiliki Densus 88 dan satuan lainnya, jika ada yang terindikasi demikian Polri sudah melakukan langkah-langkah antisipasi," jelasnya.
Kapolda menjelaskan, Gorontalo harus selalu siap dalam mengantisipasi dan waspada akan terorisme.
"Yang saya ketahui mengenai penangkapan tiga orang warga kemarin, awalnya saya mendapat informasi dari masyarakat jika ada kejadian pembacokan di wilayah transmigrasi kompleks 10 oleh warga transmigran yang berasal dari Banten," ujarnya
Setelah mengetahui hal itu, Ia mengaku menghubungi Sekretaris Desa dan Kepala Dusun setempat untuk memantau kondisi di lapangan, namun saat ke lokasi kejadian sudah ada anggota Densus 88.
"Tapi kami belum mengetahui kronologisnya seperti apa, karena dilarang untuk ke lokasi," kata dia, lagi.
Penangkapan oleh tim Densus 88 terhadap tiga orang tersebut menurutnya berawal dari adanya pembacokan.
"Inisial mereka yaitu S, HS dan EW. Mereka adalah warga transmigran dari Tangerang Selatan, Banten yang telah berada di wilayah ini sejak Januari 2016," ucapnya.
Menurut pengamatannya, tiga warga tersebut beraktivitas seperti warga lain, namun menurut masyarakat sekitar mereka tidak pernah salat Jumat bersama dan lebaran bersama masyarakat.
Kades mengatakan selama berada di desa itu, tiga orang yang ditangkap oleh Densus 88 tersebut tidak cocok dengan masyarakat sekitar karena beberapa kegiatan yang selalu tertutup.
Sementara itu, salah seorang warga sekitar yang melihat penangkapan tersebut, Sumarno mengatakan Densus 88 membawa sejumlah barang dari rumah yang digeledah dan dibungkus menggunakan kardus.
"Yang jelas salah satunya ada golok dan selainnya dimasukkan kardus, dalam penangkapan itu tiga orang berada dalam satu rumah," ucapnya.
Ia mengatakan saat proses penangkapan ada sedikit perlawanan dari EW yang menolak saat rumah akan digeledah, dan saat itu juga petugas yang lainnya datang dan memegang para terduga lalu ditiarapkan dan diborgol.
"Untuk S sendiri ia bekerja sebagai kuli dan telah enam bulan bergabung dengan yang lain. Selama ini juga S tidak berkomunikasi dengan tetangga," ungkapnya.
Sumarno menjelaskan, pada sekitar pukul 07.30 pagi, terjadi pembacokan yang dilakukan oleh EW kepada salah seorang warga sekitar karena masalah bambu dan satu jam kemudian Densus 88 datang dan melakukan penangkapan.
Sebelumnya, pada Senin (26/6) kemarin, Kapolda Gorontalo, Brigjen Pol Rachmad Fudail mengatakan tiga orang tersebut diduga teroris dan masih dilakukan pendalaman.
Dia mengungkapkan saat ini pihaknya masih mendalami sejauh mana keterlibatan mereka dengan aksi terorisme.
"Nanti kita menyampaikan hasilnya seperti apa kepada masyarakat. Kita memiliki Densus 88 dan satuan lainnya, jika ada yang terindikasi demikian Polri sudah melakukan langkah-langkah antisipasi," jelasnya.
Kapolda menjelaskan, Gorontalo harus selalu siap dalam mengantisipasi dan waspada akan terorisme.
Pewarta: Adiwinata Solihin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: