Komnas HAM temui Jokowi di Istana bahas pelanggaran HAM berat
8 Juni 2018 14:00 WIB
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai wawancara dengan media usai menemui Presiden di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat (8/6/2018). (Bayu Prasetyo)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik menemui Presiden Joko Widodo membahas upaya penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran HAM berat.
"Kami Komnas HAM, sekali lagi tetap menekankan bahwa pihak penyidik dalam hal ini Jaksa Agung itu kita mintakan untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan yang sudah dilakukan Komnas HAM," kata Taufan di halaman Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.
Menurut Taufan, Presiden juga menanyakan pendapat Komnas HAM mengenai Dewan Kerukunan Nasional, namun Taufan mengatakan sebelum membangun Dewan Kerukunan Nasional perlu ada langkah pengungkapan kebenaran dari peristiwa pelanggaran HAM di Indonesia.
Komnas HAM juga menyarankan jika sudah ada hasil dari penyelidikan, maka pemerintah mengungkapkannya kepada masyarakat Indonesia.
Baca juga: Presiden perintahkan Jaksa Agung selesaikan kasus HAM
Taufan lalu mengusulkan kepada Presiden untuk mereformasi tata kelola Komnas HAM dengan merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
"Selain itu mengeluarkan Perpres mengenai birokrasi Komnas HAM yang menurut kita perlu ditingkatkan kinerjanya. Alhamdulillah mendapat sambutan baik dari Pak Presiden, mungkin dalam waktu tidak terlalu lama ada langkah-langkah positif dari Pak Presiden dan jajarannya termasuk Jaksa Agung," kata Taufan.
Di antara kasus yang diperhatikan Komnas HAM adalah kasus 1965-1966, kasus Talangsari, kasus penembakan misterius, peristiwa penembakan Semanggi I dan II, dan penghilangan paksa aktivis. Selain itu ada juga kasus setelah tahun 2000, yaitu Wasior dan Wamena, serta Jambu Kepok di Aceh.
Kepada Presiden, Komnas HAM menjelaskan penyelesaian penyelidikan pelanggaran HAM dapat dimulai dari sejumlah kasus yang terjadi setelah 2000 atau dipilah berdasarkan tipologi hukum.
Komnas HAM, kata Taufan, siap bekerja sama dengan Kejaksaan Agung jika memerlukan penambahan bukti untuk penyidikan.
"Kami Komnas HAM, sekali lagi tetap menekankan bahwa pihak penyidik dalam hal ini Jaksa Agung itu kita mintakan untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan yang sudah dilakukan Komnas HAM," kata Taufan di halaman Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.
Menurut Taufan, Presiden juga menanyakan pendapat Komnas HAM mengenai Dewan Kerukunan Nasional, namun Taufan mengatakan sebelum membangun Dewan Kerukunan Nasional perlu ada langkah pengungkapan kebenaran dari peristiwa pelanggaran HAM di Indonesia.
Komnas HAM juga menyarankan jika sudah ada hasil dari penyelidikan, maka pemerintah mengungkapkannya kepada masyarakat Indonesia.
Baca juga: Presiden perintahkan Jaksa Agung selesaikan kasus HAM
Taufan lalu mengusulkan kepada Presiden untuk mereformasi tata kelola Komnas HAM dengan merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
"Selain itu mengeluarkan Perpres mengenai birokrasi Komnas HAM yang menurut kita perlu ditingkatkan kinerjanya. Alhamdulillah mendapat sambutan baik dari Pak Presiden, mungkin dalam waktu tidak terlalu lama ada langkah-langkah positif dari Pak Presiden dan jajarannya termasuk Jaksa Agung," kata Taufan.
Di antara kasus yang diperhatikan Komnas HAM adalah kasus 1965-1966, kasus Talangsari, kasus penembakan misterius, peristiwa penembakan Semanggi I dan II, dan penghilangan paksa aktivis. Selain itu ada juga kasus setelah tahun 2000, yaitu Wasior dan Wamena, serta Jambu Kepok di Aceh.
Kepada Presiden, Komnas HAM menjelaskan penyelesaian penyelidikan pelanggaran HAM dapat dimulai dari sejumlah kasus yang terjadi setelah 2000 atau dipilah berdasarkan tipologi hukum.
Komnas HAM, kata Taufan, siap bekerja sama dengan Kejaksaan Agung jika memerlukan penambahan bukti untuk penyidikan.
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018
Tags: